Bab 2

0 0 0
                                    

"Sudah? " Bibir Kanis langsung saja melontarkan pertanyaan itu ketika Angga keluar dari kamar mandi.

"Seneng kamu? Lihat aku tersiksa hem? " Angga merangkul bahu Kanis lalu mengiringinya menuju ke sofa kembali.

"Aku bisa bantu, kamu aja yang nggak mau kan? Kurang apa lagi aku sudah baik hati menawarkan tawarkan yang mingiurkan bukan? "

"Kalau kamu yang bantu, aku yakin nggak akan selesai masalahnya malah tambah kebablasan"

"Kamu aja yang nggak tahanan kalau lihat aku" Ucap Kanis percaya diri.

"Makanya nikah ya sama aku. Nantikan bisa gituan " Bujuk Angga dengan bang Anya.

"Mas! Ih mulutnya"

"Kenapa? Betulkan? Setiap hari kalau perlu" Angga menampilkan senyumnya hingga deretan gigi putih rapi nya terlihat yang bagi Kanis sangat menyebalkan.

Kanis tidak menghiraukan ucapan Angga dirinya sudah fokus menatap layar handphone nya. Mensecrol laman instagram dan sesekali mengklik tombol like pada postingan teman temannya.

Angga yang diacuhkan seketika ingin meminta perhatian. Dibaringkan nya kepalanya diatas paha Kanis. Sesekali menciumi perut Kanis yang berbalut dress berwarna mint yang sangat cocok ditubuh rampingnya.

"Kalau gini, aku jadi semakin yakin berkhayal membina rumah tangga sama kamu Nis"

Kanis yang sibuk dengan instagramnya diam, tidak menghiraukan celetukan Angga yang lagi lagi membuat hatinya gundah gulana dengan masa depan mereka.

"Aku inginnya punya anak sama kamu "

Entah mengapa rasanya Angga ingin menunjukan kepada Kanis seserius apa dirinya.

"Lalu kita mendidiknya menjadi jagoan jagoan kecil. Mungkin akan sangat menyenangkan"

Kini Angga tidak hanya menciumi perut Kanis. Tangan kiri Kanis yang menganggur menjadi mainannya. Ada cincin putih yang bertengger manis di jari nya hadiah pemberian ya beberapa tahun lalu juga merupakan lamaran yang tersirat didalamnya. Walaupun tidak secara resmi namun Angga bangga Kanis mau mengenakannya.

"Mas sekarang rajin halu" Begitu komentar Kanis.

"Yah kamu Terima dong ajakan nikah aku."

Kanis menghembuskan nafas secara kasar lalu meletakan handphone nya pada meja samping sofa. Kini perhatiannya terpusat pada Angga. Mata coklatnya menyusuri raut wajah kekasihnya yang tengah memperlihatkan  keseriusan dalam pancaran nya. Udara ruangan menjadi dingin yang sampai menembus rulung hatinya. Kenapa jadi sesakit ini jika hanya mengingatnya saja?

"Aku mau mas, aku mau. Sangat ingin bahkan. Tapi gimana dengan keluarga kita? "

Itu lagi?

"Kamu selalu berfikir tentang perasaan orang orang. Tidak berpikir gimana aku yang rela disampingmu bertahun tahun agar kita bisa menikah? Mau sampai kapan nis? Aku sudah tidak muda lagi. Jadi tolong mengertilah"

"Mas yang harusnya mengerti. Disini siapa yang tidak dewasa dengan mengedepankan urusan pribadi hem? ada keluarga mas kita tidak se egois itu"

" Ya sudah kalau kamu terus mengedepankan keluarga kita, dan menjadikan hubungan kita terombang ambing nggak jelas"

"Mas, tolong mengertilah. Ada Opa kita tidak mungkin melukai hatinya kan"

" Kita kawin lari saja kalau perlu" Jawabnya tak acuh.

"Benar kata Opa, kamu emang gila! "

***

Suasana malam di kediaman Raden Aji Gentala begitu ramai. Banyak mobil mobil mewah yang berlalu lalang di pelantaran nya yang luas. Taman depan rumah dihiasi dengan lampu lentera warna warni yang seakan ingin menunjukan keindahan cahaya ditengah malam yang gulita.

Codependent Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang