(3) Teman?

40 7 0
                                    

Ah, sungguh orang yang sedang berada beberapa meter di depanku ini.. mukanya biasa aja! *ups* nggak ding, lumayan kok, meskipun nggak ganteng - ganteng amat, hahaha. Tapi entah kenapa dia selalu mempesonaku, ceilah. Melihat dia berbicara panjang lebar seperti ini mau tidak mau membuat kedua sudut bibirku tertarik ke atas. Ya Tuhan, bahkan hanya karena dia ada disini, aku seperti tidak membutuhkan apa - apa lagi.

"Hei, ngelamun jorok ya lo?", Sialan! siapa pula yang membuat konsentrasiku terpecah seperti ini.

"Rio, ah!", tolehku ketika menyadari siapa biang keladinya.

"Hahaha, muka lo lucu banget, La. Samperin noh, diliatin mulu dari tadi, tapi nggak ngomong apa - apa", ujarnya sambil tersenyum jail. Dan apa yang aku lakukan untuk membalas senyuman itu? Cuma setor muka cengo. Tapi kemudian aku merasakan udara panas sekali, ini memalukan Meila.

"Lo udah lama ada disini, Yo?", tanyaku. Memastikan berapa lama aku terlihat bodoh tadi.

"Yup, dan gue udah terbiasa kok lihat lo kayak gitu kalo ngadepin Adit, santai aja", jawabnya lugas dan membuat mulutku semakin membeo

"Hah?", apa maksudnya terbiasa?.

"Yaa, gue kenal lo kan nggak lama setelah lo kenal Adit, dan sejak itu juga, gue selalu lihat kalo lo lihat Adit dengan cara berbeda. Dan bodohnya, teman gue itu bisa - bisanya bersikap biasa ya? kalo gue diperhatiin cewek kayak lo, udah pacaran kita, La! hahaha", Crap! Seriously aku terlihat seperti itu? Oke, aku akui kalo aku tertarik dengan kak Adit, tapi selama ini aku selalu menunjukkan sikap biasa aja, ya meskipun aku mengikutinya kemana - mana, tapi itu semua untuk memenuhi rasa penasaranku, tujuan pertamaku kan itu. Lalu ini apa? Jangan bilang kalo bahkan kak Adit juga berpikir sama. Ah!

"Nggak papa lagi, La. Gue seneng malah, temen gue ada yang merhatiin ternyata", tepukan di bahuku menyadarkanku kalau Rio masih disini. What? Dia ikut senang? Ah, dan lihat dia tersenyum lagi.

"Ah, udahlah Yo, gue jadi malu kalo lo bahas gini", kataku.

"It's okay, La. Lo sabar aja ya, pasti suatu saat nanti Adit bisa bales perasaan lo, gue yakin!", katanya meyakinkan, sambil mulai beranjak menjauh dariku.

Dan aku hanya membalas dengan senyum terpaksa. Aku benar - benar ingin tertawa, miris sekali sebenarnya, karena entah kenapa aku sendiri juga yakin kalo ini bertepuk sebelah tangan.

"La, sini deh", and here he is, malah memanggilku menemuinya.

"Kamu kok telat?"

Setahun.

Aku tidak tahu bisa dikategorikan lama atau tidak. Tapi, untuk seorang asing yang bahkan tiap segi kesehariannya tidak berhubungan denganmu, bisa berada sedekat ini, mengenal teman - teman dekatnya, bahkan akrab dengan keluarganya.. bagiku baru yang pertama kali. Gila? Bisa jadi.

Aku bahkan tidak tahu lagi menganggap kak Adit sebagai apa. Seandainya saja dia tidak membiarkanku dengan mudah masuk ke hidupnya, mungkin akan ada cerita lain.

***

heyho, I am back. Ceritanya galaauu, hauhau yasudahlah biar :p

ParfaitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang