Menjadi barista selama lebih dari sepuluh tahun membuat Gema sadar, bahwa menjadi barista lebih dari hanya sekedar meracik kopi. Menjadi barista juga tentang bagaimana mendengarkan pengunjung, dan menjadi kamera untuk setiap gerak-gerik pengunjungnya.
Hal inilah yang membuat Gema betah berlama-lama di kafe miliknya, Foreshore.
Menurut Gema, segala macam penghargaan yang diterimanya adalah bonus, karena kebahagiaan Gema ada di sini, di kedai kopi yang selalu membuatnya menjadi manusia.
Seperti hari ini, Gema menangkap wanita favoritnya dua tahun terakhir, Lula, seorang penyiar radio swasta ibukota yang juga seorang penulis sebuah novel bestseller setahun lalu, sedang fokus dengan laptopnya. Wanita berambut bob ditutupi kupluk itu sibuk memencet-mencet tuts keyboard dengan wajah bingung.
Membuat Gema gemas, dan tidak kuasa untuk tidak menghampirinya.
"Ada yang salah dengan laptopnya?"
Lula mengangkat wajahnya. Raut kaget karena kedatangan Gema yang tiba-tiba berubah menjadi tatapan memelas. "Laptop gue mati total. Kayaknya kena motherboard nih." keluhnya.
"Perlu kontak servis laptop?"
Lula mengangguk bersemangat.
Gema menyebutkan nomor seorang kenalannya. Menjadi barista juga membuatnya memiliki banyak relasi. Mulai dari mahasiswa, hingga ekspat perusahaan bergengsi.
"Perlu tambahan kopi?"
Lula terlihat berpikir, kemudian menggeleng. "Gue nggak bisa lanjutin naskah, berarti malam ini bisa langsung tidur. Kopi bisa bikin gue melek sampe pagi." katanya seperti berbicara pada diri sendiri.
"Karena laptop lo rusak, berarti nggak bisa lanjutin naskah, berarti lo ada waktu buat ngobrol sama gue?" tanya Gema dengan mengikuti gaya bicara Lula barusan.
Lula terbahak. "Boleh, boleh. Gue juga ada utang waktu sama lo. Inget pas lo mau ngomong sesuatu sama gue tapi Reno dateng, jadi kita nggak jadi ngobrol?"
Gema mengangguk. Ia sangat ingat. Karena saat itu, Gema bermaksud mengutarakan perasaannya pada Lula. Namun, Tuhan seperti tidak mengizinkannya. Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali Gema mencari kesempatan itu. Tapi entah kenapa, malaikat (atau setan?) berkonspirasi untuk menghalanginya.
"Jadi mau ngomongin apa?"
"Gue suka sama lo La. Sejak pertama lo dateng ke sini dengan kikuk, dan meminta izin ke gue untuk berlama-lama di sini buat nyelesein naskah lo..."
Kali ini nggak boleh gagal.
Namun wajah Lula yang terpana membuat Gema menciut. Ia tidak terburu-buru kan?
*
Lula menatap Gema dengan sungguh-sungguh. Seharusnya menolak Gema bukanlah hal yang sulit. Apalagi setelah latihan puluhan kali bersama Reno sejak kemarin hingga sore tadi, beres siaran. Tapi Lula memikirkan perasaan Gema, dan kedekatan hubungan mereka dua tahun terakhir.
Gema yang sering menemaninya menyelesaikan naskah, Gema yang memberinya ruang diskusi saat mengalami writer's block, Gema yang memberikan masukan tentang naskahnya...
"Gue ngerti kok La. Gue harap kita masih bisa temenan ya." Kalimat yang keluar dari mulut Gema membuat Lula mengembuskan nafas lega. "Lo setegang itu?" Gema terkikik geli.
Lula mengangguk kuat-kuat. "Terakhir gue nolak cowok, cowoknya ngejauhin gue. Padahal gue sneeng banget temenan sama dia..."
"Gue ngerti kok. apalagi kalo liat Reno--"
"Kok jadi Reno?" potong Lula cepat.
Gema terdiam. Mungkin saat menciptakan Lula, Tuhan tidak menyertai Lula dengan kepekaan, hingga Lula bisa se-buta ini dalam membaca perasaan manusia.
"Jadi Reno juga cuma temen lo?"
Lula mengangguk penuh keyakinan.
Gema tertawa melihat kesungguhan Rena. Juga menertawakan nasib Reno, yang berteman lebih lama dengan Lula. "Reno yang deket bertahun-tahun sama lo aja nggak bisa lo baca ya La. Gimana gue yang pendatang baru..."
"Maksud lo gimana sih?"
Gema geleng-geleng kepala dan tersenyum kecil. "Biar Reno aja yang jawab sendiri." Gema mengangkat dagunya ke arah pintu yang searah dengan pandangannya. "Tuh orangnya dateng."
Gema mengenal Reno sebagai paket perkenalannya dengan Lula. Lula menulis ditemani Reno yang sibuk berbicara dengan temannya yang lain --yang datang silih berganti.
Gema sempat mengira Reno sebagai pacar Lula, namun Lula menyanggah dengan berapi-api. Sehingga Gema percaya, bahwa hubungan keduanya hanya hubungan platonik antar sahabat.
Tapi keberadaan Reno yang selalu hadir bersama Lula, walaupun Lula mampu untuk hadir sendirian, membuat Gema yakin, bahwa Reno memiliki perasaan lebih untuk Lula.
Gema mengetuk laptop yang hendak Lula gunakan itu. Gema tahu laptop yang tergeletak di meja adalah laptop lama Reno.
Laptop kesayangan gue nih. Spek dan harga terbaik. Apalagi belinya pake keringet sediri.
Gema ingat ucapan Reno pada temannya dua tahun lalu. Reno sedang menunggu Lula saat itu. Sedangkan Gema? Sedang meracik kopi sambil menajamkan telinganya.
"Ini salah satu tanda kasih sayang Reno loh, La" ucapnya penuh teka-teki. Kemudian Gema beranjak dari duduknya.
Gema dan Reno sedikit bertukar sapa, kemudian Gema kembali ke pantry. Sedangkan kursi yang diisi Gema kini diisi Reno.
Gema melihat gerak-gerik gelisah Lula. Lula adalah wanita yang menakjubkan. Berbeda dengan wanita kebanyakan, Lula selalu bergerak berdasarkan fakta --bukan sekedar kabar burung belaka. Gerak-gerik dan raut wajah Lula tidak pernah berbohong dalam menunjukkan perasaannya.
*
"Gue bakal balik ke Takengon. Gue harap lo bisa kelola Foreshore dengan baik. Gue bakal ke sini secara berkala buat mastiin semuanya. Lo bisa hubungin gue kapanpun lo butuh masukan dan pendapat gue--" kata Gema pada Genta, adiknya yang baru saja menyelesaikan kuliah manajemen di salah satu kampus swasta ternama.
Gema bisa mengembangkan Foreshore juga berkat otak bisnis adiknya. Gema yakin, Foreshore akan baik-baik saja jika masih ada Genta di dalamnya.
"Kalo gue butuh duit?"
Gema tertawa. "Gue tau lo nggak bakal minta. Lo lebih milih nyari sendiri"
Ganti Genta yang tertawa. "Jangan lama-lama lah bang patah hatinya. Gimana kalo media tau tokoh muda inspiratif ibukota baru aja ditolak--"
Gema menjitak Genta, sebelum adiknya itu berhasil menyelesaikan kalimatnya.
*
KAMU SEDANG MEMBACA
TUJUH PAGI
ChickLitDi tempat ini kamu bisa bercerita dari berceramah hingga hati ke hati. Kamu juga bisa nugas dari pagi sampai sore hari. Di tempat ini, kamu juga boleh merenungi arti hidup ini, membunuh sepi, sekedar menikmati riak air yang menari-nari, atau... kamu...