Enam

3 0 0
                                    

12 September 2016 

Hari pertama masuk kuliah setelah resmi menjadi mahasiswa.
Aku berlari kecil masuk ke dalam gedung, sampai di lantai satu gedung H Aku melihat Balin bersama perempuan dengan hijab pashmina warna hijau membalut kepalanya seperti sedang membahas sesuatu yang mengesalkan terlihat dari air muka keduanya. Aku menghampiri mereka yang sudah nyaris menaiki tangga. Iya, gedung kami di lantai empat sebagaimana saat Ospek Prodi lima hari lalu. 

Balin mengenalkanku pada Meita, mereka bertemu di BAAK saat repot mengurus ketiadaan nama mereka di kelas C, padahal kartu mahasiswa jelas menunjukkan identitas mahasiswa bahwa mereka, termasuk Aku adalah calon penghuni kelas C. Di Prodiku hanya tiga orang yang menjadi korban salah teknis pihak kampus, Balin, Meita dan Aku, Aku tidak tahu apa-apa karna di hari pertama menjadi Mahasiswa aku bangun kesiangan, jadi sampai kampus hanya dapat kabar dari Balin barusan.

Aku yang ngos-ngosan bertanya-tanya kenapa kok begitu. "Sudah ayo ikut saja, yang penting masuk ajalah, salah siapa belibet penjelasan stafnya." Kesalnya.
Seperti menyadari kebingunganku Balin menginterupsi pertanyaan otakku untuk mengikutinya. Aku yang masih mengatur napas akibat lelarian--karna takut terlambat--dan menyiapkan tenaga lagi untuk naik ke lantai empat hanya manggut-manggut dan mengekor saja.

Jujur Aku gugup, meski sudah menggandeng satu teman masa ospek dan merasa sudah akrab, tetap saja, dia orang baru, Aku belum mengenal Balin lebih dalam. Aku tidak terbiasa menjadi awal perubahan, selama ini aku hanya menyambung yang sudah-sudah jika soal pertemanan. 

Sahabat baikku semasa SD adalah teman satu desa, sahabat baikku semasa SMP adalah teman masa SD, dan sahabat baikku semasa SMA adalah teman masa SMP. Meski terus bertambah dari jenjang sekolah sebelumnya, tapi Aku memiliki tameng untuk meneruskan pertemanan baru. 

Sedangkan kali ini, Aku benar-benar sendiri dari rumah. Maka Balin belum bisa Aku anggap dekat, apalagi baru tiga hari kami lewati bersama. Apalagi Meita yang namanya saja baru kutahu sepuluh detik lalu. Ah sepertinya lingkup pertemanan yang sempit cukup menyulitkan juga untuk bergaul dengan orang baru.

Gedung kelas kami berbentuk leter U, kami menaiki tangga yang melewati Lab Tari saat ospek. Ternyata sampai lantai empat, ruangnya kebanyakan kosong, sekalinya ada yang terisi rupanya kakak tingkat kami terbukti dari caranya menyapa kami dan menunjukkan kelas kami.

"Mahasiswa baru kelasnya bagian timur dek." Ujar cewek berambut pendek dengan kaos casual yang dipadankan rok mekar dibawah lutut.

Kami bertiga mengucap terimakasih dan mengikuti petunjuk cewek tersebut. Memang ada tiga tangga sebagai akses menuju lantai empat, dan ternyata kami lewat tangga yang seberang kelas kami. Ruang yang merupakan kelas kami terdapat di salah satu ruang sebelah timur. Tahu begitu lewat tangga sebelah timur, memang takdir sedang mengejek berat badanku mungkin.

Kami sampai pada ruang yang paling pinggir samping tangga, Meita menanyai cowok yang kebetulan sedang duduk di kursi kayu panjang depan kelas.

"Permisi, mau tanya, ini kelas C bukan?"

"Iya, benar." Jawab cowok itu.

"Terimakasih." Tutup Meita dan mengajak kami masuk.

Aku tersenyum sekilas ke arah cowok itu, karena memang kami sempat bertemu mata, maksud hati biar sopan.

Waah, ramai sekali kelas kami, bingung kenapa banyak sekali mahasiswa dalam satu kelas ini?

'Kita tidak salah masuk, kan?' Batinku

Akhirnya dengan langkah ragu Aku tetap mengekor Balin dan Meita yang berjalan lebih dulu.

Kami masuk ke ruang kelas sebagai mahasiswa baru, semua benar-benar baru, dari mulai teman sekelas, lingkungan, Guru menjadi Dosen, pakaian bebas pantas, tempat duduk tidak beraturan; bahwa dalam satu meja boleh di tempati oleh gender yang berbeda. Ternyata kampusku ini meja dan kursinya masih sama dengan meja kursi yang ku temui selama sekolah, bukan meja sekaligus kursi lipat seperti yang digunakan kampus di tv-tv.

Dua SemesterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang