08. Bikin Apa?

33.8K 3.2K 61
                                    

Hari ini akan aku nobatkan sebagai hari paling malas. Kenapa? Karena Mas Damar tidak ada dirumah. Yang biasanya setiap pagi tarik selimut lalu sembunyi dileherku, yang biasanya peluk tiap mau tidur, yang biasanya lihatin aku waktu masak, tidak ada.

Tempo hari, Mas Damar pulang cepat setelah ke kantor pusat untuk pengecekan laporan keuangan dan panen bulanan. Mas Damar bilang bahwa dia mau pergi lagi. Keluar kota tentunya. Untungnya dekat, hanya 3 jam dari Kota untuk sampai disana.

"Aku harus ke Pangalengan malam ini, subuh harus udah dilokasi buat campur obat ke kebun. Kamu ngga apa 'kan ditinggal sendiri malam ini?" ucap Mas Damar ketika ia tengah menyirami bonsai-bonsai kesayangannya dengan alat semprot air khusus.

Malam ini adalah pertama kalinya aku akan tidur sendiri tanpa Mas Damar. Tidak masalah sebenarnya, keamanan di komplek perumahan ini juga cukup ketat dan sulit. Perlu access card untuk bisa masuk ke dalam komplek perumahan ini. Belum lagi, penjaga atau satpam disini mempunyai database kami sebagai penghuni. Jadi, sudah pasti. Jika bukan penghuni, dilarang masuk.

"Tolong siapin baju aku ya, Ta. Dua malam aja."

Aku berdehem pelan sambil memerhatikan otot tangan Mas Damar. Makin sini kenapa ototnya tangannya semakin kekar, sih?

"Hey," Mas Damar mencolek daguku dengan sebelah tangannya. "Kok melamun? Mikin apa hayo?"

"Mas kayaknya kelamaan di ruangan gym deh," protesku.

Satu fakta lagi yang perlu kalian tahu. Dilantai dua rumah kami, Mas Damar membuat satu ruangan khusus untuk gym dengan alat kesehatan yang komplit. Treadmill, barbel, plates, bench press, power rack, tricep bar, dumbell dan gym ball.

Saat kutanya untuk apa fungsi gym ball jika hanya jadi pajangan saja. Toh tak pernah Mas Damar sentuh, juga aneh rasanya jika Mas Damar menggunakan gym ball. Kayak Ibu-ibu senam saja. Lalu, Mas Damar dengan wajahnya yang berseri menjawab 'nanti kalau kamu hamil, pasti butuh. Jadi ngga perlu beli karena udah aku siapin.'.

Iya, Mas Damar. Iya.

Sekarang kutatap Mas Damar yang tengah mengerutkan alisnya bingung, "kenapa memangnya kalau aku terlalu lama di ruangan gym?"

Kusentuh lengan Mas Damar yang terbalut kaus hitam pendek. "Ini, lihat. Makin besar."

Mas Damar memincingkan matanya curiga. "Ini tak-tik kamu, 'kan?"

"Hah? Tak-tik apa, sih?"

Mas Damar menegakkan badannya dan menyimpan kembali alat semprot itu ke atas meja konsol samping pintu keluar. Ia berbalik ke arahku dan berkata, "Kamu ngga mau aku pergi, ya? Takut kangen ngga ada yang peluk?" Tanyanya jahil.

Kupukul saja sekalian dadanya yang semakin bidang dan keras. Hobi sekali sih buat aku malu sendiri? Kan memang iya! Sudah biasa dipeluk sebelum tidur soalnya.

Setelahnya, Mas Damar menggendongku lagi. Menuju tempat kami bertempur. Sebelum ia pergi nanti malam.

Baiklah, sudah cukup kilas baliknya.

Sekarang sudah pukul delapan malam lebih, Mas Damar baru saja tiba di rumah. Aku menyambutnya didepan pintu dengan senyum yang berseri. Setelah ditinggal selama dua hari untuk pertama kalinya, akhirnya aku bisa memeluknya lagi.

"Kamu udah makan?" Tanya Mas Damar masih memelukku.

"Udah, kamu udah makan juga 'kan Mas?" Pasalnya satu jam yang lalu Mas Damar mengabari ia sedang rehat di peristirahatan dalam tol sekalian mengisi tenaga.

Mas Damar mengangguk. "Langsung tidur aja?"

"Mandi dulu," cegahku saat Mas Damar tengah membuka pintu kamar.

Grow Old With You [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang