2

59 12 12
                                    

Elina baru saja selesai membereskan peralatan laki-laki milik Abra di apartemennya. Hari ini ia akan kedatangan seseorang yang sudah lama ia kagumi. Jelas saja jika ia ingin meninggalkan kesan baik.

Tepat setelah Elina selesai mempersiapkan dirinya, bel apartemennya berbunyi. Dengan perasaan senang yang bercampur detakan jantung menggebu, Elina mengatur napasnya. Ia nampak gugup kali ini.

"Baiklah, Elina. Kau pasti bisa! Ayo semangat untuk hari ini Elina Berliana!"

Bel berbunyi dua kali saat ini. Sekali lagi, Elina mengatur napasnya saat akan membuka pintu. Senyum yang dari tadi sempat merekah, kini meredup tepat ketika ia membuka pintu. Elina menampilkan wajah datarnya.

"Kau berdandan demi menyambutku? Ah, rasanya aku sangat tersanjung. Sini kuberi pelukan gratis untukmu."

Elina menjauh dua langkah dari Chand yang merentangkan tangannya. Wajahnya benar-benar tidak mengeluarkan ekspresi apapun saat ini. "Mau apa kau di sini? Aku tidak menghubungimu, jadi kenapa kau datang?"

Abra terkekeh. Ia melangkah mendekati Elina dan memeluknya, lalu ia mengusap pelan rambut Elina.

"Terima kasih sudah menyambutku. Jadi, kamar mana yang sudah siap?"

"Abraham, kau benar-benar, ya!"

Abra terdorong ke belakang setelah Elina melepaskan tubuhnya secara paksa. Kali ini, Abra baru menyadari kalau mimik perempuan Berliana itu nampak datar dan tak mengeluarkan ekspresi apapun.

"Hei? Kau kenapa? Kenapa aku jadi didorong?"

"Kau datang di waktu yang tidak tepat, Abra! Sekarang cepat pergi atau aku tidak mau menemuimu lagi!"

Kening Abra berkerut. Ia nampak tidak percaya akan kalimat yang keluar dari mulut Elina. "Lin, ini kah sambutanmu? Tega sekali."

"El?"

Elina dan Abra kompak menoleh ke arah suara. Di sana terlihat sosok laki-laki yang memakai jas berwarna abu-abu. Tangan kanannya menggandeng perempuan kecil yang tersenyum begitu melihat tubuh Elina.

"Mama!"

Abra hampir saja tersedak ludahnya sendiri. Rahangnya pun juga seperti mau jatuh saat anak kecil itu memeluk Elina yang masih terkejut. Tak bisa ia percaya dengan penglihatannya saat ini, bagaimana bisa ada anak kecil memanggil Elina dengan sebutan mama?

"Mama ke mana saja? Kata papa, mama sibuk bekerja makanya tidak bisa menemani Chels main." Elina terpaku dengan mata jernih si kecil. Mata yang memancarkan bahagia juga sedih di saat yang bersamaan itu kini meminta penjelasan padanya.

Elina tahu, kalau si cantik di hadapannya itu adalah anak dari owner tempatnya bekerja. Elina juga beberapa kali bertemu dan bermain dengan si kecil, namun Elina baru kali ini dipanggil mama oleh Chelsea, anak dari Yashril Purnawita.

"Chelsea, tidak boleh seperti itu pada Aunty Elina. Ayo sini sama papa," tegur sang papa. Tangan si papa mencoba menarik tubuh anaknya yang masih mendekat erat pinggang Elina.

Melihat Chelsea yang tidak ingin melepaskan dirinya, Elina menahan tangan Yashril, mengelus punggung tangan itu dengan kesan menenangkan. Sembari tersenyum, Elina mengeluarkan vokalnya, "Tidak apa, Kak. Jangan dimarahi Chelsnya."

"El, tapi ...."

Elina menggeleng. Tangannya menepuk pelan punggung tangan berurat itu. "Biarkan saja. Chels hanya rindu aku." Yashril hanya bisa mengangguk pasrah. Putrinya memang akhir-akhir ini lebih banyak memulai afeksi pada Elina. Bahkan, dirinya sempat terkejut saat tadi Chels memanggil Elina dengan sebutan mama.

Nuraga (Chanji) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang