BLUE | 5

15 0 0
                                    

CACA menggiti kuku jarinya. Kebiasaannya saat tengah berpikir.


Jam sudah menunjukan pukul satu, tapi gadis itu masih terjaga. Bukan untuk mengerjakan tugas atau marathon drama seperti yang biasa ia lakukan, namun memandangi layar hape dengan tulisan 'OPREC PANITIA DIES NATALIS XX'


Tangannya bergulir, membaca kolom-kolom yang harus ia isi. Sebenarnya mudah, tapi entah mengapa ia meragu.


Ditambah kalimat Jaemin beberapa waktu yang lalu membuat tanda tanya besar dikepalanya.


Jaemin, menurut info yang diberi Chaewon kepadanya, adalah anak prodi teknik sipil. Model, selebgram, dan anak dari politikus ternama.


Untuk apa dia repot-repot mengajak Caca secara pribadi? Bukannya itu terlalu berlebihan?


"Ah gatau...." gumam Caca. Kepalanya pusing memikirkan tingkah laku pemuda itu.


Gadis itu merebahkan kepalanya, menatap langit-langit kamar kosannya. Pemikirannya penuh ragu terkait Jaemin.


Di satu sisi Caca memang sudah memutuskan untuk lebih aktif di semester ini dengan mengikuti kepanitiaan, tapi di sisi lain ia tidak ingin bertemu Jaemin.


Banyak faktor, salah satunya karna Caca merasa Jaemin seperti mencari sesuatu....padanya.


Dan juga bagi Caca, Jaemin terasa familiar. Tidak asing. Seolah pertemuan mereka tidak terjadi pertama kali saat pengembalian gelang.


Tapi dimana..., batin Caca. Pernah ketemu dimana ya?






















 Pernah ketemu dimana ya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




+62 853-5543-3214

Halo! Terima kasih sudah melakukan pendaftaran dan konfirmasi. Silahkan join ke grup WA melalui link ini yaa!


Langsung join ya! Karena link akan berubah secara berkala dan akan ada informasi lanjutan mengenai rangkaian pendaftaran panitia dies natalis XX!


Terima kasih, stay safe!



SETELAH banyak overthinking, akhirnya Caca daftar juga.


Meskipun ia meyakinkan diri untuk daftar BUKAN karena kehasut ajakan Jaemin, tapi tetap saja Caca kepikiran lelaki itu.


Masih aneh rasanya bagi Caca, tapi gadis itu mencoba tidak terlalu memikirkannya. Lagipula belum pasti ia diterima kan? Bisa saja tertolak.


"Ca abis latihan makan dulu yukkkk. Kangen gacoan guee."


Caca melirik, mengamati Somi yang selonjoran dengan santai di sebelahnya. Latihan masih tersisa sejam lagi, tapi Somi udah siap pulang banget.


"Gak jadi ke makam?" tanya Caca.


"Oh?" Somi menegakkan tubuhnya. Duduk sempurna menatap Caca, "Jadi hari ini?"


"Yeonjun bilang tadi katanya hari ini."


"Gue bilang apa?"


Caca dan Somi kompak menoleh ke sumber suara. Tubuh jangkung Yeonjun berada di hadapan keduanya, menatap Caca dan Somi bergantian. "Gue ngomong apaan?"


"Ke makam hari ini? Kok lo gak ngomong ke gue?!" tanya Somi. Mata gadis itu memicing, berekspreksi menyebalkan seolah ia dikhianati Yeonjun dan Caca.


Yeonjun berdecak, "Makanya sering-sering baca message! Gue udah ngomong hari ini." sindir lelaki itu lalu menyentil dahi Somi. Membuat gadis blasteran itu memekik sebal.


"Ya kan gue gak tau!"


Caca menghela napas, memilih segera menjauh dari dua Tom and Jerry tersebut. Bisa-bisa telinganya sakit mendengar perkelahian konyol diantara mereka.



















"LO degdegan ga sih? Gila jantung gue disko anjir berasa mau jatoh ke lantai."


Ireh meracau bebas. Mulutnya sih berkata khawatir tapi ekspreksi wajahnya malah tersenyum lebar. Kontradiktif banget.


"Tapi kayaknya gue ga takut sama wawancaranya sih...lebih ke yang wawancara. Paham ga lo?" Ireh lanjut terkikik di akhir, membuat Caca bingung. Apa sangking khawatirnya gadis ini jadi gila? Enggak kan?


"Emang yang wawancara siapa sih?" tanya Caca. Jujur setelah bergabung grup sesuai arahan kemarin, Caca cuman nimbrung sekali dan setelahnya membaca sekilas jadwal wawancaranya.


Ia kedapatan jadwal sore, ruang kelas lantai 5. Bersama Ireh, anak prodi teknik lingkungan.


Ireh menoleh cepat. Wajah gadis itu menunjukkan ekspreksi masa-gatau-sih-? ke arah Caca yang dibalas gadis itu dengan gelengan.


"Katanya sih yang wawancara tuh, ketua, korlap, sama koor sie yang kita pilih." jelas Ireh. Gadis itu menyelipkan rambut sebelum bercerita kembali. "Makanya gue panik soalnya bakal ada Jaemin!"


Jaemin?


"Jaemin?! Na Jaemin?!" seru Caca. Garis wajahnya horor seolah dapat berita mengulang mata kuliah dosen galak.


"Iya Jaemin yang itu. Kan dia koor humas, masa gatau lagi sih???"


Caca rasa Ireh pasti menganggapnya super aneh sekarang. Tatapan gadis itu terlihat jelas  menilainya dari atas sampai bawah. Jika Caca jadi Ireh tentu ia akan bertindak sama.


Bagaimana bisa Caca berjanji tidak kehasut ajakan Jaemin, tapi memilih sie yang sama dengan lelaki itu? 


"Lo koor?"


"Iya, humas."


Caca berharap bumi menelannya saja.













"HALO, selamat datang. Ayo masuk, santai aja yaa gausah tegang gitu."


Caca membungkuk sedikit, menghormati ketua dies natalis tahun ini, Kak Mark. Ia lalu tersenyum tipis pada dua orang yang lain di hadapannya saat ini, Kak Yeri dan Jaemin.


Ketiganya duduk berderet menghadapi Caca, membuat suasana terasa mencekam. Walaupun Kak Mark dan Kak Yeri melemparkan senyum, tetap saja hawa ruangan terasa dingin baginya.


Ditambah lagi, Caca bisa melihat dari sudut matanya raut tanpa ekspreksi milik Jaemin.


"Wawancaranya kita mulai ya?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 09, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BLUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang