04. Selisih

37.6K 4.3K 161
                                    

Menikah itu bukan hanya menyatukan dua manusia, dua hati, dua pikiran juga dua jiwa. Bukan hanya menyatukan dan mengikat dua pribadi namun juga dua keluarga. Tantangan yang sulit, apalagi perbedaan kesenjangan sosial diantara kedua pasangan.

Keluarga Mas Damar bukan dari kalangan biasa. Latar belakang keluarga kami berbeda, ada tembok pembatas antara keluargaku dan keluarga Mas Damar. Saat pernikahan kami, ada beberapa sanak saudara dari keluarga Ayahnya yang berhalangan hadir. Tidak mengucapkan selamat atau sekedar mengirimi pesan pun tidak.

Beruntungnya, Ibu dan Ayah dengan sangat tulus menerima kehadiranku sebagai anggota baru ditengah keluarga mereka. Juga kedua Adik Mas Damar yang menermaku dengan baik.

Sore ini, Mas Damar telah tiba dirumah membawa dua kotak berukuran besar berisi roti yang akan kami bawa sebagai buah tangan ke acara yang diadakan di vila Om Bani.

Sejak siang aku sudah mengemasi pakaian dan perlengkapan kami untuk bermalam disana. Mas Damar sekarang tengah membersihkan dirinya, aku menyiapkan celana longgar panjang dan kaus untuk malam ini. Kata Mas Damar, acaranya cukup santai hanya berkumpul dan berbincang bersama.

Tiba disana, kami disambut oleh adik dari Ayah Mas Damar, Om Bani. Beliau beserta istrinya, Tante Ayu. Mengucapkan selamat atas pernikahan kami dan meminta maaf karena tidak bisa menghadiri resepsi pernikahan kami.

Aku sedikit gugup ketika melangkah masuk ke dalam vila milik Om Bani. Didalam, sudah berkumpul semua keluarga dari Ayah Mas Damar. Melangkah melambat, aku berjalan disamping Mas Damar.

Mas Damar meraih jemariku dan menggenggamnya, menyalurkan rasa tenang yang aku butuhkan. Terimakasih, ini sangat membantu.

"Wow penganten baru udah dateng," teriak seorang laki-laki yang terlihat sebaya denganku.

Mas Damar tersenyum kecil, "Thanks Do."

Dania dan Denira, kedua adik perempuan Mas Damar datang menghampiri dan menyambut kami.

"Kak Lovita selamat datang di keluarga Adijasa," sapa Dania, adik pertama Mas Damar.

"Ayo Kak masuk!" Sekarang si bungsu Denira yang menarik tanganku dan Mas Damar.

Mas Damar tersenyum kaku dan membawaku duduk dikursi dekat jendela menuju selasar belakang. Mas Damar memang lebih suka mengasingkan diri dari keramaian. Setiap hari, ada hal baru yang aku temukan dari diri Mas Damar.

"Yang tadi teriak itu anaknya Om Bani, Yudo." Mas Damar berbisik ditelingaku.

"Itu, Tante Sita. Adik bungsu Ayah," jelas Mas Damar. "Kalau yang lagi merokok disana, adik kedua Ayah namanya Om Brendon."

Aku ingat Om Brendon atau Om Doni saat itu datang ke pernikahan kami. Hanya Om Bani dan Tante Sita yang berhalangan hadir.

"Aku ke sana ya, Mas? Mau ngasihin rotinya," izinku yang diberi anggukan oleh Mas Damar.

Menghampiri Ibu dan Tante Ayu didapur, aku menyerahkan dua kotak roti yang kami bawa sebagai buah tangan.

"Makasih ya," ucap Tante Ayu.

Aku tersenyum mengangguk, "Sama-sama Tante."

Berhubung Ibu dan Tante Ayu tengah menyiapkan santapan untuk makan malam. Aku berniat menawarkan bantuan, meskipun belum terlalu lihai dalam memasak. Setidaknya aku sudah mencoba.

"Ada yang bisa Lovita bantu ngga, Bu, Tante?"

Tante Ayu mengangguk semagat, "Kamu bisa tusuk daging itu untuk sate nanti malam."

Untung hanya menusuk daging dengan tusuk sate, mudah. Aku menikmati suasana dapur yang diisi perbincangan hangat antara Ibu dan Tante Ayu. Sesekali mereka mengajakku tertawa, karena cerita Tante Ayu yang nengatakan bahwa Yudo terpeleset dan jatuh ke dalam kolam ikan saat ia tengah memberi makan ikan-ikan kesayangannya.

Grow Old With You [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang