6: Pertama Kali Insomnia

29 11 21
                                    

Jaket bertulisan erigo lepas dari lengannya, ia melempar kesembarang tempat di ruang tamu. Cowok itu bergegas ke kamar mandi dulu. Kebiasaannya sedari kecil kalau habis dari luar harus cuci tangan, kaki, sekalian pipis.

Luka-luka di wajahnya bukan main-main. Tangannya menggapai permukaan dibagian sudut bibirnya yang menjadi daerah paling sensitif. Ia mengusap luka itu cepat-cepat, sangking sakit dan banyaknya sampai nggak terasa seberapa perihnya. 

"Jakartaa"

Panggilan dari depan rumah terdengar sampai kamar mandi. Tara ingat, Reksa, cewek resek, akan datang untuk mengambil barang yang 'katanya' ketinggalan. Kalau nggak cepat diladeni, Tara kasihan sama tetangganya yang ke ganggu. Suara itu sama dengan woro-woro orang meninggal di balai. Apalagi sekarang hampir maghrib. Ia membasuh wajah dan mencuci tangannya. Waktu baru datang tadi cowok itu mengunci pintu rumahnya karena jalanan dan dirumah sepi.

"Jaka-" panggil Reksa terputus.

"Katanya di teras," ujar cowok itu menyindir, seraya mencopot kunci yang terpasang dipintu. Kayaknya tadi memang ada yang bilang ada ketinggalannya diluar rumah, tapi nggak tau kok malah berisik minta bukain pintu. Lupa ingatan bisa jadi.

"Nggak ada, stopmap lo mana?" tanya cewek itu mengikuti Tara dari belakangnya. Rumah itu masih dilihatnya sepi dan singup. Ia memandang sekitar ruang tamu, seingatnya tadi sempat melihat Tara taruh dimeja. 

"Cari aja disini, gue ke kamar dulu."

Tara tidak menggubris tangan terbuka Reksa, meminta. Pandangannya ia alihkan untuk menyembunyikan wajah. Ia memilih untuk menyiapkan barang-barang dikamarnya. 

"Hah? Yah, Jak, Jakarta!"

"Ciri iji disini, ya tau. Langsung ambilin kan bisa." bibir Reksa menirukan kata-kata itu dengan manyun, jadi bebek dadakan gitu mukanya. Dari langkah Tara, dipastikan masih bisa mendengar cibiran Reksa, hanya saja ia tidak memperpanjang. Cewek itu kemudian mengangkat segala barang di ruang tamu itu. Dari koran, vas, toples permen, juga bantal sofa.

"Dih, gak rapi-an, jaket aja naruh sembarangan." ujarnya melihat ada jaket diatas sandaran kursi. 

Kedatangannya sekarang jadi semacam acara grebek rumah. Kalau nantinya ruang tamu sudah berubah wujud artinya jangan salahin dia. Bukan tanggung jawab Reksa, Ingat kata-kata Jakarta 'Ciri iji disini' . Daritadi dia juga nggak keluar-keluar dari kamar. 

Reksa menyapukan pandangannya sambil memicing ke semua sudut ruangan itu. Ia mengeluarkan tenaga dalam usaha terakhirnya. Cewek itu mengangkat salah satu sisi sofa. Barangkali keselip di kaki kursi. Ternyata sama saja, nggak ada.

"Hh. Jakarta, bisa telfon hp gue nggak?" desahnya berteriak dari ruang tamu.

Tara tidak membalasnya. Reksa mendesah panjang. 

Sebenarnya kalau ditanya butuh tidaknya, Reksa sangat butuh. Nggak mungkin dia bela-belain datang cuma buat ambil hp. Cewek itu mendekat kearah pintu kamar Tara. Ruang tamu disana tidak memiliki tembok yang menyekat area dalam rumah Tara. Jadi pasti tamu yang datang bisa melihat sisi dalam rumah tanpa mengintip.

"Jakartaa," cewek itu terus mengetuk pintu kamar didepannya, karena nggak ada jawaban. "Gue perlu banget, Jak, lo bisa bu-"

"Ribet banget lo, bisa liat ini nggak? nyari yang bener!" Tara tiba-tiba keluar dan menunjukkan stopmap yang ia ambil diantara vas bunga hias. Cowok itu memperlihatkan stopmap digenggamannya sambil menatap jengkel Reksa.

"Mata digunain, mulut aja yang lo pake." 

Cewek berambut ikal itu tertegun ditempatnya. Dua hal yang menjadi titik salah fokus. Pertama suara keras Tara yang mengagetkan itu, kedua wajahnya. Reksa sampai spontan mendekatkan kedua tangan di dadanya. Ia bisa merasakan jantungnya yang juga berirama. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 20, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SENJA DI UTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang