Tujuh

23 9 4
                                    

"Kamu seenaknya berlaku sesukamu. Seolah aku hanya mainan yang berjalan sesuai kendalimu dan sialnya aku terus saja menurutinya."

*
*
*

Bian menatap Melody yang menunduk di sampingnya. Ia raih tangan Melody lalu digenggamnya pelan. Selanjutnya melangkah menuju mobilnya di seberang jalan. Keduanya saling diam hingga masuk ke dalam mobil.

Melody menatap ke luar jendela. Gerimis di luar sana mengingatkannya pada Genta. Cowok itu pasti hujan-hujanan karena dirinya. Harusnya tadi ia tak perlu mengiyakan ajakan Genta untuk makan di luar. Pasti hal ini tidak akan terjadi. Melody tak berani menoleh pada Bian. Ia takut. Takut jika cowok itu mengambil keputusan sepihak yang belum siap ia terima.

Bian belum melajukan mobilnya. Hening. Melody meremas tangannya, ia gugup. Hingga pada detik kesekian Bian menyalakan mobilnya dan mulai melaju pelan. Hening. Tidak ada yang mau bicara lebih dulu. Melody yang diam karena takut, sedangkan Bian yang tengah memikirkan sesuatu yang ia tolak untuk dipikirkan.

Beberapa menit kemudian, mereka sampai di depan rumah Melody. Gerimis kecil-kecil masih membasahi di luar sana. Melody menoleh sekilas lalu keluar dari mobil Bian. Sedangkan Bian sendiri hanya diam dengan tatapan lurus ke depan.

Melody hendak masuk ke dalam rumahnya, tapi sebelumnya ia menoleh ke belakang, Bian masih di sana. Melody menghembuskan napasnya pasrah. Tidak mau memperpanjang masalah, ia melangkah pelan memasuki pekarangan rumahnya.

"Mel!" Suara seseorang menghentikan langkah Melody. Gadis itu terkejut dan refleks menghentikan langkahnya. Tatapan Melody perlahan menunduk, sial lagi-lagi dia ketakutan. Hingga ia melihat tubuh jangkung Bian berdiri menjulang di depannya.

Bian menatap Melody yang menunduk sedari tadi. Rintik-rintik gerimis mulai membasahi surai lembut gadis itu.

"Maaf," ujar Bian lirih. Ia ikut menunduk, matanya tertuju pada sepasang sandal lucu bergambar hello kitty milik Melody.

Melody mengangkat wajahnya beralih menatap Bian yang ikut menunduk. Cowok itu juga sama, keduanya hampir basah di bawah gerimis yang tak seberapa ini.

"Melody yang minta maaf, Kak." Melody berujar pelan. Bian beralih menatap Melody hingga manik mata mereka bersitubruk dalam satu tatapan. Di bawah gerimis dan gelapnya malam hanya suara tetesan gerimis yang membasahi bumi serta sinar lampu temaram di sudut depan rumah Melody.

"Gue yang salah, Mel. Gue...." Bian mendadak terdiam, bayangan wajah Mentari dan kejadian tadi muncul bergantian seiring dengan tatapan Melody yang kian lama kian candu bagi Bian. Kenapa setelah hampir tiga tahun, baru hari ini ia menyadari tatapan Melody adalah tatapan paling tulus yang pernah ia jumpai.

"Udah, Kak. Melody aja yang minta maaf. Udah malem, Kakak pulang gih. Nanti dicariin Tante Sindi, lho." Melody tersenyum manis dan Bian semakin tersepona dengan itu semua, ralat terpesona maksudnya.

"Oke. Gue balik," ujar Bian lalu mengusap surai Melody pelan, "masuk gih."

Melody mengangguk lalu membiarkan Bian melangkah ke arah yang berlawanan dengannya.

"Melody," panggil Bian lembut. Cowok itu sudah di belakang Melody sekarang.

Keduanya tidak saling berbalik badan hingga Melody bersuara, "ya?"

Secret LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang