Genap sudah sebulan, Abra kehilangan kabar Elina. Dirinya makin menjadi tak karuan saat tahu ia berbuat salah pada temannya. Katakan saja ia yang tidak bisa meredam egonya, dan kini hasilnya adalah Elina menghilang dari jarak pandangnya.
Tentu Abra tidak diam saja, begitu mengetahui Elina tidak ada di apartemen perempuan itu. Ia bahkan sempat menghubungi Yashril tentang keberadaan Elina. Namun, Yashril sendiri tidak tahu, katanya, Elina sudah tidak masuk bekerja lebih dari tiga minggu.
Abra begitu gelisah, ia merasa jika hilangnya Elina adalah karenanya. Orang suruhannya tidak bisa menemukan keberadaan Elina, lantas ia harus apa?
Arumi menatap cemas wajah tak bergairah milik tunangannya. Dengan langkah ragu, tungkai kakinya melangkah mendekati Abra yang sedang termenung di depan jendela. "Kau merindukannya?"
Abra hanya diam, hatinya mengangguki pertanyaan Arumi, namun mulutnya enggan terbuka. Sangat merindukannya, batinnya mengadu.
"Lupakan, Chand. Kau sudah berjanji padaku, kau bilang akan menikahiku setelah dua tahun menjalin hubungan intim dengan Elina. Hentikan, Chand." Arumi meraih bahu tegap Abra, dibaliknya tubuh tinggi itu sehingga mereka dapat bertemu tatap. "Pada dasarnya, baik aku maupun Elina, akan merasa tersakiti oleh sikapmu."
Abra terdiam. Arumi benar, namun sisi egoisnya membantah. Ia hanya ingin Elina bertahan di sisinya tanpa harus melepas rasa baru pada Arumi.
"Aku hamil, dan ini anakmu. Mungkin Elina sudah mendengarnya, bisa jadi ini alasannya menghilang."
Abra menatap tajam Arumi. "Kenapa kau bilang padanya?"
Arumi terkesiap, Abra di hadapannya seperti sosok orang lain. Tatapan tajam itu tidak pernah diterimanya, selama ini Abra akan memandangnya dengan tatapan lembut dan penuh rasa. Arumi melangkah mundur saat Abra selangkah maju mendekati dirinya." Cha-Chand," gumam Arumi.
"Kenapa kau memberitahunya, Arumi Gentala? Aku sudah pernah bilang, jika memberitahunya adalah urusanku."
"Lalu, kapan kau akan memberitahunya? Kapan, Chand? Kau selalu mengelak saat aku bertanya tentang hal itu. Kau tidak akan bisa bilang pada Elina, karena kau tidak sanggup untuk melepaskannya."
Abra menatap Arumi dengan mata yang tak bisa diartikan. Perlahan, aura di sekelilingnya menurun, tidak seperti saat ia bersitegang dengan Abra tadi. Apa Abra mengakui, bahwa sebenarnya laki-laki Kalendra itu sudah jatuh pada pesona teman kecilnya? Arumi tersenyum miris saat menyadari.
Arumi memantapkan diri untuk menatap kembali netra tegas milik Abra. Ada sebersit rasa gugup pada dirinya saat ini, namun hal itu semua sirna kala menyadari adanya sosok kecil dalam perutnya. "Ayo, menikah, Chand. Anak ini butuh dirimu sebagai ayahnya. Lupakan tentang Elina dan perasaanmu padanya."
*
Yashril dibuat kewalahan saat putri semata wayangnya merengek ingin bertemu dengan Elina. Ini sangat tidak mungkin, mengingat Elina menghilang begitu saja semenjak terakhir kali mereka bertemu. Ponsel si perempuan Berliana tidak aktif dari keesokan harinya hingga saat ini. Ia benar-benar tidak bisa memprediksi kenapa Elina bisa menghilang seperti saat ini. Apakah perempuan itu dilanda masalah yang sangat besar?
"Papa, Chels mau mama. Ayo kita ke rumah mama."
Yashril menepuk punggung putrinya yang kini sedang ia gendong. Tadi, Yashril tidak tahu harus berbuat apa untuk menenangkan putrinya. Ia sangat kewalahan kala sang putri menariknya menuju pintu untuk pergi menemui Elina. Alhasil, ia hanya menggendong Chelsea dan menepuk punggung anaknya seraya berkata kalau Elina sedang tidak bisa diganggu karena pergi untuk mengerjakan tugas yang diberikan bapak guru. Awalnya Chels percaya, namun ia merengek kembali ketika sadar ini sudah terlalu lama perihal mengerjakan tugas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nuraga (Chanji) ✔️
FanfictionCompleted Elina, Chand dan kisah mereka. *** - Diksi tidak tepat - Typo bertebaran - Bahasa baku - OOC - AU *** Inspirasi - New Club Hope, Danna Paola - Know Me Too Well - OST Salaam Namaste - My Dil Goes Mmm - Lenka - Trouble is a Friend ...