3. BSAT : Kiss

36 18 109
                                    

Selamat membaca:)💜

Suara musik DJ begitu nyaring terdengar di telinga. Tempat ini dipenuhi orang-orang yang sedang berjoget ria tak sedikit dari mereka yang mabuk. Aku tak nyaman sekali berada di sini.

"Onaaaa, akhirnya lo dateng juga," ucap Diandra sambil menyeret tanganku ke meja bar.

"Ehemm ya," ucapku.

"Tinggal satu orang lagi?" tanya Railen.

"Heem," jawab Diandra.

"Tu orangnya," sahut Liora.

"Heyy Seth," sapa Xavier sambil bertepuk dada.

Deg.

Seth? Dia disini? Orang baru itu Seth? Oh god bantu aku. Aku memegang dadaku yang berdegup lebih cepat.

"Hey," sapa Seth sambil memegang pundaku.

"Oh, ya heyy," jawabku sedikit gugup.

Mereka semua mulai menikmati club ini. Liora, Reina, dan Railen sedang asik berjoget ria. Sedangkan Diandra dan Xavier yang sudah teler duduk di sofa club sambil berciuman.

"Mau?" tawar Seth menyodorkan segelas wine.

"B-boleh," ucapku. Aku mulai meminum wine yang di berikan Seth. Rasanya membuat tubuhku terbakar tapi aku tidak mabuk. Seth hanya tersenyum menatapku. "Mau kesana?" ajak Seth menunjuk kerukunan orang yang sedang berjoget.

"Tidak. Aku tidak suka kerumunan dan kebisingan," jawabku jujur.

"Ayolah sekali saja," ajaknya.

"Baiklah," finalku. Seth menarik tanganku ke arah kerumunan orang dan mengajakku berjoget. "Jangan kaku," katanya.

"A-aku tidak bisa," ucapku. Seth hanya tersenyum smirk, dia berjoget sambil memegangi pundaku. Sedikit demi sedikit aku mulai berjoget mengikut Seth.

"Ahh," ucapku ketika ada orang tak sengaja menyenggol ku. Aku benar-benar tak nyaman disini. Mengetahui gerak-gerik ku yang merasa tak nyaman Seth mengajakku keluar.

"Ayo kita keluar," ajaknya sambil memegang tanganku.

"Duduklah," titahnya.

"B-baik." Aku duduk di sebekhnya, kami menikmati suasana malam di temani bukan bintang dan suara motor mobil yang sesekali lewat.

"Kau tak mabuk? Tadi kamu minum 4 gelas wine," tanya Seth.

"T-tidak. Bagaimana denganmu? Apa kau mabuk? Kau juga minum banyak tadi," ucapku.

"Tidak, aku tidak mabuk," ucapnya sambil mengusap-usap kepala ku.

"Bagaimana memarmu?"

"Ahh ini, ini, sudah lebih baik. Aku pikir perbannya perlu di lepas," ucapku sambil memperlihatkan memarku pada Seth.

Seth mengembangkan senyumnya yang selalu membuat jantungku bekerja lebih keras. "Mengapa kau melakukan ini?" tanya Seth yang kujawab dengan raut wajah bertanya. "Ah maksudku mengapa kau menonjok sesuatu hingga memar?" tanya Seth kembali.

"Aku a-aku hanya emm itu," ucapku gugup. Seth mulai mengelus kepalaku dengan lembut, "Aku hanya teringat perkataan orang-orang yang membuatku sedikit emosi mungkin dan aku berusaha melampiaskan nya."

"Ck, mulai sekarang jangan lakukan itu. Kau bisa cerita padaku kapanpun kau mau. Tak usah sungkan," ucap Seth.

"Ba-baiklah." Seth tertawa renyah melihatku. Aku semakin gugup di buatnya. Dia terlalu tampan, batinku.

"Mengapa kau tertawa? Ada yang lucu?" tanyaku polos.

"Ahahaha. Ya kau lucu, sangat lucu," ucapnya sambil mencubit kedua pipiku.

Blood Sweat And TearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang