Episode 3

76 6 0
                                    

Episode 3 : Hanya Wadah

"Permisi."
Haru segera melompat pergi meninggalkan Naruto yang kebingungan, sementara Kawaki tampak lega ketika Haru menjauh dari tempat mereka.

"Kalian mengucilkan dia ya?" Tanya Naruto berbalik memandangi Boruto dan Kawaki.

"Enngh.. tidak," balas Boruto sambil cengar-cengir yang diartikan Naruto sebagai jawaban sebaliknya. Naruto memandang tempat hilangnya punggung gadis itu. Ia merasa ada sesuatu yang mengganjal, tapi tidak yakin dengan yang ia rasakan.

Sementara itu Haru yang sudah melompat jauh merasakan debaran luar biasa di dadanya. Entah perasaan apa yang tengah ia rasakan, debaran itu sangat menyakitkan, sehingga ia merasa ketakutan ada yang rusak di dalam dadanya.

****

"Ada apa kau ke sini?" Orochimaru bertanya heran saat melihat Haru masuk ke dalam markasnya sendirian. Wajah gadis itu yang biasanya tertutup topeng sekarang terlihat dengan jelas.

"Ada yang salah." Haru menjawab. Ia menghela nafas dan menatap tabung-tabung raksasa yang berjejeran di markas dalam Orochimaru.

"Bagaimana Mitsuki?"
Haru mendongak seketika mendengar nama itu. Senyum tipis yang nyaris tak terlihat tersungging di bibirnya.

"Dia lebih dari baik-baik saja. Kau lupa dia sangat dekat dengan mataharinya," jawaban bernada sinis itu membuat Orochimaru menghela nafas.

"Sepertinya kau tidak begitu menyukainya."
Haru berdecak. Apanya yang tidak begitu menyukainya. Sudah jelas ia membenci Mitsuki, hanya karena dia putra Orochimaru lah makanya Haru menjaga sikap.

"Itu bukan sesuatu yang perlu dibahas. "

Orochimaru mengangguk. Tak ingin memperburuk situasi.

"Ada masalah apa?"

Mereka berdua saling berpandangan sejenak. "Jantungku berdebar terlalu keras hingga rasanya sakit," ujar Haru dengan wajah tak mengerti. Ia menatap Orochimaru yang malah berbalik memunggungi nya.

"Kapan?"

"Tadi siang."

Orochimaru melirik Haru sekilas. Ia mengangguk-anggukan kepala pelan. "Itu terjadi mendadak atau saat kau bertemu seseorang?"

Haru tampak berpikir. "Saat aku bertemu seseorang."

Wajah Orochimaru sedikit terkejut. Meski dia kembali menetralkan wajahnya agar Haru tidak menyaksikan keterkejutannya.

"Kau ingin diperiksa?"

Haru mengangguk.

"Tidak perlu, intinya jika terasa seperti itu lagi nanti. Kau laporkan padaku."

Haru manggut-manggut tak paham. Padahal ia rasa penyakitnya cukup serius, kenapa Orochimaru mengatakan ia tak perlu diperiksa? Haru melirik pria itu dengan tatapan curiga. Namun menyaksikan Orochimaru masih diam, ia pun memutuskan mengenakan kembali topengnya dan keluar dari sana.

"Kau merasakannya ya?" Gumam Orichimaru memandang punggung Haru yang tampak rapuh dari kejauhan. Ia menghela nafas, seharusnya ia tak melenyapkan semuanya dari lama jika tidak ingin kerepotan pada akhirnya.

.

.

Saat Haru kembali ke Konoha dan hendak pulang ke rumah sewaannya yang murah dan sempit. Ia bertemu Mitsuki di dekat lemari minuman dingin.

"Kau menemuinya?" Tanya Mitsuki langsung. Haru berdecak, kenapa ia malah dipertemukan dengan laki-laki ini sih? Padahal ia menghindarinya.

"Hm."

"Ada masalah apa? Kau baik-baik saja?"

"Senangnya menjadi anak seseorang yang diakui. Dia menanyakanmu." Haru mengalihkan pandangannya. Ia teringat beberapa hal dibenaknya, itu membuatnya semakin terpuruk.

Mitsuki memindai Haru dari atas hingga bawah. Tidak menemukan apa pun yang mengganjal, yah itu juga mungkin agak sulit sebab pakaian Haru sangat tertutup.

"Urusi saja Matahari-mu itu, dia benar-benar pembuat onar." Haru melengos dan meninggalkan Mitsuki.

"Kau selalu bersikap dingin." Mitsuki menyusul Haru dan berjalan di sampingnya.

"Hm."

"Haru, yakin tidak mau tinggal di rumah sebelahku?" Mitsuki menahan tangan Haru yang menjuntai begitu saja. Ia merasakan sengatan saat tangan itu begitu dingin.

Perlahan Mitsuki menggenggam telapak tangan Haru.

"Tidak."

"Kurasa tempat itu terlalu sempit untukmu. " Mitsuki tersenyum lebar hingga matanya menyipit. "Kalau kau mau akan membicarakan ini dengan dia."

"Aku tidak butuh."

Lalu Haru mengibaskan tangannya dan meninggalkan Mitsuki yang tercenung menatap tangannya yang masih merasakan dinginnya tangan Haru.

Mitsuki kenal Haru. Tentu saja sangat mengenal gadis itu meski hanya dari sisi luarnya saja.

Si dingin yang tidak membiarkan siapa pun menyentuh hatinya.

Sementara itu Haru menunduk sedih begitu tiba di petak kamarnya yang sempit itu. Menatap beberapa foto dipajang di atas meja. Haru tersenyum tipis. Jika ia menyerah, mungkin semuanya akan berakhir. Tapi semuanya tidak bisa ia prediksikan.

Apa yang harus ia lakukan?

Ia hanya wadah yang tak akan ada isinya jika tidak ada yang menuangkan sesuatu ke dalamnya.

Miris.

**

Hari itu semua alumni akademi berkumpul bersama untuk mengadakan sebuah acara bersama. Mereka akan menginap lalu mengadakan beberapa permainan.

"Hoii... Akhirnya kita bisa berkumpul sesekali datte-basa!" Boruto tampak bersemangat saat mereka berkumpul. Hanya tim 9 yang tampak berdiri tak acuh di belakang. Haru kelihatan tidak peduli, Ryu dan Kato malah memperdebatkan alasan kenapa Haru tampak tidak ingin diganggu.

"Katakan saja kau ingin melihat ketua kelas, Boruto!" Goda Iwabe tertawa senang saat melihat Sumire yang wajahnya langsung merah padam. Sementara Boruto merenggut tak terima.

Mitsuki dan yang lainnya ikutan tertawa. Sementara Sarada malah bermuka masam dan tertawa dibuat-buat yang disadari oleh Cho-cho.

"Sarada-chan, kau kelihatan tidak begitu senang dengan lelucon Iwabe."  Cho-cho menoel lengan Sarada yang hanya bisa dibalas cengengesan oleh Sarada.

"Apa maksudmu Cho-cho?" Bisik Sarada melarikan pandangannya ke segala arah.

"Kau menyukai Boruto ya!"
Sarada langsung memukul lengan Cho-cho mendengar hal tersebut.

"Mana mungkin aku menyukainya. Baka!"

◕☯☯◕

Tinggalkan votmentnya dong.

Thanks.

Boruto : Behind The StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang