Chapter 01

319 25 4
                                        

©desypeach

-----oOo-----

Langkah kaki yang terbatas dengan gerak kaki yang berat serta pandangan yang terbatas pula, membuat seorang pria mungil cantik tak goyah dalam perjalanan panjangnya, meski kini hujan sedang turun dengan derasnya mengguyur kota Seoul tak menjadi hambatan dalam diri Ten.

Tubuhnya serasa tak berbentuk, ngilu disana sini juga memar yang kian terlihat seiring pergerakan waktu.

Ten tak tertinggal bus, hanya saja ia begitu ingin menumpahkan segalanya pada semesta. Mencurahkan isi hatinya lewat tangisan yang berbaur dengan derasnya air hujan, rasa sakit tubuhnya tak sebanding dengan sakit hatinya.

Sudah berlalu tiga jam Ten berjalan dalam guyuran air dingin dimalam hari, menjinjing tas kantor yang sudah sepenuhnya basah. Ten tak peduli jika besok akan dimarahi lagi oleh atasannya, saat ini yang diinginkan olehnya hanya berteriak hingga pita suaranya putus.

Kaki kecil Ten yang tak terbalut sepatu memucat dan berkeriput, bibirnya berubah ungu dengan mata yang memerah sudah tiga jam pula ia menangis diantara hujan.

Langkahnya terhenti pada sebuah jembatan sungai yang begitu tinggi, memandang minat kearah gelap air sungai dimalam hari. Senyumnya terlihat namun begitu samar.

"Apa dia akan mencariku jika aku menghilang?"

Ten menunduk, membiarkan air matanya tumpah sedemikian banyak.

"Akankah dia panik jika aku tak ada dirumah?

"Apa mengkhawatirkan ku adalah dosa?"

"Jika ini dosa, aku ingin mengakhirinya Tuhan."

Isakan terdengar begitu samar ditutupi oleh serpihan air yang turun dari langit, meredam keluh kesah Ten dalam gelapnya malam hari ini.

"Tapi sebelum itu bolehkah aku egois? Aku ingin mencobanya, aku ingin memperjuangkan milikku Tuhan."

Tenggorokan Ten terasa sangat sakit dan kering, getar pada tubuhnya semakin terlihat nyata sesekali menggoyahkan pertahanan dirinya ketika berdiri.

Ten membuat janji dengan dirinya jika ia harus sudah dirumah sebelum jam sembilan malam, masih ada tugas yang harus ia kerjakan dengan cepat. Ten tak ingin mengecewakan untuk kedua kalinya.

****

Ten meringis ngilu saat tubuhnya dibanting dengan cukup keras pagi tadi, pinggang serta punggungnya nyaris patah rasanya.

Wajah yang sedikit merah dan membengkak tak dihiraukannya, fokusnya hanya pada alat yang sedang ia kerjakan saat ini, lagi pula otaknya kenapa bisa begitu bodoh. Memberikan laporan yang kotor sebab terjatuh saat ia berlari menuju kantornya tadi pagi.

Mengabaikan rasa perih pada tangannya ia mulai menata makanan diatas meja, menyiapkan makanan untuk dirinya dan juga..

"Sudah pulang?"

Ten tersenyum lembut, menghampiri suaminya dengan raut wajah lelah. Ah, Ten ingin sekali memeluk dan mengatakan 'jangan terlalu lelah, jangan paksakan dirimu' tapi ia tak berani.

"Jangan sentuh apapun yang bukan milikmu!"

Tangan Ten membeku ditempat, ia ingin membawa tas kerja suaminya tapi tak diperbolehkan maka Ten tidak akan memaksa. Ia mengangguk, "ayo makan Johnny, aku sudah siapkan sop kesukaan mu."

Ten Lee (Johnten)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang