tiga

3 0 0
                                    

"Dek, kamu nggak ada tes?" tanya Mba Nayli yang sedang memegangi botol susu yang Bang Jo minum.

"Nggak Mba, Aku lewat jalur prestasi akademik, jadi tanpa tes. Padahal nilainya nggak dipenuhi 9, tapi ternyata lulus nyoba ikut jalur itu." Perhatianku yang masih sibuk mencari chanel tv bagus teralihkan menjawab pertanyaan Mba Nayli. Teringat momen kemarin mengecek pengumuman secara online, bisa lulus tanpa tes benar-benar lawak momen menurutku. Alhamdulillah tapi, hihi.

Aku terkekeh. Lucu rasanya mengingat Aku salah satu calon mahasiswa baru tanpa tes. Merasa bangga. Padahal nilainya tidak seberapa.

"Alhamdulillah, tinggal masuk berarti. Udah disiapin semua yang mau dipake ospek?"

"Udah Mba, kampus nggak nyuruh pake aneh-aneh kok cuma jilbab hitam, kaos yang udah disediain, sam-- Astaghfirullah! Mba! Aku belum punya celana hitam!" seruku reflex menepuk jidat menggunakan remote tv karena kelupaan salah satu syarat pakaian.

Aku buru-buru membuka ponsel berniat mencari kontak Mba Sanah, seingatku dia menawarkanku celana hitamnya.

"Heboh banget, dek. Mba Nay lo punya. Pakek aja itu."

"Alhamdulillaaaaah. Makasih Mbaa." Ujarku lega.

"Untung Mba Nay nanya-nanya tadi. Untung juga Mba Nay punya celananya." lanjutku mengelus dada menenangkan diri.

"Mba, ngomong-ngomong Aku belum punya kontak Mba Nay sama Mba sanah ternyata." Aku masih men-scroll layar ponselku mencari-cari kalau-kalau tidak teliti.

"Lah, Iya. Mba juga nggak kepikiran, Sha." Mba Nay mengambil ponsel dan menyodorkan padaku layar yang sudah terpampang barcode BBM (Blackberry Messenger) milik Mba Nayli dan Mba Sanah.

Aku mengirim pesan ke Mba Sanah memastikan kesanggupannya besok mengantarku ke kampus.

"Mba, kalau misal dari sini ke kampus bisa naik apa aja selain kendaraan pribadi?" tanyaku setelah mengirim pesan melalui bbm ke Mba Sanah.

"Ada angkot, bis, sama ojek online dek. Kalau angkot kamu keluar dari sini terus ke pinggir jalan besar depan sana ikut angkot warna biru muda sebut aja kampusmu ke sopirnya. Kalau bis agak ribet dek, jalanmu agak jauh, soalnya haltenya ada 2 kilo dari jalan keluar pekarangan ini. Sebenernya lebih enak lagi ojek online, kamu dijemput di rumah, dianternya sampe depan tujuan, cuma harganya bisa 4 kali lipat dari harga angkot sama bis. Angkot sama bis emang lebih murah, tapi kalau soal waktu kita nggak bisa ngatur, mereka kan nunggu penumpang penuh."

Aku manggut-manggut mendengarnya.

"Kenapa? Mba Sanah nggak bisa anterin?"

"Belum dijawab Mba. Antisipasi aja."

"Mba juga belum nanya lagi sama dia. atau kamu dianter kak Boby aja gimana? Anak Bik Sera."

"Nanti dulu deh Mba. Aku tunggu kabar Mba Sanah aja. Kalau beneren nggak bisa biar naik angkot aja hitung-hitung belajar pergi sendiri." Jawabku mencoba menghindari tawaran Mba Nayli.

Yang bener aja Aku boncengan sama cowok, mana nggak kenal lagi. Biarpun dia anak Bik Sera, Aku kan nggak pernah ketemu. Sudah pernah pun agaknya Aku masih mencari cara buat menolak tawaran tersebut.

***

5 September 2016

Hari pelaksanaan Ospek telah tiba. Oh Iya. Aku sudah tahu apa itu Ospek.

Bersamaan Mba Sanah memberiku kaos ketika penyerahan berkas minggu lalu, ternyata saat Aku membuka bungkusnya terdapat dua buku kecil.
Yang satu berjudul tata aturan kampus, dibuku ini juga akhirnya aku tahu arti Ospek = Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus.
Kalau dilihat secara harfiah, sepertinya program ini mirip-mirip sama MOS sewaktu sekolah dulu.
Lalu buku lainnya berisi tentang petinggi yang ada dalam kampus ini.

Dua SemesterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang