(2) Namanya Meila

53 7 2
                                    

"Kakak lebih suka apa, cokelat apa kacang?", itu bunyi line dari Meila. Apa lagi yang akan dia berikan padaku? Aku hanya bisa geleng - geleng mengingat hadiah apa saja yang dikirimkannya pada ku seminggu ini, hanya karena dia ada di luar kota dan tidak bisa menemuiku katanya. 

"Cokelat", akhirnya ku balas singkat pesan itu, berlanjut dengan sticker emoticon 'okay' dari nya. Ah ya, apa tadi aku bilang kalau mungkin saja dia memberiku sesuatu? Tentu saja aku seyakin itu, paling - paling hasil kunjungannya ke suatu toko disana. Dan ya, karena dia terlalu sering melakukannya.

Meila Karnata.

Aku tidak pernah punya teman, sepupu, atau mantan pacar sebelumnya bernama serupa. Tidak setelah setahun lalu, ketika seorang gadis yang umurnya sepertinya tidak jauh denganku tiba - tiba datang sewaktu aku akan bimbingan, memberikanku sekotak kue pisang, lalu buru - buru pergi. Tidak setelah gadis yang aku sangka akan menghilang hari esoknya malah terus mengikuti kemana pun. Tidak setelah teman - teman dekatku jadi teman dekatnya juga. Tidak setelah bahkan mamaku sepertinya menemukan partner baru memasaknya -Reina, adikku mana bisa diandalkan untuk urusan ini-. Tidak setelah itu semua, aku bahkan tidak tahu harus menyebutnya apa, teman? kenalan? Entahlah. Hanya saja yang ku tahu dia akhirnya masuk ke hidupku, tanpa aku bisa mencegahnya.

"Dit, Meila kapan pulang dari Surabaya?", lihat betapa panjang umurnya ada yang menanyakan tentang dia.

"Nggak tau Ma, waktu berangkat sih dia bilang sekitar dua minggu disana", kataku sambil mengingat - ingat ocehannya waktu itu

"Kamu ini gimana sih, lah nanti pas pulang emangnya dia nggak kamu jemput?", tanya mama tampak kesal.

"Jemput? Paling - paling dia juga bakal nongol disini tanpa dijemput, Ma". Ya, itu sudah kebiasaan Meila, setelah kembali dari luar kota pasti dia akan ke rumah, memberi oleh - oleh ke seluruh anggota keluargaku seperti keluarganya sendiri. Kemudian menceritakan bagaimana perjalanannya ke kami. Dia selalu seperti itu.

"Ih, sahabat sendiri juga. Ati - ati ya kalau dia sudah punya pacar dan nggak kesini lagi, kamu pasti bakal kangen, Dit.", kata mama sambil melangkah menuju dapur. Sahabat? Pacar? Oh tidak mungkin Meila punya pacar, dia kan menyukaiku, siapa pun tahu itu. Tanpa sadar aku jadi tersenyum mengingatnya.

***

P.S : Aku tahu ini sudah berabad lamanya, haha. kayaknya ceritanya bakal dicepetin biar nggak banyak - banyak *masih edit - edit, haha*. Nedd your comments, gaes

ParfaitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang