Seorang lelaki paruh baya berjalan menyusuri jalanan yang sepi. Ia berhenti di depan rumah klasik sembari tersenyum melihat kantong yang berada di tangannya.
"Pasti Ale menyukainya," ucap lelaki itu.
Lelaki paruh baya tersebut berjalan pelan. Tangan kirinya merogoh ke dalam saku celananya seperti mencari sesuatu. Setalah menemukan yang ia cari, ia memasukkan ke dalam lubang pintu. Memutar benda kecil tersebut sehingga pintu dapat terbuka.
Ia meraba dinding mencari saklar untuk menyalakan lampu.
"Papa," terdengar suara perempuan yang menyambut lelaki paruh baya dengan gembira.
"Anak papa belum tidur, ya?"
"Ale sendirian, Pa. Barusan mama telepon katanya belum bisa pulang"
"Mama?"
"Iya. Papa bawa apa itu?"
"Papa bawa sesuatu buat kamu," lelaki itu menyerahkan kantong yang dibawanya.
"Wah boneka kelinci"
"Ale suka?"
"Suka banget, Pa. Terima kasih, Papa Leo yang tampan,"
"Iya, tentu. Papa kan memang tampan sejak dulu" Leo tersenyum melihat Ale.
"Papa narsis banget," mereka berdua tertawa.
"Sudah malam, ayo tidur. Besok Ale pergi sekolah, nanti terlambat" ucap Leo setelah melihat jam dinding.
Leo mengantar Ale ke kamar. Ale meletakkan boneka kelincinya di lemari kaca bersama dengan boneka lainnya. Leo mematikan lampu dan menutup pintu kamar Ale.
Keesokan harinya, Ale terbangun karena bunyi alarm. Ia duduk di tepi ranjang mengumpulkan nyawa sebelum mandi.
Ale menyisir rambutnya yang panjang.
"Sepertinya papa belum bangun. Aku bangunin papa, deh,"
Ale meletakkan sisir di meja. Ia membuka pintu kamarnya. Berjalan menuju kamar Leo yang berada di samping kamarnya.
"Pa, bangun. Ini sudah pagi, lho," Ale mengetuk pintu kamar Leo.
"Pa, Ale masuk, ya,"
Tidak ada jawaban. Ale pun memutar handle pintu. Ternyata pintunya tidak terkunci.
"Papa kemana, ya? Kok tidak ada,"
Ale mencari Leo ke ruang tamu namun tidak ada. Ia melihat pintu rumah terkunci.
"Pintunya masih terkunci. Papa ke mana, ya? Apa papa sedang masak buat sarapan, ya,"
Ale berjalan hendak ke dapur. Namun, ia terkejut melihat Leo terkapar dengan bersimbah darah.