Chapter Three : First Dinner

36 13 59
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Menarik hati murid menjadi salah satu tugas tersulit ketika aku masih belum mendapati binar antusias yang terpancar dari netra mereka selama jam kelas.

Entah metode mengajarku yang tidak cocok, eksistensiku yang tidak diharapkan, atau mungkin keduanya.

Seorang murid perempuan bersurai emas sebahu menghentikan kegiatan melukisnya dan mengangkat tangan.

"Miss Park, Bolehkah saya tahu dimana anda mengajar sebelumnya?"

Untuk sesaat jantungku berdegup cepat ketika mendengar pertanyaan itu. Tidak, jangan menunjukkan gelagat aneh, Rosemary.

"Sebelumnya saya bukan seorang guru. Saya bekerja sebagai pengacara."

Jawabanku membuat para murid langsung saling melirik tak percaya. Barangkali mereka terkejut mengapa aku beralih pekerjaan sejauh itu.

Aku mendapati murid perempuan lain berdecak dan berucap sinis, "Pantas saja anda tidak kompeten."

Bagaikan tombak yang di lempar dari jauh, kalimat yang dilontarkan anak itu menikam dadaku hingga menciptakan rasa sesak yang menghimpit kuat.

Meski pun rangkaian kata itu hanya terlontarkan oleh satu bibir, hampir semua murid-murid di ruangan ini memiliki pendapat yang sama.

Aku hanya bisa tertunduk dan tersenyum getir sambil meremas ujung blazer cokelat yang kukenakan untuk menahan air mata yang hendak jatuh.

Apakah terlalu lemah jika berharap waktu segera berlalu agar aku dapat pulang dan menumpahkan semua air mata bersama sepi?

Mengalihkan pandangan, netraku tak sengaja mendapati jarum jam yang menunjukkan bahwa sepuluh menit lagi bel pulang akan berbunyi.

"Semuanya, Bereskan barang kalian karena sebentar lagi akan pulang. Minggu depan kalian harus presentasi lukisan yang sudah kalian buat hari ini, mengerti?"

Terdengar beberapa sahutan malas yang mengatakan 'Ya' sebagai salah satu cara mereka menunjukkan rasa tidak suka kepadaku.

Sepuluh menit berlalu, bunyi bel terdengar. Aku menunggu mereka semua keluar dari ruangan.

"Hati-hati," ucapku beberapa kali dengan ramah yang diakhiri helaan napas berat ketika sunyi mengambil alih isi ruangan.

Aku dibuat bingung oleh seorang murid laki-laki yang hanya berdiam diri di depanku. Mengapa anak ini tidak keluar bersama teman-temannya?

"Mark? Kenapa belum keluar? Kehilangan sesuatu?" tanyaku kepada anak yang mewarasi darah Asia itu.

Untuk sesaat, ia tampak ragu untuk bersuara. "Hm, apakah Miss Park baik-baik saja?"

Pertanyaan itu membuatku sedikit terkejut. Tak mau membuatnya khawatir, Aku berniat mengelak. Namun ketika anak itu membungkuk 90 derajat, tubuhku membeku seketika.

Cornelia Street || Jung JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang