Bagian 6 - Sesuatu yang terungkap

3 0 0
                                    

 Tius merasa bosan di rumahnya, kemudian menghubungi Joseph dan Nibo untuk bermain ke rental PS, namun Joseph sedang sibuk mengerjakan PR, sedangkan Nibo sedang melakukan aktivitas tidur siang.

"Aduh, sekarang aku harus ngapain ya, coba ke rumah Jeslin ajalah" Katanya sambil mencari nomor Jeslin untuk dihubungi.

Jeslin yang menerima telpon dari Tius akhirnya mengiyakan saja tawaran dari Tius.

sekitar 10 menit kemudian Tius sudah tiba di rumah Jeslin.

"Masuk aja" Kata Jeslin yang mempersilahkan Tius untuk masuk.

"Oke" Kata Tius sambil melihat keadaan di sekitar.

"Aku ke kamar ayahku dulu untuk memberikan obat" Kata Jeslin yang nampak sibuk.

"Oke, silahkan" Kata Tius dengan santai.

Sekitar 5 menit kemudian Jeslin menghampiri Tius.

"Maaf lama, aku harus memastikan bahwa ayahku sudah tidur" Kata Jeslin dengan suara pelan.

"Oke, bagaimana kalau kita bicara di teras saja, aku tidak enak jika suara kita mengganggu ayahmu" Kata Tius yang merasa tidak enakkan karena datang di saat yang kurang tepat.

"Baiklah"

Kedua orang itu kemudian pergi ke teras rumah.

Kedua orang itu hanya berbicara tentang rencana mereka setelah lulus dan suasana sudah mulai mencair dan Jeslin sudah bisa berbicara tanpa rasa canggung kepada Tius yang selama ini dipandang sebagai pria kasar, namun kemudian suasana menjadi senyap ketika ada seorang pria yang lewat di depan rumah Jeslin. Tius melihat pria tersebut yang lewat saja tanpa memberikan sapaan.

"Dia anak sekolah kita kan yang sering tiba duluan di sekolah?" Tanya Tius yang juga sering tiba di sekolah dengan cepat.

"Iya, namanya Benny, kami dulu satu SMP" Kata Jeslin yang kemudian menjadi kaku.

"Tapi dia seperti tidak mengenalmu saat lewat tadi? Apa selama SMP kalian memang tidak dekat?" Tanya Tius yang heran.

"Justru kami saling mengenal, dulu saat masih SMP, aku, Monic dan Benny adalah teman akrab, Monic menyukai Benny sejak SMP, dia selalu bercerita tentang Benny kepadaku, namun Benny tidak demikian, hingga akhirnya Monic salah paham"

"Salah paham apa?" Tanya Tius yang penasaran.

"Aku dan Benny waktu itu sedang melaksanakan piket kelas, aku membersihkan bagian atas namun aku terpeleset dari atas meja dan Benny langsung menghalangiku, posisiku saat itu dalam keadaan seperti digendong, Monic melihat kami saat posisi itu belum berubah dan secara perlahan dia mulai menjauh" Jawab Jeslin dengan lirih.

"Lalu apa yang menyebabkan Benny menjauh juga darimu?" Tanya Tius lebih lanjut.

"Dia menolak untuk dimasukkan ke jurusan bahasa oleh kedua orang tuanya, namun kedua orang tuanya tetap memaksa, aku memintanya untuk menuruti saja keinginan kedua orang tuanya, namun dia menuduhku membela orang tuanya dengan cara berteriak, akhirnya dia menjauh dariku, bahkan saat hari pertama SMA dia tidak berbicara denganku, apalagi Monic, sejak masuk SMA aku bahkan tidak pernah mendengar dia menyebutkan namaku" Jeslin kemudian tertunduk karena sedih mengingat kejadian tersebut.

Tius menjadi bingung bagaimana cara dirinya untuk merespon perkataan Jeslin.

"Namun, Benny tidak bisa secara utuh untuk menjauhiku" Kata Jeslin yang sudah mulai bisa mengontrol suasana hatinya.

"Kenapa?" Tanya Tius yang sudah mulai bisa merespon.

"Ayahnya adalah teman ayahku, saat ini ayahku sakit dan ayahnya suka menitipkan obat melalui Benny kepadaku, sehingga dalam waktu tertentu seperti kemarin pasti dia akan ke sini dan mau tidak mau harus berbicara denganku walau hanya sebentar mengenai obat untuk ayahku" 

Tius hanya terdiam saat mendengarnya.

"Kemarin Monic sempat berbincang denganku walau hanya sebentar" Kata Tius

"Syukurlah, berarti dia mampu untuk melupakan Benny" Kata Jeslin sambil menghadap langit-langit rumah.

"Atau karena dia tidak senang melihatmu dekat denganku?" Tius mencoba untuk menebak.

"Monic menjauhiku, tapi bukan berarti dia bisa membenciku, aku mengenal Monic sejak dari SD, dia bukan orang seperti itu" Kata Jeslin sambil tersenyum.

"Lalu kenapa Benny tidak dekat dengan Monic selama di SMA?" Tanya Tius yang mencoba mencari bahan pembicaraan.

"Aku dan Benny bisa saling mengenal karena kami sering ke perpustakaan semasa SMP, kemudian Monic yang menyukainya jadi sering bersama kami ke perpustakaan, maka dengan menjauhnya Monic bagi Benny itu bukan masalah" Kata Jeslin sambil mengingat momen kedekatan mereka.

Sementara itu Benny yang sedang berjalan tanpa sengaja berpapasan dengan Monic.

Mereka berdua hanya terdiam.

"Apa kabar?" Tanya Monic dengan datar.

Beberapa menit kemudian mereka berdua duduk di salah satu kafe.

"Apa kesibukanmu sekarang?" Tanya Benny yang akhirnya berbicara.

"Aku hanya mengikuti kursus bahasa inggris di luar sekolah untuk persiapan TOEFL karena berencana kuliah di Monash, lalu kamu?" Tanya Monic yang masih kaku.

"Hanya berkeliling, kamu melihat juga kedekatan Jeslin dan pria bermotor besar itu kan?" Tanya Benny yang membuat Monic tersedak karena kaget saat meneguk minumannnya.

"Ya, kamu cemburu?" Tanya Monic yang bermaksud menggodanya agar suasana menjadi cair.

"Hanya khawatir, kamu tahu kan jika pria itu suka berkelahi selama ini" Kata Benny dengan pelan.

"Kamu suka Jeslinkan selama ini? Pasti setidaknya ada rasa cemburu selama ini" Kata Monic yang mulai bisa rileks.

"Tentu tidak, cemburu dan khawatir itu berbeda" Kata pria itu sambil menatap mata Monic.

"Lalu bagaimana dengan kejadian saat kamu menggendongnya dulu?" Tanya Monic yang masih ingat dengan kejadian tersebut.

"Menggendong? Aku hanya mencegahnya terjatuh dari atas meja pada saat piket kelas" Kata Benny yang kebingungan dengan pertanyaan Monic.

"Terjatuh?" Tanya Monic yang kaget.

"Ya, kenapa?" Tanya Benny yang semakin kebingungan, karena pada saat kejadian tersebut dirinya tidak tahu jika Monic melihatnya seakan-akan menggendong Jeslin.

"Tidak apa-apa" Kata Monic sambil menahan tangis.

"Pergilah ke WC dan bawa tisu ini, aku tahu kamu akan menangis" Kata Benny sambil menyerahkan sekotak tisu kepadanya.

Monic lalu pergi ke WC dan menangis karena kesalahpahamannya selama ini. Sedangkan Benny hanya terdiam di tempat duduknya.

"Aku tidak tahu kenapa kamu menangis, tapi aku sendiri memiliki penyesalan karena berteriak di hadapan Jeslin saat meluapkan kekesalanku akibat dimasukkan ke jurusan bahasa, hingga akhirnya kami tidak pernah berbincang seperti dulu lagi" Kata Benny yang kemudian pergi setelah Monic kembali dari WC.

Tius dan Jeslin masih melanjutkan pembicaraan mereka.

"Kamu sendiri memiliki perasaan atau tidak kepada Beny? Tanya Tius yang menyebabkan gadis itu terkejut.

"Tidak, kami hanya teman, aku tidak punya waktu untuk hal seperti itu" Kata Jeslin dengan jujur.

"Ya, aku pergi dulu, karena sekarang sudah mau sore" Pamit Tius sambil memberikan salam dan pergi menuju rumahnya.

Beberapa saat sebelum tiba di daerah rumahnya, dirinya dihadang oleh 7 orang pria.

"Masih ingat denganku?" Tanya salah satu dari mereka sambil melepaskan helmnya.

Bersambung....


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 01, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Real Bad BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang