Temaram jingga masuk melalui tingkap-tingkap tinggi, menghadirkan ilusi nuansa hangat di tengah sapuan udara yang semakin dingin. Matahari yang hendak pulang ke peraduannya menciptakan bayangan panjang menara di atas sebuah meja marmer hitam putih yang dikelilingi dua sosok manusia.
"Skak!" suara bidak beradu terdengar dua kali ketika jari jari ramping terbalut satin tipis membuat gerakan menjatuhkan lalu meletakkan ratu putih di tempat di mana ratu hitam tadinya berada. Posisi itu juga membuka jalur diagonal ke arah bidak raja yang kini tanpa pertahanan.
Melihat ratunya tumbang, Pria di seberangnya hanya tersenyum. Meski ekspresi manisnya terulas sia-sia – tidak membuat suasana ruangan batu itu menjadi lebih nyaman ataupun bersahabat; juga tidak membuat lawan wanitanya terkesan.
Berjarak satu lengan dari mereka, sebuah meja pendek berisi dua cangkir teh beserta tekonya. Anggur dan apel yang didatangkan dari Minetta pagi tadi belum kehilangan kesegarannya, meski tehnya sudah terlalu dingin untuk diminum. Perhatian keduanya terpusat pada aktivitas tunggal sejak berjam-jam lalu. Sang lady beranjak dari kursinya – sedikit merapikan jubah birunya sebelum berdiri. Memutuskan bahwa dia tidak lagi tertarik untuk mengetahui hasil akhir permainan catur ini apabila lawannya tidak seserius yang ia harapkan.
Untuk adilnya, pria itu jauh lebih serius dari yang terlihat – atau terdengar. Sambil tersenyum dan tanpa kehilangan keagungannya, dia berujar santai, "As king of this country, I give you a special permission to replace my queen," Diucapkan oleh orang yang sangat berkuasa dan dalam bahasa kuno – yang hanya diketahui kalangan tertentu – sebaris kalimat candaan tidak pernah terdengar begitu khidmad.
"Please don't say that you are losing in purpose just to give yourself a chance to say that cheesy pick-up lines," si wanita menghela napas, tampak sedikit gusar. Setelah mengenalnya selama satu setengah tahun – dan kunjungan demi kunjungan persahabatan yang dilakukan secara rutin selama beberapa bulan terakhir – ia lebih dari sekedar tahu bahwa tidak ada kata spontan dalam kamus sang raja. Ini semua direncanakan, posisi bidak catur dan langkah yg tadi diambilnya, semua sesuai scenario di kepalanya. Bagi perempuan itu, kalimat itu mampu membuatnya tersinggung sama besarnya dengan ia tersanjung. Tapi di sisi lain, kepentingannya untuk memperoleh sekutu yang berpengaruh tidaklah sebesar keinginannya untuk mempertahankan kebebasannya.
"King Leodimus, you are a good man… -and a great king. But this-", katanya sambil menunjuk bergantian ke arah dirinya dan ke kawan bicaranya, "…won't happen,"
"On the contrary, I believe this new 'arrangement' will work best for both our interests. As well as getting rid of several problems." Bayangkan penyatuan kekuasaan, suara yang setara dalam keputusan baik politik dan tradisi-religi – pemecahan konflik kepentingan yang tumpang tindih, sebut saja. Biar bagaimanapun keduanya berasal dari kalangan yang seharusnya berseberangan. Tak dapat dipungkiri bahwa perkawinan akan menyelesaikan berbagai masalah – kalau tidak malah menimbulkan masalah baru yang lebih besar.
Wanita itu tampak mempertimbangkannya sejenak, namun menjawab dengan terburu-buru, "No! Bahel, you're too old!" bukan jawaban terbaik… tapi setidaknya masih terdengar umum dan diplomatis dibandingkan opini pribadinya yang lebih tidak pantas.
"You doubt these words even when you say it – I'm still younger than you, Fearth," sanggahnya dengan nada yang nyaris tanpa cemooh. Fearth memiliki masa hidup jauh lebih panjang dari manusia, anak-anak dari spesies ini bisa saja sudah berumur ratusan tahun; dan mereka berdua tahu hal itu. "You are alone, Forossa. No one can match you better. Aside from me, no one can protect you better"
"Hmpf… As if I need protection," ujarnya dengan nada bosan. Forossa mendekat ke jendela untuk menyaksikan kanvas alam di momen terindah – sesaat sebelum langit berangsur menjadi gelap – sekaligus mencari alasan untuk memunggungi lawan bicaranya. Ia tidak ingin terlihat menutupi perasaannya secara terlalu kentara. "The world is changing…," sosok pria berambut putih itu berkata dengan yakin, sebelum menempatkan diri di sebelahnya secara berhati-hati agar mereka tidak bersinggungan, "Together we can create a better one."
"I'm the last fearth. My decision won't be affecting just myself, but my…–what's left of my clan," dan sesungguhnya memang tidak banyak yg tersisa.
"So you are saying that you'll consider my proposal if there's another fearth?" Makhluk cantik ini sempat mengalami masa puncak kejayaan dan kejatuhan mereka. Terutama yang jantan dari spesies ini dianggap memiliki afiniti angin yang terlalu liar. Mereka yang tersisa tidak lebih dari trofi untuk diperebutkan atau lebih buruk – diperjual belikan. Nasib bagi mereka hanyalah untuk dikuasai atau diburu karena dianggap berbahaya. Raja Leodimus Bahel menggelengkan kepalanya perlahan, ia yakin bahwa tidak ada fearth yang masih berdiri tegak dan bernapas di dataran Arletha, selain makhluk ini, yang keberadaannya hanya diketahui oleh dirinya dan segelintir orang kepercayaan.
Forossa membiarkan pertanyaan itu menggantung. Ia meraba bingkai jendela –satu-satunya jendela di ruangan tersebut yang bagian bawahnya terbuka seluruhnya hingga mencapai lantai. Lubang di dinding itu lebih menyerupai pintu dengan akses langsung menuju hamparan pekarangan; kalau kau yakin bahwa jatuh dari ketinggian 50 meter tidak membuatmu mati. Fasilitas yang amat berguna untuk menghilangkan kawan main catur yang membosankan; antara terlalu sering kalah atau sebaliknya – terlalu sering menang. Atau mungkin jendela ini sengaja dibuat spesial bagi fearth tertentu.
Forossa melemparkan pandangan bertanya kepada Bahel, yang langsung dijawabnya dengan sebuah tantangan, "Dare to try?" Menanggapinya, fearth itu sempatkan diri melihat ke bawah dengan ekspresi takut yang dibuat-buat. Tawa renyah keluar dari mulutnya. "What?... Oh, you plan to throw me away from this window?" godanya.
"I do love to see you fly," ujarnya sambil mengambil tangan kanan sang wanita – lalu mendaratkan kecupan ringan di buku tengah antara jari manis dan jari tengahnya. "… as long as you flying back to me," dengan kata-kata terakhir itu dia melepaskan pegangan tangannya perlahan dan membiarkan Forossa terjun bebas dari kastil setinggi sepuluh lantai.
Bukan teriakan penuh kengerian yang didengarnya, melainkan seruan riang. Sesaat sebelum menyentuh tanah keras di bawahnya, Forossa membentangkan kedua sayap utamanya – dua meter panjangnya di setiap sisi. Sayap yang lebih kecil yang awalnya membingkai wajahnya, kini juga terurai dan bergerak sesekali menyeimbangkan arah terbangnya. Mantel yang tadi dikenakannya kini terlipat rapih di lengannya, tidak lagi menyembunyikan gaun lembayung pucat dan putih satin yang menghias tubuhnya, dan terutama kedua sayap di punggungnya. Dia melakukan gerakan courtesy di udara sebagai tanda undur diri.
"I wish you can fly with me someday"
"Yeah, me too"
... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
Gadis itu sudah lama pergi ketika Bahel menemukan seutas rambut fearth yang tertinggal. Diambilnya rambut itu untuk disimpannya di dalam sebuah kantung beludru. Lalu ditangannya benteng hitam – satu dari dua bidak hitam yang tersisa – maju bebas hambatan untuk menggulingkan raja putih.
"Skak Mat" lalu dilemparkannya kedua bidak itu ke tumpukan bidak-bidak lainnya, menyisakan hanya raja hitam dan ratu putih di arena.
.
.
.
.
Note: Percakapan yang ditulis dalam bahasa Indonesia merupakan percakapan berbahasa Vienna, sedangkan yang ditulis dalam bahasa Inggris terjadi dalam bahasa Arkana.
inspired/based on roleplay group: http:// arletha-chronicles.deviantart.com
KAMU SEDANG MEMBACA
Arletha Chronicles [Discontinued]
RomancePilot Story dari "Arkanum", menggunakan sudut pandang orang ke-3. Discontinued dan lanjut ke "Arkanum"