4

783 100 39
                                    

Jaemin merengut pura-pura kesal. Padahal, di dalam hatinya, dia merasa… bahagia. Ada seseorang yang memperhatikannya. Ah, dia benar-benar beruntung bisa bertemu dengan Jeno.

Selama seminggu, Jaemin berada di rumah sakit. Setiap hari, sepulang sekolah, Jeno menjenguknya dengan membawa buah-buahan ataupun makanan.

Dia sungguh baik, pikir Jaemin, dan aku cowok yang buruk. Mana pernah ada kecocokan?

Saat ini, Jaemin sedang kebingungan. Dia jelas-jelas tidak mempunyai uang untuk membayar biaya perawatannya. Dia tidak tahu lagi apa yang harus dilakukannya.

Jeno pasti mau menolongnya, tetapi selama ini dia sudah cukup membuatnya repot.

Jaemin termenung sendirian di tempat tidur. Lusa adalah hari kepulangannya. Bagaimana ini? Dia pun kemudian memutuskan untuk bangun darn berjalan di sepanjang lorong rumah sakit. Dengan gugup, Jaemin bertanya ke bagian administrasi.

'Mbak, biaya perawatan saya berapa, ya?'

'Maaf, nama mas siapa?' tanya salah seorang perawat sopan.

'Na Jaemin dari kamar 307.'

'Sebentar,' kata perawat itu sambil mengecek dari dalam komputernya.

Jaemin menunggu dengan cemas, lebih cemas daripada menanti hasil ujiannya beberapa tahun yang lalu. Dan, akhirnya perawat itu berkata, 'Oh, semua sudah lunas.'

Jaemin menghela napas sesaat, tetapi hanya sekejap.

'Mbak nggak bohong?' tanya Jaemin untuk meyakinkan bahwa telinganya masih normal.

'Anda menginginkan struk kopinya?'

'Ya,' jawabnya cepat sekali.

Lalu, dia pun melihat struk itu, dan terbengong tak percaya. Nominal yang tertera di sana hingga puluhan juta, tepatnya dua puluh lima juta enam ratus lima puluh dua ribu rupiah. Wuih, Jaemin sampai keder membayangkannya.

Siapa yang telah menolongku? pikir Jaemin, apakah Jeno? Ah, nggak mungkin Jeno mempunyai uang sebanyak itu.

Dia tidak bisa menemukan jawabannya, dan justru semakin menambah pusing kepalanya. Ah, dipikir nanti saja!

Sudah hampir tiga bulan berlalu. Jaemin merasa benar-benar pulih dari kecelakaan sialan itu. Dia sudah tidak sabar untuk kembali berada di tengah-tengah arena balap. Namun, sebersit pikiran tiba-tiba melintas di benaknya, mengganggu jalan pikirannya. Jeno melarangnya ikut.

Dia diurus belakangan aja, deh, batin Jaemin. Memang, kecintaannya pada dunia Rossi ini sudah mencapai taraf yang kronis. Sulit untuk disembuhkan. Jeno pun tidak akan bisa membujuknya!

'Permisi,' kata Jeno.

Dia sedang berada di depan rumah Jaemin sambil menjinjing keranjang buah. Pintunya setengah terbuka, tetapi kok seperti tidak ada orang.

Tiba-tiba, saat hendak beranjak pergi, Jeno mendengar suara Jaemin

'Tunggu sebentar!'

Jeno pun lalu dipersilakan masuk.

'Ada apa,' tanya Jaemin

'Nih, untuk kamu,' kata Jeno

Menyodorkan keranjang di tangannya. Pada saat itulah, dia merasakan tangan Jaemin yang menegang.

'You no what what?'

Jeno melihat keringat dingin mengalir turun dari dahi Jaemin.

'Ayahmu ada di rumah?' tanya Jeno.

Tiba-tiba, dari sebuah kamar terdengar suara seorag wanita.

'Siapa itu di luar, sayang?' katanya mesra.

is there happiness for me? JAEMJEN (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang