•••
Mentari yang mulai merangkak naik serta aroma makanan lezat yang meruap dari berbagai dapur restoran sepanjang Cornelia Street menyambut pagi pertamaku di tempat ini.
Beberapa insani mulai terlihat di beberapa sisi jalan. Ada yang sedang lari pagi, membuka jendela untuk menghirup udara segar musim gugur, atau saling bercengkrama.
Kegiatan merapikan rumah semalam membuat tubuhku terasa sedikit lelah. Empat jam tidurku juga terpakai untuk mengurus kepindahan.
Tapi itu semua tidak mematahkan semangatku untuk menjalani hari baru di sini. Mendapat pekerjaan yang aku impikan, bertemu orang-orang ramah, bukankah ini semua menyenangkan?
Rasanya seperti menghirup udara segar setelah sekian lama terjebak bersama kabut dan polusi yang mampu mematikan fungsi alat pernapasan.
Berdiri di tepi jalan, semilir angin serta hangatnya sinar yang dipendarkan oleh mentari menembus wajahku pada detik yang sama, menciptakan hawa kontras yang perlahan merambati kulit.
Di seberang, seorang pria sedang berdebat dengan perempuan seusiaku. Pria itu tampak rapi dengan balutan kemeja putih dan celana kain hitam. Sangat bertolak belakang dengan dress putih lusuh yang dikenakan lawan bicaranya.
Itu pasti pria yang kulihat semalam, asumsiku. Aku terdiam menyaksikan bagaimana sang perempuan menahan kepergian lelaki itu dengan terus menarik lengannya.
"Jangan pergi, sayang! Aku tidak bisa hidup tanpamu!" teriak perempuan itu yang cukup memekakkan telinga.
"Maaf, Nona. Tapi kita tidak punya hubungan apa pun," bantah lelaki itu dengan raut wajah menahan amarah.
Aku mengedarkan pandangan dan mendapati tidak ada seorang pun yang menyadari situasi panas yang sedang terjadi kecuali diriku sendiri.
Perdebatan yang belum kuketahui apa penyebabnya itu menggiring langkahku untuk mendatangi mereka dengan niat ingin melerai.
"Selamat pa-"
Yang terjadi malah sesuatu yang tidak kusangka. Pria itu memeluk pinggang rampingku erat lantas mencium pucuk kepalaku, membuat kami terlihat seperti sepasang kekasih mesra.
"Sayang, kamu darimana saja? Ayo, kita berangkat sekarang," kata pria itu sambil menarik tanganku untuk masuk ke mobil Ford mustang berwarna hitam miliknya.
Aku tidak bisa merespon apa-apa selain menurut. Melihat bagaimana pria itu tergesa-gesa seolah sedang dikejar setan membuat seluruh sarafku terasa berhenti bekerja.
"Jadi kamu selingkuh dengan perempuan itu?! Sayang?! Jelaskan semuanya!"
Teriakan histeris itu masih terdengar sebelum akhirnya jarak di antara kami yang semakin membentang lebar menenggelamkan suara itu. Aku pikir wanita itu akan mengejar, namun sepertinya ia cukup waras untuk melakukan tindakan yang terlampau ekstrem itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cornelia Street || Jung Jaehyun
Fanfiction𝐅𝐭. 𝐉𝐀𝐄𝐇𝐘𝐔𝐍 𝐟𝐫𝐨𝐦 𝐍𝐂𝐓 We bless the rains on Cornelia Street; memorize the creaks in the floor. "Menggunakan darah sebagai cat?" *** [𝐖𝐀𝐑𝐍𝐈𝐍𝐆] Some parts might dealing with abuse and self harm. Dilarang membawa cerita FIKSI ini...