Mungkin Sebuah Keajaiban

581 32 18
                                    


Usianya genap 41 tahun saat menimang buntalan secerah warna matahari. Tangannya sedikit gemetar, rasa takut membungkus hatinya seperti jala nelayan yang memerangkap ikan di laut lepas. Kedua netranya merekam dengan jelas bagaimana makhluk kecil dalam dekapannya menggeliat, berusaha membebaskan diri dari kain lembut yang menghalau angin dingin di ruang rawat. Mulut kecilnya juga aktif membuka dan menutup, memancing suara-suara lemah dan asing--yang tak pernah ia ketahui bisa terdengar begitu menggemaskan, juga familiar di waktu yang sama. Ia terpana. Hatinya yang diliputi rasa takut perlahan menghangat, seolah simpul ketakutan itu diurai dengan mudah hanya dengan perilaku bayi yang baru hadir menyapa dunia kurang dari enam jam yang lalu.

Bayi dengan kulit kemerahan, pipi tembam, dan rambut hitam tipis di puncak kepala. Istri Detektif Park, dalam panggilan video 30 menit yang lalu, mengatakan bahwa bayinya pasti akan tumbuh secantik dan seputih ibunya karena kulitnya yang kemerahan. Ia mendengus, sebab kurang percaya dengan hal-hal seperti itu. Pengalaman seorang ibu tidak boleh diabaikan begitu saja, Detektif Park menanggapi ucapan istrinya. Soomin-ku dulunya juga berkulit kemerah-merahan, dan sekarang, lihat! Kulitnya seputih bintang idola di televisi!

Ia bertanya-tanya apakah rasa bangga yang memancar dari kedua netra Detektif Park terhadap putrinya akan muncul pada dirinya juga.

Lamunannya buyar saat si kecil mulai terisak. Ia berjalan menjauh sembari mengayun-ayunkan bayinya dengan lembut, tangan kanannya menepuk-nepuk paha mungil yang menyembul dari balik selimut. Bibirnya meloloskan kalimat penenang agar putrinya kembali terbuai oleh mimpi, namun tangisannya malah semakin keras. Si ayah baru, bingung dan sedikit enggan, menelungkup si bayi di dadanya untuk memeriksa popok.

Oh, aman.

Menghela napas, laki-laki bertubuh tegap itu berbalik arah, menuju ranjang tempat sang ibu tengah terlelap. Alih-alih beristirahat, sang ibu sudah duduk, menatap personifikasi dunia barunya dengan senyum hangat terpatri kendati raut lelah membayangi wajahnya. "Sudah waktunya minum susu?" Suaranya mengalun lembut, mengalirkan ketenangan pada si ayah baru yang dari sorot matanya, nampak cemas. "Aku sudah cukup istirahat, kok." Perempuan itu menerima tuntutan dari bayi kecil yang dikuasai rasa lapar. Dahinya berkerut sekilas, belum terbiasa, sebelum kemudian mengelus pipi tembam si bayi penuh kasih.

Rasanya sulit dipercaya. Semalam putrinya masih bergelung di rahim sang ibu, menendang keras saat tangannya menyapa ramah setelah sepanjang hari bekerja di lapangan. Prosesnya terasa singkat, namun memakan waktu lama.

Kang Kwonjoo merasakan kontraksi pukul dua pagi, dengan tenang membangunkan suaminya yang langsung terlonjak dan segera meraih kunci mobil di atas nakas, kemudian berjalan tertatih tanpa peduli air ketuban yang sudah merembes, membasahi terusan katun berwarna peach pemberian Hwang Heejoo (iya, anak perempuan itu bilang bahwa beberapa set terusan berwarna pastel merupakan ucapan terima kasih yang datang terlambat). Ia menelepon Dokter Jang untuk memberitahu kondisinya saat ini. Suaminya sedikit panik; tangan yang menjaga pinggangnya mencengkram terlalu keras, nafasnya menderu meski memaksakan rahangnya agar tetap terkatup, matanya bergerak awas untuk memastikan Kwonjoo duduk dengan selamat di kursi penumpang, serta berhasil mencapai rumah sakit dalam kurun waktu dua belas menit (normalnya, duapuluh menit).

Begitu turun dari mobil, kursi roda sudah disiapkan oleh perawat yang bertugas. Kwonjoo bisa mendengar tas berisi perlengkapan ibu dan bayi yang mendarat di permukaan lantai, disusul suara tegas suaminya mengurusi administrasi rumah sakit. Dalam kurun waktu sepuluh menit, terusan katun yang ia kenakan sudah berganti menjadi terusan biru polos dengan logo rumah sakit daerah Poongsan. Dokter Jang, dokter kandungan yang menangani persalinan Kwonjoo, setelah mengobrol sana-sini (baca : mengorek informasi) dan melakukan pemeriksaan singkat, menyampaikan bahwa saat ini jalan lahir belum terbuka cukup lebar.

Hortensia Merah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang