02 | ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ

55 14 15
                                    

.

Herzlich Willkommen!

.

Titah, bantah, sepah, harus ditelan mentah-mentah, bagi mereka yang tak kenal jengah. Usianya yang berkerak, tak membuatnya menyerah walaupun harus gali-gali tanah. Tauke menggonggong minta dilayani, sekumpulan orang merangkak, melayani sepenuh hati. Belum lagi Direksi yang minta minum kopi, sambil jongkok di atas api.

Dan mereka tetap melayani,

Walaupun tahu sedang dieksploitasi.

Mau bagaimana? Mereka tertulang, bukan hanya proletariat, dan ingin melonjak ke atas daripada harus terkubur terbentur-bentur, sebab ngeri menjadi nomadik. Harus menyalahkan siapakah mereka? Apakah, Tuhan yang senantiasa menimpakan ujian? Tidak tidak, Tuhan Maha Benar. Lalu, apakah mereka harus menyerong untuk mencerca Adam Smith? Dengan teori dan sistemnya yang terlanjur berkerak?

Mereka pun menengadah ke atas. Guna menatap kelabu-kelabu yang hawanya menusuk tulang-tulang mereka. Adam Smith—mengapa pula, ia memelopori sistem ekonomi nan sadis ini? Yang membuat Karl Marx menulis buku bernama, Das Capital?—ternyata sistemmu panjang umur, Smith. Benar-benad kalian. Walaupun bukan kerja rodi, tapi tetap saja, mereka merasa debil sebab harus menggoyang-goyangkan ekornya di hadapan kaum borjuis. Duhai Marsinah, tuntutanmu sangat mahal bagi mereka, meskipun tak ditelan penguasa.

Toh, mereka tetap proletariat

Toh, mereka masih borjuis

Adapun seorang ibu. Yang menangis-nangis minta ampun saat menjumpai tulang-tulang yang di remuk-remuk oleh si gelojoh. Ternyata, itu tulang punggung, bukan tulang manusia yang senantiasa si gelojoh jilat-jilat. Kanibal ulung, berani sekali ia membuat ibu makin gila sampai kukunya meraung-raung di kulit langsatnya, bisa-bisa ia menguliti dirinya, bersama ibu-ibu yang lain. Lalu bertanya, haruskah mereka membangkitkan Nasakom?

"Setelah tabunganku cukup, aku akan membelikannya alat produksi, supaya aku bisa lepas dari belengu ini," ujar ia, pekerja akil balig yang masih bau kencur.

Datanglah, si renta yang kantung matanya berayun-ayun.

"Kau tak akan bisa lepas dari ini, sebelum kau melepas pekerjaanmu!" tegas si renta, ia berjalan terseok-seok di atas tanah yang tak pernah mengizinkannya pergi.

"Apakah Anda tak mau terbebas?" tanya pekerja akil balig.

Si renta menjawab, "Aku mau."

"Kalau Anda. Bagaimana Anda bisa terlepas?"

"Aku tak akan bisa lepas, sebelum Tuhan melepas nyawaku," jawabnya. Lalu meninggalkan si akil balig, yang telah kembung meneguk air liurnya.

Si renta, lelah, ia berdoa agar keluarganya selalu dalam keselamatan. Meskipun lain alam. Mungkin, selepas ibadah ia juga berdoa, untuk tak mati konyol dihantam besi-besi berwujud tangan. Tangan itu, benar-benar arkais, menetapkan 97% profit untuknya, dan sisanya ditabur di depan wajah mereka. Si kaya makin meraya, alat produksinya mencuat sampai ke negri tetangga—namanya dipanggil untuk singgah sejenak di sana, eh ... tau tau si kaya jadi miliader, menyewa alat reproduksi.

Lah, si miskin? Tahu sendiri, lah. Mereka 'kan sibuk berdoa dan meraung pada dewan-dewan untuk melengserkan julukan proletariat pada hidup mereka. Kalau tidak didengar, ya sudah, tinggal berjuang selagi ada peluang—tapi, pejuang yang ini tak memegang dukungan maupun uang. Tak bisa membangkang.

Sehingga mengharuskan mereka, untuk bertahan, pada sistem, kapitalisme.

.

Wir sehen usn wieder!

_

Anw, gue belum baca, tuh, bukunya Karl Marx yang judulnya Das Capital, karena tidak tahu mau baca di mana. TAPI! Ada beberapa orang yang menjelaskan isinya secara sederhana, yang membuat anak dengan otak yang gak encer ini paham (dikit-dikit, lah) isi dari bukunya. CUMAN, gue masih belajar juga, jadi kalau ada kesalahan, mbok toh yo dikoreksi. Mwehehe ...

Daaaah~

Herzlich Willkommen!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang