BLUE | 1

17 2 0
                                    

"JAEMIN SIALAANNN!"


Jaemin mendongak dari mangkok baksonya. Di ujung kantin teknik, ada Eric yang berlari ke arahnya. Untungnya kantin sedang sepi. Jadinya tingkah Eric yang kesurupan itu tidak dilihat banyak orang.


"Lo bemasalah sama Heejin lagi?!" Eric menunjuk wajah Jaemin dengan telunjuk. Wajahnya galak dengan napas pendek. Kecapekan karna demi Jaemin, Eric lari-lari dari taman sampai kantin.


"Ha?" Jaemin mengernyit. "Masalah apaan—"


"Bukan masalah yang gitu! Masalah selingkuh! Lo ngapain Heejin bangsat?!" Suara Eric makin tinggi. Tapi pengunjung kantin yang dikit merasa tidak terganggu.


"Oh itu," Jaemin menarik tisu lalu membersihkan sudut bibirnya. "Gue mutusin Heejin."


Eric nyaris melempar tempat sambel ke Jaemin. Namun ia tahan. "Kenapa?"


"Bosan." Jaemin tersenyum tipis. "Heejin pas pacaran ga senantang waktu pdkt."


"Wah brengsek juga lu. TAPI KENAPA PUTUS PAS MAU UTS SIH JAEM?! GARA-GARA LU HEEJIN JADI GAMAU NGAJARIN GUE!"


Eric sebagai teman Jaemin juga tau sikap asal cowok tersebut kepada cewek. Masalahnya adalah incaran Jaemin, si Heejin, itu teman Eric. Dan lewat Eric juga Heejin kenal Jaemin. Kalau gini urusannya bisa-bisa Eric yang dipenggal Heejin.


"Nyet orangnnya ngamuk-ngamuk sama gue di chat anjinggg." Eric menampilkan layar hapenya yang berisi pesan masuk Heejin. "Gak berani gue buka takut makin disumpahin!"


"Yaudah gausah dibaca."


"TERUS UTS GUE GIMANAA???"


Jaemin berdecak. Pemuda itu berdiri lalu meraih kunci mobil di atas meja. "Belajar lah. Kalau mentok ya joki. Gitu kok repot."


Eric bengong, usulan Jaemin bener sih. TAPI KAN TETEP AJA.


"Weh mau kemana lo?!" seru Eric melihat punggung Jaemin menjauh.


Jaemin menoleh, tersenyum tipis, "Balik. Ada urusan. Dah."


Belum sempat Eric menyampaikan keluhannya lagi. Jaemin udah hilang dibelokan. Meninggalkan Eric yang harus menenangkan Heejin sendirian.















PADAHAL langit mendung sedari pagi, tapi tidak ada tanda-tanda mau hujan. Entah Jaemin harus merasa senang atau tidak.


Jaemin melangkah kecil melewati tumpukan tanah bernisan di sisi jalan. Bunga dalam genggamannya masih segar meskipun dia beli pada sore hari.


Langkah kakinya berhenti tepat di batu nisan paling ujung. Jaemin menunduk, mencabuti rumput-rumput liar yang tumbuh.


"Padahal aku kesini gak lama, tapi udah banyak aja." ujar Jaemin masih mencabuti tanaman liar disekitar.


Tumpukan sampah ia sisihkan ke sudut. Selanjutnya Jaemin menaburkan bunga dalam genggamannya. Setiap inci kuburan tersebut ia selimuti dengan kelopak bunga.


"Harinya mendung tapi ga hujan, aneh ya?" Jaemin mengusap sudut batu nisan tersebut. Tawanya mengambang di udara, mengisi kesunyian pemakaman.


Jari jemarinya masih mengusap batu marmer dengan ukiran nama. "Kemaren panas. Gerah banget. Bikin seharian ga betah di kampus." lanjutnya bercerita.


Lantunan cerita Jaemin berlanjut. Mulai dari cerita mengenai harinya sampai kejadian memalukan Haechan masuk 86! karena ngebut dan nyaris nabrak warung kopi.


"Hari ini...Eric marah sama aku." Jaemin mengalihkan pandangannya. Pemuda itu menatap pohon kamboja di sisi lain pemakaman. "...gara-gara aku mutusin Heejin."


Napas berat ia hembuskan. Sorot mata Jaemin masih setia menatap kuncup bunga. Entah kenapa rasanya malu menatap ukiran nama pada nisan tersebut.


"Salah aku sih, emang." Jaemin menghela napas perlahan. "Tapi kalau aku terusin juga kasian Heejinnya. Pacaran sama orang kayak aku."


Jaemin tersenyum tipis. Nada bicaranya tenang, seolah menyembunyikan fakta bahwa ada getir di dalamnya. Kali ini ia menunduk, menatap rumput-rumput yang ada. "Nanti dia nyesel...kayak kamu."


Hening. Jaemin tidak melanjutkan ceritanya. Tenggorokannya tercekat. Padahal kalimat yang ia ucapkan tidak sepanjang orasinya saat LKMM kemarin. Tidak juga sesulit pelafalannya seperti presentasi mata kuliah 4 SKS.


Butuh waktu 15 menit bagi Jaemin untuk bisa menatap batu nisan tersebut. Ia melemparkan senyum, walau matanya menurun dibagian sudut. "Hari ini sampai sini aja ya? Kalau kesorean aku takut hujan. Aku pulang ya?"


Padahal tidak akan ada yang menjawab. Pertanyaan tanpa arti itu tergantung di udara. Seperti ucapan-ucapan Jaemin sebelumnya.


Jaemin berdiri, tangannya mengibaskan sisa tanah pada celananya. Ia meraih tumpukan rumput liar yang dicabutnya tadi. "Aku pulang ya? Nanti kesini lagi."


Setelahnya pemuda itu meninggalkan batu nisan tersebut dengan senyum. Melangkah santai menuju tempat sampah di depan pemakaman. Lalu keluar dari gerbang hitam tinggi, menuju mobilnya.






Hari ini berakhir seperti hari-hari sebelumnya.

BLUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang