Sehari sebelumnya..
Pria kecil berperawakan kurus dan pendek itu terlihat sedikit meringis dalam perjalanan panjangnya menuju tempat ia akan bekerja, menarik nafas dalam Ten meniup-niup pergelangan tangan ia juga berkali-kali mengusap bekas kemerahan pada kulit putih bersih yang meninggal jejak lebam yang cukup ketara.
"Aduh, nyeri sekali." Desisnya pelan.
Hari ini Ten tak mendapat perlakuan buruk seperti yang terjadi Minggu lalu, sudah lima hari suaminya tak pulang kerumah. Ten telah menelpon suaminya akan tetapi tak membuahkan hasil.
Lantas dari mana nyeri ditangannya berasal, jawabannya ada pada dua orang wanita cantik yang baru saja mencegal perjalanannya, menendang langkah si pria manis hingga tersungkur. Senior Ten diperusahaan ia bekerja, Ten baru bekerja dua Minggu dan sepertinya tak mendapat respon positif dari seniornya.
"Dokumennya!" Pekik Ten panik, beberapa lembar kertas beterbangan, "yatuhan, matilah aku!" Ten semakin panik saat melihat arlogi ditangan sudah tak ada waktu untuk kekantor tepat waktu.
Banyak kertas berhamburan dan tak sedikit juga yang basah kerena genangan air berlumpur, sebab hujan semalam.
Saat sedang mengumpulkan Ten tak sengaja menabrak pria bertubuh besar melebihi ukuran tubuhnya, dengan tubuh bergetar si pria mungil membungkuk setengah badannya berkali-kali tanpa terkecuali mulutnya yang terus mengelukan kata maaf.
Mencengkram erat rahang bawah Ten begitu kuat, si pria bertubuh besar dengan wajah merah itu memukul wajah Ten hingga tersungkur, bisa dilihat Ten jika pria itu mabuk dan tak sadarkan diri. Rasa asin dan bau karat cukup membuatnya terganggu pada indra perasa Ten, diyakini jika mulutnya penuh darah.
"Maaf tuan, aku tak melihat maafkan aku!"
"Siapa kau bisa lepas dari ku, huh? Kau mengambil uang dan seluruh barangku. BAJINGAN!!"
Ten tersentak kecil, ia tau jika umpatan itu tidak ditujukan pada dirinya. Lebih baik ia harus segara kekantor dengan cepat, "kakiku sakit sekali!" Elunya entah pada siapa, Ten berlari cukup cepat demi mengejar waktu yang sedari tadi terbuang sia-sia.
Seharusnya Bossnya bisa menghargai usaha si kecil, kan?
-----oOo-----Sudah berlangsung lima jam tapi lampu yang berada diatas pintu ruang operasi masih menyala terang, menandakan jika tugas sang dokter belum lah bisa dikatakan selesai, Doyoung termenung dengan pikiran memenuhi otaknya, teman semasa SMA nya sedang kritis didalam sana.
Doyoung tak banyak tahu tentang cerita lengkap kehidupan Ten keduanya sudah lama tak bertemu dan kedua tak begitu dekat dulu, hingga baru dua Minggu lalu ia mengetahui jika pasien adalah teman semasa sekolah menengah atasnya dulu.
Apa tidak ada orang yang menjeguk Ten? Itu yang Doyoung pikirkan, terakhir yang ia lihat adalah seorang pria berperawakan tinggi menjenguk Ten. Doyoung tak menaruh curiga terhadap orang tersebut, bahkan ia tak mengenali siapa suami Ten sebenarnya.
"Bertahanlah Ten.." desisnya diakhir helaan nafas gusar yang berkali-kali menghela berat.
Sementara itu didalam ruang operasi, dokter Moon dibantu beberapa perawat menangani pendarahan Ten yang tak kunjung berhenti.
"Kumohon.. Ten Lee, kembali lah!"
Defibrillator atau alat pacu jantung itu berkali-kali menyentuh dada memar menghitam Ten yang terekspos, menampilkan sangat jelas bekas-bekas di kulit seputih kapas Ten.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ten Lee (Johnten)
Fanfiction[Angst] [Hurt] •||Yaoi|| [Homo] ||Gay|| •Johnny x Ten •Bxb area •Johnten shipper •Homo