Happy Reading^^
.
.
.
.Malam itu udara terasa lebih dingin dari biasanya. Angin berhembus dengan kencang membawa serta daun-daun kering yang berserakan. Nampak sekali jika hari ini akan turun hujan. Terlihat dari langit yang tak menampakkan bulan dan bintangnya karena tertutup oleh awan hitam pekat. Lebih singkatnya ‘Mendung’
Sebagian besar orang mungkin akan menikmati kegiatannya sambil meminum teh atau coklat panas dirumah. Tapi sebagian mungkin juga tidak. Terbukti dengan masih banyaknya orang yang berlalu lalang mencari jajanan. Pun dengan penjual kaki lima yang sedang menjajakan jualannya.
Dua pemuda dengan usia yang berbeda itu nampak berbincang ringan sambil membereskan piring-piring yang usai digunakan makan oleh para pengunjung.
“Dev, kamu taruh piringnya di wastafel aja ya. Nanti kakak cuci kalau udah selesai bersih-bersih,” ujar pemuda berusia 18 tahun yang merupakan anak dari pemilik kedai makan tempat Devian bekerja.
“Jangan ah, Kak. Biar aku yang nyuci piringnya. Kak Bagas bersih-bersih aja,” tolak Devian.
“Kamu pulang aja, Dev. Lagian ini udah malam. Nanti kalau kamu pulang tapi gak sampai rumah gimana?” tanya Bagas.
“Nanti kalau kamu dibawa wewe gombel gimana, hayo?” godanya. Ia merasa senang saat membuat Devian kesal. Menurutnya itu lucu.
Devian menatap datar Bagas sambil menjawab kesal, “Ck, aku bukan anak kecil lagi Kak.”
Devian mengambil piring-piring dari tangan Bagas. “udah, kakak mendingan bersih-bersih sekarang, okay!” ucap Devian. Berlalu meninggalkan Bagas untuk mencuci piring.
Bagas hanya bisa menatap punggung Devian yang mulai menjauh sambil terkekeh dan menggelengkan
kepalanya. Kepalanya reflek menoleh kearah pintu saat lonceng pintu berbunyi. Menandakan seseorang masuk.Bagas melempar senyum manisnya kepada pria paruh baya yang baru saja memasuki kedainya.
"Eh, Ayah," sapa Bagas. Menghampiri pria yang ia panggil ayah. Dan menyaliminya
"Masih ada karyawan yang lain?" tanya pria tersebut.
"Iya, masih bersih-bersih. Ada juga tuh, si Mochi di belakang. Nggak mau pulang katanya," ujar Bagas sambil menunjuk Devian menggunakan dagunya.
Pria itu pun pergi kearah yang ditunjukkan Bagas. Dan menemukan Devian yang sedang mencuci piring.
“Loh, Devian kok masih disini?” tanya pria tersebut yang merupakan pemilik kedai. Ia datang untuk mengecek setelah Bagas memberitahu jika malam ini mereka tutup lebih cepat.
“Eh, Pak Hendra,” sapa Devian. “Iya nih, nanggung. Tinggal sedikit soalnya. Cuma cuci piring doang kok, Pak.”
“Mendingan kamu pulang sekarang ya, Dev. Kasian Ibu kamu dirumah sendirian. Bentar lagi juga hujan turun. Takutnya kamu gk bisa pulang,” bujuk Pak Hendra.
Ia khawatir jika Devian akan jatuh sakit. Hendra sebenarnya tidak tega melihat remaja berusia 14 tahun yang merupakan anak dari teman dekatnya itu rela bekerja demi membantu finansial sang ibu. Devian harus bisa membagi waktunya untuk bersekolah, belajar, pun dengan kewajibannya sebagai seorang anak.
![](https://img.wattpad.com/cover/273882636-288-k481866.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Devian
Teen FictionDevian hanya tau jika kehidupannya tak pernah usai akan badai yang menerpa. Satu persatu pijakan semestanya, alasan ia hidup mulai meninggalkannya. Lelah dijatuh bangunkan berkali-kali, Devian sempat ingin menyerah dengan kehidupannya. Berpikir ba...