Lula mengirim pesan untuk Gema lima hari lalu. Ia bilang, ia akan berkunjung bersama Reno. Gema yakin kehadiran Lula dan Reno ke Aceh akan membawa kabar bahagia dari keduanya.
Jika hitungan Gema benar, maka hubungan mereka sudah berjalan hampir satu tahun. Tepatnya dihitung sejak perasaan Gema ditolak Lula, dan Reno datang memberikan bantuan pada Lula (baca: Bayang-bayang Kebaikan di Marcapada). Satu tahun bukan waktu yang sebentar untuk menentukan ujung dari hubungan keduanya.
Lula adalah sosok wanita yang supel dan mandiri. Ia hanya tinggal bersama adiknya, sejak orang tuanya meninggal saat Lula duduk di bangku SMA dulu. Dulu Gema melihat sosok Farhana dalam diri Lula, sehingga Gema jatuh hati. Namun saat Lula menolaknya, Gema tidak merasakan kehilangan apapun.
Menurut pesan Lula, keduanya akan sampai di Bandara Rembele pukul 12.30. Sedangkan Gema sudah tiba di sana sejak pukul 12.00 -- sepulangnya Gema dari meninjau kebun kopi milik Gema pribadi yang secara khusus untuk dipasok ke Foreshore.
Kebun kopinya di Kebayakan bagian utara sangat membawa berkah. 2006 dulu, Gema hanya iseng mengunjungi kerabat Ayahnya yang berniat menjual kebun kopi karena penawaran biji kopi yang semakin menurun. Siapa sangka di tahun 2010, permintaannya kembali melejit -- seiring Gema menekuni dunia kopi di Jakarta.
Gema menghentikan guliran layar ponselnya. Matanya terpaku pada foto yang baru saja di-posting Farhana di Instagram pribadinya.
Foto Alfin bersama Muslih, di tepi Danau Lut. Lengkap, dengan keterangan foto yang cukup mencubit hati Gema:
PR Ibu masih banyak, Nak. Salah satunya untuk menjelaskan semuanya ke Muslih. Sabar ya, Nak. Ibu masih harus memutar otak, kalimat apa yang sekiranya Muslih mengerti.Ya. PR Gema juga banyak. Salah satunya adalah membuat Farhana merasa dirinya berharga, untuk siapa pun. Alfin sialan itu sudah membuat Farhana kehilangan cahayanya.
Farhana yang dulu, begitu percaya diri dan penuh kepastian dalam hidupnya.
Farhana yang dulu, tidak pernah takut mencoba segala macam hal yang membuatnya penasaran.
Farhana yang dulu tidak pernah menutup diri dari khalayak ramai.
Meskipun di sudut kecil hati Gema, Gema merasa lega, karena Farhana-nya masih se-berani dulu dalam menghadapi orang-orang yang menyudutkannya. Seperti saat teman-teman SD-nya mengolok Farhana dengan sebutan anak yang tidak memiliki ibu.
Gema menutup ponsel dan menyimpannya di saku. Ia mengangkat kacamata hitam ke kepala karena menangkap dua sosok yang ia kenal muncul di pintu keluar bandara dengan senyum yang tidak lepas dari bibir mereka.
Sosok Lula dengan penampilan barunya -- dengan hijab yang menutupi kepala, dan sosok Reno yang merangkul Lula dengan kasual.
Gema tersenyum melihat tingkah keduanya, dan ia memeluk Reno erat saat sampai di hadapan Gema.
Gema menepuk lengan Lula sebagai ganti pelukannya.
"Tobat lo Gem, nggak main sosor cewek?" Sindir Reno dengan nada usil.
"Dapet ilham nih di Kebayakan. Welcome guys!" Gema merentangkan tangannya dengan bangga.
Lalu Gema menuntun keduanya menuju parkiran mobil. Reno banyak bercerita tentang pesatnya perkembangan Foreshore di Jakarta, sedangkan Lula menanggapi sekenanya.
Perjalanan dari bandara menuju villa Gema memakan waktu setengah jam saja. Pemandangan yang masih hijau dan udara yang segar dipuji tak henti-henti oleh Lula.
*
"Jadi ini Tujuh Pagi yang viral karena Jagat ke sini?" Reno meregangkan badannya di kursi luar yang terletak persis di pinggir danau.
"Jadi destinasi wajib kalo ke Takengon, katanya." Tambah Lula mengompori.
"Niatnya mau jadiin kafe ini kafe yang tenang, tapi gagal karena Jagat--"
"Bersyukur Pak! Ini saya masih jadi kacung perusahaan, Bapak sudah punya lahan duit di mana-mana."
Gema tersenyum mendengar celotehan Reno.
Bel sempat Gema menanggapi, Aldi muncul membawa pesanan Reno dan Lula: V60 untuk Reno, dan Vietnam Drip untuk Lula.
"Bang, tadi Kak Farhana cari Abang."
Gema tersenyum, dan mengacungkan jempol.
Sepeninggal Aldi, Lula memajukan badannya antusias. "Farhana yang bantuin bangun Foreshore kan?"
Gema mengangguk. Saat di Jakarta -- di Foreshore -- Gema dan Lula sering bertukar cerita. Lebih tepatnya Lula yang menggali cerita dari Gema. Mulai dari kopi, pengolahannya, hingga gedung Foreshore yang memiliki gaya arsitektur yang unik, dan interior yang berbeda dari kedai-kedai kopi lainnya. Semua topik yang diajukan Lula, bukan sekedar pertanyaan. Pertanyaan itu berkaitan dengan cerita-cerita fiksi yang Lula buat.
"Jadi dia orang sini?"
Gema mengangguk lagi.
"Kok lo kenal Farhana?" Sela Reno sebelum Gema sempat menjawab.
"Nggak kenal. Cuma tau aja, kalo Farhana yang ngedesain Foreshore. Temennya Gema, tapi Gema pelit banget cerita tentang Farhana. Gue sampe penasaran, kayak gimana sih orangnya--"
*
Farhana memperhatikan sosok wanita di hadapannya. Wanita di hadapannya -- Lula -- mirip sekali dengan seseorang yang amat ia kenal--
"Kok lo mirip gue ya?" Tanya Lula tanpa berbasa-basi.
Farhana cuma bisa tersenyum dan mengangkat bahu.
Rencana Farhana adalah menawarkan sedikit perubahan untuk konsep rooftop Tujuh Pagi. Namun, ia malah terjebak di antara teman-teman Gema -- Farhana dan Reno. Keduanya baru saja pulang dari kebun kopi milik Gema di bukit sebelah barat kafe ini.
Gema tersenyum kecil melihat Farhana yang takjub melihat Lula. Begitupun dengan Gema, saat Lula pertama masuk ke Foreshore, dan bertemu Gema. Hanya sesaat, Gema terpaku di tempatnya. Hingga ia sadar, bahwa Lula yang saat itu masuk ke Foreshore bukanlah Farhana.
Lula memiliki bentuk mata yang sedikit turun, berbeda dengan mata kucing milik Farhana. Rambut Lula yang dulu dilihat Gema, lurus -- jatuh, tidak ikal seperti Farhana.
"Gue udah denger banyak tentang lo dari Gema--"
"Sebanyak apa?" Potong Farhana.
"Eh?" Lula terlihat berpikir. "Nggak banyak sebenernya. Cuma tau, kalo lo temen Gema, kuliah arsitektur tapi tertarik juga dalam interior. Lo bantuin Gema untuk ngerancang Foreshore, sampe Foreshore jadi kiblat toko kopi lainnya."
Farhana tersenyum. "Dan saya harus mengenal kamu sebagai?"
"Penulis. Penyiar juga. Tapi jujur, sebenernya kalo mood lagi nggak bagus, jadi penyiar itu makan emosi gue banget. Jadi gampang capek."
"Tapi lo bertahan."
"Yap. Hampir sepuluh tahun."
"Wow."
"Yes. I'm also surprised."
*
KAMU SEDANG MEMBACA
TUJUH PAGI
ChickLitDi tempat ini kamu bisa bercerita dari berceramah hingga hati ke hati. Kamu juga bisa nugas dari pagi sampai sore hari. Di tempat ini, kamu juga boleh merenungi arti hidup ini, membunuh sepi, sekedar menikmati riak air yang menari-nari, atau... kamu...