8. Tiang Bendera

1 0 0
                                    

Anita sedang berjalan di dekat lapangan futsal, ia pergi ke sana memang sedang jam kosong di kelasnya, dari pada menikmati sorot mata pedas dari teman-teman kelasnya, mending Anita keluar bersama Putri, jalan-jalan di dekat lapangan sekolahnya. Sambil berjalan, Anita banyak muram, banyak rasa malas saja, seolah tidak bersemangat menghadapi hidupnya yang penuh dramatis ini.

"Jadi lo pulang ke rumah semalam?" Tanya Putri yang berbicara sambil menikmati minuman di botolnya.

"Iya, lo tau sendiri, gimana cara papa marah," ujar Anita. Putri menghela napas, pasti terjadi kekerasan lagi semalam, dan wajar saja mood Anita kacau sekali pagi ini.

"Lo di apain lagi sama dia?" Tanya Putri langsung tanpa basa-basi lagi.

"Di tampar, karena gue melawan. Gue cuma mau minta balikin gue ke mama, dan papa gak setuju, mana gue di tampar depan dua dedemit itu lagi," jelas Anita. Putri membuka mulutnya tidak percaya, dia sungguh kasihan dengan Anita.

"Sumpah gue enek banget sama Lily, pengen tampolin muka dia sampai jerawatan, gue muak banget tau lihatin dia," kata Putri.

"Apalagi gue?" Putri mengusap bahu sahabatnya itu, dia tahu kalau Anita tidak sekuat dari kelihatannya, buktinya Anita sering kali melakukan hal-hal yang tidak jelas saat pulang sekolah, itu menunjukkan kalau Anita memang anak yang sedang berada pada fase depresi.

"Nit, awas!" Sorak cowok yang sedang bermain futsal itu, Anita tidak cepat tanggap sehingga kepalanya hampir saja terkena bola yang di tendang oleh seseorang di lapangan.

"Woi!! Lo kalau main jangan begini dong!" Amuk Veno yang berhasil melindungi Anita, bola itu cepat di tangkap oleh Veno tadi.

Anita menatap tubuh di depannya, ia terkejut karena bola itu berhasil tidak mengenainya dan malah mengenai tubuh Veno, ia menatap Veno dengan khawatir, apakah Veno baik-baik saja setelah terkena bola itu?

"Ven, sakit gak?" Tanya Anita sambil menarik lengan Veno dan melihat tubuh cowok itu.

"Gak kok, biasa kali Nit badan gue kena bola," ujarnya dengan tersenyum manis. Anita masih khawatir, dia memberikan minumannya pada Veno.

"Nih minum," tawarnya. Veno menatap Anita dengan terkejut, pasalnya baru ini pertama kalinya Anita perhatian kepadanya.

"Makasih, lo perhatian banget, padahal gue gak apa-apa," jelas Veno.

"Gue gak mau lo jadi kenapa-kenapa karena barusan nolong gue, btw makasih banyak sudah lindungin gue kayak tadi," ucap Anita dengan lembut. Veno menyentuh tangan Anita, lalu tersenyum manis.

"Gue bakal baik-baik terus kalau yang gue tolong itu lo, jangan khawatir lagi ya," ucap Veno. Anita menatap Veno lama, memandangi wajah Veno yang berkeringat, tangannya pun terulur mengeluarkan tisu dari saku bajunya lalu membersihkan keringat yang ada di wajah Veno.

"Lo baik banget sama gue, Nit." Anita menatap ke belakang Veno, di sana ada Lilyan yang sedang marah besar melihat kemesraan Anita bersama Veno di lapangan.

"Ada Lily di belakang," ucap Anita kepada Veno lalu membuang tisu yang ia pakai tadi ke tempat sampah.

"Oh, lo mau sok mesra doang? Dih, gue hampir baper tadi," kata Veno. Anita tersenyum manis, lalu membelai pipi Veno dengan lembut.

"Ngarep lo," ucapnya. Veno menahan tangan itu, lalu mendekatkan tubuhnya dengan Anita, membuat Lilyan yang berada tidak jauh dari mereka semakin ingin meledakkan amarah ke langit ketujuh.

"Lepasin gue," bisik Anita tapi masih menampilkan senyum manisnya, ia tidak mau gagal akting di depan Lilyan. Lily mana tahu apa yang ia bahas bersama Veno, yang Lily lihat hanya senyuman manis yang mereka tampilkan dari tadi.

Broken AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang