01

294 29 5
                                    

Assalamualaikum...

-💠-

"Ya Allah Fika, kalau duduk itu yang sopan," tegur Ummi Ana sambil berkacak pinggang disamping anak gadisnya.

Gadis yang dipanggil Fika itu menoleh dan segera menurunkan kakinya kemudian menyengir menatap sang Ummi, "Ummi Ana yang cantik, maafin Nafika dong," ucapnya dengan puppy eyes.

"Perempuan kok duduknya satu kaki di angkat kayak mau ngopi di warkop aja," sindir Ummi Ana.

Nafika cengengesan, "Ya maaf dong Ummi, kan Fika lagi khilaf."

"Khilaf-khilaf, dari kemaren bilangnya khilaf mulu, minta maaf mulu berubah kagak. Kayaknya harus segera dikirim ke pondok pesantren deh," ucap Ummi Ana.

"Astagfirullah Ummi tega banget ish, Fika tuh gamau ke pondok pesantren," gerutu Nafika.

"Ya emang pantes kamu disana, biar Ummi bilangin ke Abi buat daftarin kamu," sahut Ummi Ana. Sedetik kemudian, "ABI DAFTARIN ANAK KITA KE PONDOK PESANTREN!" teriakan nyaring itu membuat Nafika melotot tak terima.

"ABI, JANGAN DAFTARIN NAFIKA. NAFIKA GAK MAU KE PONDOK TITIK GAK PAKE KOMA!!" Nafika berteriak kencang sambil menatap tak terima ke arah Ummi nya.

Seorang pria berkepala empat itu keluar dari kamarnya karena adanya kebisingan yang diciptakan oleh anak dan istrinya. Menatap bingung dan berkata, "Ada apa? Kok ribut-ribut? Masih pagi loh," ujarnya.

"Ini nih anakmu, duduk tapi kakinya yang satu diangkat gada sopan-sopannya," tuding Ummi Ana kepada Nafika.

"Ih Ummi, kan Nafika tadi udah bilang kalo Nafika lagi khilaf," kesal Nafika.

Abi Zain, ayah dari Nafika dan suami dari Ummi Ana itu memijit pelipisnya, "Sudah-sudah, ini masih pagi jangan bikin Abi darah tinggi," keluhnya. Ia menatap putrinya, "Nafika kan udah gede, harusnya mengerti adab seorang wanita," tutur Abi Zain membuat Nafika menunduk merasa bersalah.

Nafika akan lemah ketika sudah dihadapan Abinya. Namun ia kembali mendongak ketika suara Ummi Ana kembali terdengar.

"Nah itu, seharusnya udah ngerti adab wanita."

"Semerdeka Ummi aja." Lebih baik Nafika mengalah, percuma saja ia berdebat dengan Ummi nya.

Abi Zain tersenyum melihat kedua wanita di depannya, "Nafika sayang, sana bangunin adikmu Hasby. Sudah jam setengah 7, sebentar lagi kita sarapan," ujarnya kepada sang putri.

"Ck, kebiasaan tuh bocah tidur setelah sholat subuh," dumel Nafika.
"Nafika, nggak baik loh ngedumel itu," peringat Abi Zain.

Nafika membalasnya dengan senyum kaku kemudian pamit untuk pergi ke kamar adiknya.
Muhammad Hasby Zulfikar. Anak kedua dari Abi Zain dan Ummi Ana. Lelaki yang baru menginjak umur 15 tahun itu memiliki sifat sama seperti Nafika. Bedanya, Hasby orangnya tidak pemalas tapi sekali tidur susah sekali untuk bangun. Seperti saat ini, sudah menjadi kebiasaan Hasby tidur setelah sholat subuh karena ia sering tidur tengah malam.

Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Nafika langsung masuk dan menghampiri adiknya yang tengah tertidur pulas dengan sarung dan baju Koko yang masih melekat di badannya.
"Tuman!" desis Nafika.

Nafika mendekatkan bibirnya kesamping telinga kanan Hasby, "Assalamualaikum ganteng," bisiknya lembut.

Tidak, ini hanyalah bualan semata yang diucapkan Nafika agar Hasby bangun. Sebenarnya ia jijik dengan apa yang ia katakan tadi.

Hasby menggeliat kecil dan bergumam, "Hm, waalaikumussalam cantik" suara khas cowok itu membuat Nafika terkekeh geli.

Susah bangun, tapi kalau ada yang lagi bisik ditelinganya ia selalu menjawab entah itu sadar atau tidak sudah menjadi ciri khas seorang Hasby.

"Bangun, nanti dimarahin Abi. Kakak gamau tanggung jawab ye," ujar Nafika sambil bersedekap dada yang hanya dibalas Hasby dengan gumaman.

Nafika mendengus, ini yang tidak ia sukai ketika membangunkan Hasby.

Ia menarik tangan Hasby hingga badan Hasby sedikit bergeser. "Bangun Hasby! Bangun sendiri atau kakak tendang biar dibangunin sama lantai dingin hah?!" Nafika kesal kalau sudah begini.

"Bentaran kak, ngantuk."

Cukup sudah! Nafika lelah menahan amarah, ia mengangkat sedikit ujung gamisnya untuk memperlancar aksinya dan...

DUG

BRUK

"Aws," ringisan dari mulut Hasby tak lagi digubris oleh Nafika.

Dengan satu tendangan Hasby terhempas dari kasurnya. Iya dibangunkan oleh lantai dingin.

Nafika berkacak pinggang menatap horor Hasby yang masih meringis sambil duduk dilantai. "Makanya kalo dibangunin itu jangan bikin orang kesel, tau sendiri akibatnya!" setelah mengatakan itu, ia keluar dari kamar Hasby dan menutup pintu dengan keras membuat Hasby mengelus dada kaget.

-💠-

Dengan ekspresi kesal, Nafika duduk di kursi meja makan dengan kasar membuat Abi Zain yang baru saja datang itu geleng-geleng.

"Ada apa lagi hm? Kesal sama Hasby?" Abi Zain sudah hafal dengan alasan sikap Nafika yang kesal ketika duduk di kursi meja makan.

"Kak Nafika tendang Hasby Abi," celetuk Hasby yang baru saja keluar dari kamarnya dengan pakaian santai.

Nafika melotot, "Heh salah kamu juga dibangunin kayak kebo!" sahut Nafika.

"Nafika, kamu itu perempuan loh. Harus lemah lembut," suara itu membuat Nafika menundukkan kepala.

"Iya Abi, maaf Nafika khilaf,"

"Nah kan khilaf mulu!" cetus Ummi Ana

Nafika mendongak ingin protes tapi tidak jadi ketika Abinya menaruh ayam goreng ke piringnya.

"Sudah diem, makan."

-💠-

Dilain tempat, seorang pemuda dengan gamis hitam bergaris putih itu turun dari angkot dengan menarik kopernya. Tak lupa dengan masker hitam untuk menghindari fitnah wanita.

Menatap pembatas komplek sambil tersenyum dibalik maskernya dan berucap, "Assalamualaikum saya kembali."

Dia Muhammad Ezhar Al Baihaqi. Pemilik sifat ramah itu kembali di tempat kelahirannya. Sudah lama ia tak kembali kesini. Tidak ada bedanya dengan yang dulu. Sebelumnya ia tinggal di pondok pesantren yang berada di perdesaan. Sudah hampir 12 tahun ia menetap disana.

Ezhar menyapa setiap orang yang ia lewati. Orang-orang disana menatap bingung, siapa pemuda itu?

Pemuda itu berjalan menuju rumahnya yang berada di samping masjid Baiturrahman.

Tok... tok... tok...

"Assalamualaikum Umma, Abah?"

Seorang wanita dengan gamis biru menjawab salam dan menatap bingung pemuda di hadapannya. 'Siapa?' pikirnya.

Mengerti tatapan tersebut, Ezhar membuka masker hitamnya. "Ini Ezhar Umma," ujarnya dengan senyum tipis.

"E-Ezhar anak Umma?" tanyanya gugup.

Ezhar mengangguk. "Iya, ini Muhammad Ezhar Al Baihaqi pulang," ucapnya.

"Ma syaa Allah nak."

-💠-

Selamat datang di cerita saya yang penuh ketidakjelasan seperti dia.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 29, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

R U T E   C I N T ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang