Part 4

828 107 12
                                    

"Krist,ikut aku cepat" Singto berjalan dengan tergesa sambil memasang dasinya.

Krist yang sedang menikmati kopinya langsung berdiri mengikuti Singto."kita mau kemana?" tanya Krist.

Singto hanya diam lalu masuk kedalam mobilnya.

"Hei aku bertanya padamu" Krist berbicara dengan nada keras.

Singto tidak menjawab."Krist cepat masuk kedalam lalu ambil kardus yang berada dimeja. Cepat"

Krist memejamkan matanya untuk meredakan emosi. Tapi ia tetap menuruti Singto dan masuk lagi kedalam rumah untuk mengambil kardus yang dimaksud Singto.

Setelah mengambil kardus itu Kris kembali kemobil lalu masuk duduk disamping Singto.

"Kita mau kemana sebenernya?" tanya Krist.

"Kenapa kau banyak tanya sih?" Singto mendengus.

"Karna aku penasaran" jawab Krist.

"Aku ingin menjual narkoba. Ada yang memesan narkoba padaku"  jawaban Singto membuat Krist terkejut.

"APA? NARKOBA?" pekikan Krist membuat Singto menatap tajam Krist.

"Diam. Kau hanya ikut,bukan untuk kujual"

"A-aku tidak mau ikut. Bagaimana kalau kita ketahuan lalu kita masuk penjara?"

Singto mendengus."selama aku menjual narkoba atau bahkan pistol secara ilegal aku belum pernah masuk penjara. Kau tidak usah berlebihan"

Krist mencebikkan bibirnya."T-tapi kan itu t-tidak boleh..."

Singto menatap Krist dengan pandangan sinis."kau pikir pekerjaan seperti ini yang banyak bodyguard,rumah mewah,mobil mewah bisa aku dapatkan dari mana? Tukang pemotong daging ayam?...,"

"Setidaknya jualan ayam tidak berbahaya dan beresiko...," ucap Krist drngan nada pelan.

Singto mendengus lalu tersenyum miring."semua pekerjaan ada resiko. Kau membuka bisnis kecil beresiko kau akan bangkrut walaupun kau bisa mengulang dari awal lagi. Kau bekerja menjadi tukang pemotong ayampun beresiko tanganmu terluka karena terkena pisau. Begitupun denganku...," Singto menghela nafasnya pelan lalu melanjutkan ucapannya."pekerjaanku beresiko tinggi. Aku bisa saja mati ditangan musuhku atau mati didalam sel penjara...,"

Krist menatap Singto dengan ekspresi tidak terbacanya."kenapa kamu tidak bekerja menjadi karyawan saja?"

Singto menatap kearah luar jendela."dan membiarkan atasanku menginjak-injak harga diriku suatu saat nanti? Big no. Lihatlah,aku mempunyai orang yang menghormatiku dan tunduk padaku...,"

Krist mendengus geli mendengar ucapan Singto."Singto,ketika kau ingin dihargai yang kau lakukan adalah kau harus bisa menghargai orang terlebih dahulu. Jika kau menginginkan orang baik dan menghormatimu maka kau harus bisa memperlakukan orang tersebut dengan baik dan terhormat juga. Kau hidup tidak sendiri,kau makhluk sosial dimana kau membutuhkan orang lain dalam hidupmu. Kau tidak bisa hidup sendiri didunia ini,Singto...,"

Singto menatap kearah Krist. Baru kali ini bertemu dengan seseorang yang berpikir kemanusiaan tanpa melibatkan sisi egoisme.

"Bagaimana jika aku sudah baik keorang tapi mereka tidak baik padaku? Apa aku harus melakukan hal yang sama?...," Singto langsung menatap sinis kearah Krist.

Krist yang ditatap seperti itu tersenyum lalu menatap lurus tanpa mempedulikan Singto."ya,kau harus tetap baik pada orang itu. Kenapa? Karena masalah itu tidak ada pada dirimu tapi pada orang yang sudah kau perlakukan dengan baik. Kau dimanfaatkan orang,orang itu akan dimanfaatkan lagi oleh orang lain. Hukum karma luar biasa,Singto..,"

Singto memandangi wajah Krist dari samping dengan diam. Ia tidak menyangka bahwa Krist bisa berpikir seperti ini.

"Kenapa melihatku seperti itu?" Krist yang merasakan ditatap Singto langsung menegur Singto,ia tidak nyaman.

Singto langsung membuang muka tidak melihat kearah Krist.

"Ayo keluar..," kata Singto dengan nada dinginnya. Tanpa menjawab pertanyaan Krist ia langsung keuar dari mobil untuk masuk menuju gedung kosong dipinggir kota.

Krist mengikuti Singto dari belakang. Tidak lupa ia menyimpan pistol dipinggangnya untuk melindungi diri.

"Singto Prachaya...," panggil seseorang dari lantai atas.

Krist dan Singto langsung mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa yang memanggil namanya.

Disana berdiri laki-laki berbadan kekar,Joss Wayar. Dengan jas abu-abu kakinya melangkah melalui tangga .

"Ini barangmu,aku sudah mengemasnya didalam...," Singto merebut box dari tangan Krist lalu melemparkan kearah Joss yang lalu ditangkap dengan reflek yang baik.

Joss mengecek barang itu lalu menatap kearah Singto."bagus! Aku sudah mentransfer uangnya kedalam rekeningmu dengan nominal yang sudah kita sepakati..." matanya Joss langsung mengalihkan kearah Krist dan tersenyum ramah."ah,aku baru lihat laki-laki yang berdiri disampingmu Sing. Dia siapa?"

"Bodyguard?"-Joss.

Singto menganggukkan kepalanya

"Bagaimana bisa kamu memilih bodyguard dengan badan kecil begitu? Apa dia bisa melindungimu dari musuhmu?" ejek Joss.

Krist yang tidak terima langsung maju kedepan dengan wajah menantangnya."kau meremehkanku?" Krist tersenyum miring,ia lalu merogoh pistol yang ada disaku pinganggnya dan menodongkan kearah Joss.
"Aku bisa saja menembak tepat dikepalamu tuan...,"

Singto sendiri hanya diam sambil menatap Krist. Ia tau Krist hanya menggertak Joss saja karna Krist belum bisa menggunakan pistol dengan benar.

"Krist turunkan senjatamu,Joss hanya becanda..," ucap Singto tapi diabaikan oleh Krist.

"Aku adalah anggota mafia sekarang jadi aku tidak akan mau jika harga diriku diinjak-injak oleh orang lain. Bukankah kamu mengatakan seperti itu tadi?" kata Krist tanpa menatap Singto.

Singto mendengus jengkel. Baru kali ini ada seorang bodyguard yang berani berbicaa dingin padanya.
"Terserah kau sajalah,kau kutinggal..,"
Baru saja kakinya berjalan dua langkah ia dikejutkan suara tembakan dari arah belakang.

DORRR

peluru itu tidak menembus badan Joss maupun Singto tapi peluru itu cukup membuat retak tembok yang terkena peluru. Joss tidak bernapas beberapa detik karena ia benar-benar terkejut.

"Hehe,aku keren bukan?" kata Krist dengan wajah polosnya.

"Krist? Kau.... Arghhh...," Singto langsung menarik Krist untuk masuk mobil,jika begini bisa-bisa ia stress.

"Sakit.. Lepas,kau pikir aku kambing sampai kau tarik-tarik begini?" Krist menyentakkan tangan Singto hingga terlepas.

Singto menatap Krist tajam."kau punya pistol itu dari mana?"

Krist menatap pistol yang ada ditangannya dengan ekspresi senangnya."ini milikmu. Bukankah kau mengatakan aku harus bisa menggunakan pistol?"tanya Krist dengan ekspresi polosnya.

Singto memejamkan matanya sambil memijat kepalanya."Krist,aku memang menyuruhmu untuk belajar menggunakan pistol. Tapi caramu tadi benar-benar keterlaluan. Bagaimana bisa kau mengarahkan moncong/? pistol itu kearah Joss? Bagaimana jika kau tidak sengaja menekan pelatuknya dan Joss tertembak?"

Krist yang mendengarnya langsung menundukkan kepalanya,ia menyesali perbuatannya."aku tadi hanya becanda..,"

"Jika becanda benda berbahaya itu tidak kau gunakan. Pistol,pisau atau benda tajam lainnya bisa kau gunakan saat kau merasa ada musuh atau situasi yang membahayakan bukan ketika becanda seperti tadi. Kau paham?" jelas Singto .

"Iya aku paham...," jawab Krist dengan nada pelan.

Sial,lagi-lagi ia kena marah oleh Singto.

Tbc
Sorry baru up untk cerita ini ya hwehehe.
Ditunggu buat cerita yang lain,nanti kalau udah selesai langsung gue up.
Jangan lupa vomentnya,makasih

Fallin love with my BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang