Bab 1

0 0 0
                                    

Raden Aji Gentala, pemilik Gentala grup, GeTV, Gentala Hotel, dan berbagai perusahaan e-commerce yang sedang berkembang di negeri ini. Sosoknya sudah berumur lebih dari 80 tahun namun tetap mampu mengendalikan roda bisnisnya melalui tangan tangan cerdik putra putranya. Sosok tua bangka yang kaya raya demikian orang menyebutnya, bahkan namanya masuk dalam 10 besar orang terkaya di daratan Asia Pasifik.

Sosoknya yang begitu  berpengaruh dalam perputaran ekonomi negeri ini menjadikan dirinya sosok penting dikalangan politik maupun pengusaha pengusaha lainya.

Terlepas dari berbagai gelarnya dirinya tetap seorang kakek yang menyayangi cucu cucunya. Kini dirinya dibuat pusing, memutar otaknya kekiri kekanan untuk menyelesaikan masalah sepele yang sudah bertahun tahun meresahkan keluarga besarnya.

Duduk di halaman belakang rumahnya yang hijau ditemani dengan segelas teh hijau yang langsung diimpor dari China. Rasanya memang beda, teh biasa dengan teh mahal begitulah tanggapannya ketika dia menyeruput sedikit diujung cangkir putih yang antik itu.

"Sepertinya Angga sudah terlalu berutal untuk diatur saat ini. Kasihkan cucu kesayanganku Kanis. Oh Kanis yang malang, mencintai seorang Gentala yang pemberontak" Diletakan ya cangkir putih itu dengan hati hati karena isi tehnya masih terlalu banyak. Matanya yang mulai sayu dihiasi alis matanya yang mulai memutih sosok Pak tua itu mulai bangkit dengan perlahan dari kursi kesayangannya. Menggapai tongkat kayu yang selalu ia bawa sebagai pegangan agar keseimbangannya terjaga. Tulang tulangnya sudah mulai mengeropos mungkin.

Dengan sigap Agus asisten pribadinya menghampirinya lalu menuntun Sang majikan masuk ke dalam hunian megahnya. Kebiasaan majikannya itu setiap pagi akan berjemur untuk mendapatkan mafaat dari sinar pagi begitulah saran dokter pribadinya.

Setelah selesai kegiatan berjemurnya pak tua itu duduk di sofa ruang tamu yang sangat elegan didominasi warna cream yang  cantik senada dengan lantai marmer nya.

"Tolong telepon Kanis cucuku gus. Saya mau bicara" Perintahnya kepada Agus Sang asisten.

"Baik, Tuan"

Agus segera mencari nomor Kanis dan menekan tombol hijau agar panggilan segera terhubung. Setelah mendapat respon dari sang penerima telepon Agus segera menyerahkan telepon genggam itu kepada sang majikan.

"Hallo opa" Suara manis Kanis samar samar terdengar.

"Hallo cucu opa, gimana kabarnya hem? " Tanya Raden dengan penuh semangat.

"Baik opa, opa tumben telepon ada apa? Mau Kanis buatkan cup cake coklat seperti kemaren? "

"Kurasa gula darah opa akan semakin naik gadis manis, dan opa mu yang tampan ini akan segera uzur nantinya"
Jawab Raden dengan nada yang setengah bercanda di ujung kalimatnya.

"Opa! Opa jangan gitu! Kanis nggak mau kalau opa sampai bicara seperti itu lagi. Kanis sayang banget sama opa"

Suara tawa Raden menggema seisi ruangan, menjadikan ruang tamu yang tadinya sepi menjadi lebih bersuara dengan kehadiran Raden.

"Opa tidak mau meninggalkanmu sendirian tentunya cucuku. Malam nanti datanglah kesini. Opa akan mengadakan jamuan makan"

"Nanti malam? Baiklah, mana bisa aku menolak permintaan opa tersayangku"

"Jangan lupa! Awas saja kalau tidak datang! "

"Opa jangan kawatir Kanis pasti datang. Mas Angga juga kan? "

"Opa lebih senang jika kamu datang sendiri tanpa ponakan sialan mu itu Kanis"

Mendengar jawaban dari sang Opa, Kanis menjadi bungkam seribu bahasa. Bertahun tahun dia ingin meminta pengertian dari keluarga besarnya termasuk Opa nya bahwa ia dan Angga mempunyai hubungan yang lebih dari hubungan dara. Namun lagi lagi ia harus menelan pil pahit karena Opanya sendiri sepertinya tidak merestui hubungannya kini.

Codependent Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang