Perasaanku

0 0 0
                                    

Happy Reading

•v•

Setelah pertunjukan yang dibilang luar biasa bagi penonton--bahkan diunggah di igtv. Oh, aku tak menyangka. Rumor itu semakin mengundang tanya karena chemistry yang aku bangun dengan Azmi. Sepertinya rasa yang tercipta akan momen itu susah untuk dihilangkan. Terkadang aku tersenyum melihat bagaimana senyuman terpatri di wajahnya. Lalu tatapan yang ia lemparkan kepadaku. Terutama degup jantungku yang aku tak tahu seperti senang namun cemas. Entahlah.

Genggamannya dan ucapannya saat itu membuatku bertanya, apa dia serius dengan ucapannya? Lalu diriku, apa siap untuk jatuh hati kepadanya? Aku tak tahu.

Namun, sikapnya yang berubah menjadi seperti Azmi yang kukenal yaitu aneh dan berlagak seolah dekat denganku. Tiba-tiba ia menyuruhku untuk membantunya mengerjakan tugas temannya. Meskipun tugas tersebut pelajaran MIPA, yang lumayan kutekuni. Tapi jika itu kelas 12, hah ga paham lagi.

Beruntungnya aku dapat menyelesaikan tugas temannya. Tapi tetap saja aku tidak yakin jawaban yang kuberikan apa benar semua. Yang terpenting aku sudah berusaha.

Aku izin kepadanya menuju toilet lalu menuruni anak tangga. Kafe yang dipilih Azmi, aku menyukainya. Terasa tenang dan sejuk.

Kakiku melangkah menuju toilet yang terletak di samping kanan meja bar. Toiletnya lumayan besar bahkan terdapat kaca besar yang di depannya terdapat tiga buah wastafel. Aku pun mencuci tanganku seraya memeriksa riasan wajahku. Setelah dirasa cukup, aku keluar toilet dan hendak pergi menemui Azmi yang berada di rooftop. Namun, langkahku dihentikan oleh pelayan wanita yang berdiri di samping meja bartender.

"Permisi, Mbak." Aku menatapnya bertanya seraya melemparkan senyuman ramah.

"Iya?" tanyaku.

"Apa mbaknya yang sering datang ke sini?"

Keningku semakin berkerut. Aku baru pertama kali datang ke tempat ini. Bagaimana bisa? Tunggu, jadi Azmi sering datang ke sini bersama seorang gadis. Siapa?

"Iya. Keknya mbak yang sering datang ke sini. Mbak beneran pacarnya Mas Azmi, ya?"

Ini mbak-nya kenapa, sih? Aku'kan mau menyampaikan fakta bahwa diriku bukan 'mbak' yang dimaksudnya.

Senyumanku memudar menjadi senyum canggung. "Maaf, sepertinya mbak salah orang. Saya baru pertama ke sini dan saya bukan pacarnya Azmi," jelasku secara perlahan.

Yang benar saja aku menjadi pacaranya Azmi. Ogah!

"Loh bukannya mbak yang itu to. Tapi mirip, loh. Sama-sama cantik." Makasih untuk pujiannya, Mbak.

"Mbak yang sering datang ke sini bilangnya kalo Mas Azmi itu pacar dia. Trus mbaknya ini siapanya Mas Azmi?" tanya sang pelayan. Aku semakin penasaran dengan gadis yang dimaksud oleh pelayan di hadapanku.

"Saya cuma temannya Azmi. Saya izin permisi, ya."

Meskipun aku penasaran dengan gadis itu. Tapi menanyakannya langsung ke Azmi, aku tak berani. Jadilah, aku dengan keras menepis rasa penasaran itu.

Azmi datang ke rumahku untuk menjemputku lalu membawaku ke rumahnya. Arsya--adiknya yang memintaku datang untuk bermain bersama. Baiklah, aku menurut. Lagipun aku gabut dan bocah itu lucu. Aku baru pertama melihatnya saat di kafe namun melalui panggilan video. Saat bertemu secara langsung, ia terlihat lebih imut.

Aku hanya dapat berbincang singkat dengan bocah manis itu. Ucapannya kenapa nglantur, sih? Sampai membuat abangnya itu terlihat marah.

Akhirnya aku dibawa Azmi ke taman belakang rumah. Ia memintaku untuk mengajarinya bermain gitar. Ia terlihat tak seperti pemula, ia sudah cukup jago. Jadi, mudah bagiku mengajarinya secara cepat. Lalu kami menyanyikan lagu You and I by One Direction secara bersama.

Untuk kedua kalinya aku duet bersamanya. Bedanya aku sambil bermain gitar. Namun, rasa yang tercipta membuat cemas tapi aku juga senang. Entahlah. Aneh sekali perasaanku setiap di dekatnya.

Walaupun Azmi yang menjemput tadi, tapi ia tak bisa mengantarku pulang. Aku pun diminta untuk diantar pulang oleh supir rumahnya.

Aku tersenyum simpul, "Reina lebih butuh lo sekarang. Gue pulang, ya. Dah."

Ya, alasannya karena Reina. Yang kutahu ialah aku menggantikannya tampil saat pensi malam itu. Dia berhalangan hadir karena sakit.

Aku pun masuk ke dalam mobil dan melihatnya melalui spion berkaca hitam. Terlihat ia melambaikan tangan, aku tersenyum kecil. Kemudian mobil pun meninggalkan halaman luas rumah keluarga Randika.

Apa Reina gadis yang sering datang bersama Azki ke kafe? Apa ia yang dimaksud oleh sang pelayan kafe? Entahlah.

Tapi ia terlihat akrab dengan ibunya Azmi dan ia merengek kepada Azmi. Sebuah janji harus ditepati 'kan? Setidaknya aku sudah membuat Azmi berusaha untuk mengantar Reina pergi ke dokter. Entah gadis itu sakit apa.

Rasa penasaran itu kembali muncul. Ada hubungan apa di antara Azmi dengan Reina. Aku ingin bertanya pada supir yang fokus menyetir. Tapi sudahlah. Tak seharusnya aku kepo dengan urusan orang lain. Memang aku siapanya Azmi?

●°●

Liburan sekolah tahun ini terasa berbeda karena ada seseorang telah pergi. Perasaan baru kembali tercipta akibat kekosongan dirinya. Aku sudah mulai terbiasa dengan kepergiannya. Rivan, aku sudah ikhlas. Semoga.

Ponselku bergetar mengalihkan fokus dari layar laptop. Aku pun segera membuka notif whatsapp.

AzmiSyaqib

Malam, Ila
Maaf ganggu
Ikut gue yuk ke pantai
Tanggal 31 besok
Gue jemput sore
Mau ga?

Degupan itu hadir kembali tanpa mengetuk tanda sinyal terlebih dahulu. Jadi, perasaanku tak langsung melayang seperti ini. Refleks aku menggaruk rambut bagian atas kepalaku yang tak gatal. Haruskah aku menerima ajakannya? Aku menahan diri untuk tak tersenyum.

You

Boleh
Tapi malamnya gue ada acara bareng Reva


AzmiSyaqib

Ogheyy
Have a nica dream 🐻

Kenapa ia selalu mengirimkan emotikon beruang? Apa ia menyukai beruang? Aku sih mempunyai boneka beruang agak besar yang kadang kujadikan guling agar bisa terlelap.

Aku pun langsung mematikan data seluler pada ponselku. Kemudian mematikan laptopku dan segera pergi tidur. Besok aku akan datang ke rumah Rivan dan bilang kepada Bunda bahwa aku akan datang di malam hari. Sebenarnya aku sudah bilang akan membantu persiapan ultahnya Rivan di sore hari. Tak apa. Aku juga akan bilang mungkin aku akan telat datang. Perlahan aku mulai terpejam dan tidur nyenyak.

♤♡♤

Untuk pertama kalinya aku pergi ke pantai bersama orang asing dan itu berdua saja. Sebelum berangkat Bang Sahril kembali meyakinkanku bahwa Azmi menyukaiku. Aku berdecak dan mengabaikannya saja. Tidak mungkin Azmi menyukaiku.

Tapi aku merasakan dia seperti ghosting-in aku. Untuk apa ia mengajakku ke pantai? Lalu kenapa harus berdua? Terasa aneh saja.

Aku berusaha untuk menikmati nyamannya suasana pantai. Azmi memintaku untuk melepaskan kuncir pada rambutku. Aku berpikir sejenak. Pada akhirnya aku menuruti ucapannya. Aku berjalan menghampirinya lalu aku mendapat pujian darinya.

"Cantik."

Satu kata yang berhasil membuatku terasa terbang. Perasaan seperti apa yang tiba-tiba menghampiriku ketika bersama dengan Azmi.

Ketika kami berdua sudah mendekati ombak kecil, ada niat licik yang timpul. Dengan cepat aku melemparkan air ke wajahnya. Berhasil dan aku tertawa puas. Dengan cepat aku berlari menghindarinya. Ia terlihat berusaha keras mengejarku. Sayangnya larianku lebih cepat darinya sehingga membuat napasnya tersendat. Oh, kasihan sekali.

"Kebersamaan ini sebagai hadiah untukmu," ucapnya seraya menatapku teduh.

Perasaanku makin menggila dengan sikap manis dan romantis yang ia tunjukan.



Maaf lama publish ✌

KEMBANG APITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang