Chapter 2

35 18 6
                                        

🍁🍁🍁

Begitulah hidupnya tak memiliki banyak teman. Sedikit tapi sangat berharga untuknya. Bukan terlalu pilih-pilih ingin berteman dengan siapa tapi hidup dengan banyak aturan kadang membuatnya merasa sangat tidak cocok dengan orang-orang, sering menimbulkan kesalahpahaman, dan dia hanya ingin menghindari hal-hal seperti itu.

Tapi setelah bertemu dengan orang-orang baik itu hidupnya perlahan menjadi lebih berwarna, dan kisahnya  dimulai semenjak mengenal mereka.
Mereka yang menerima tanpa merubah, yang mau mengerti  tanpa diminta.

"Anna" Suara seseorang yang tak asing memanggilnya dari kejauhan dengan lantang. Seketika ia menoleh mencari sumber suara dan ternyata yang memanggilnya adalah salah satu mahluk yang ia rasa diciptakan Tuhan untuk membuatnya merasa berharga dan dianggap ada.
Dialah salah satu sahabatnya, Rangga saputra. Dia tak jauh berbeda dengan Sita dan Alia meskipun ia dan rangga berbeda jurusan tapi mereka cukup dekat hingga bisa disebut sahabat.

"Hey anak IPA, tunggu. " Ucapnya sambil berlari dan sedikit terengah mengejar Anna dari tempat parkir.
"Iya ada apa anak ibu dan bapak" Jawabnya sambil menoleh sekilas kearah rangga lalu melanjutkan kembali langkahnya
"Dasar es" Ucapnya menggerutu dibelakang.
"Kalau es kenapa, gak suka ?" Balas Anna yang sedikit membuatnya terkejut, mungkin dia pikir Anna tak mendengarnya.
"Suka kok, suka makanya kalo kepanasan gue nyari lo, bikin adem soalnya." Jawab Rangga sambil menunjukan senyum paling manisnya.
Anna hanya tersenyum mendengar ucapan Rangga. Melihat reaksi Anna Rangga menjadi gemas lalu ia mengusap kepala Anna.

Seperti itulahah Anna dengan Rangga, hanya didepan Rangga ia bisa benar-benar berbuat sesukanya tak perlu menjaga sikap seperti ketika bersama orang lain, bukan palsu hanya saja ia tak ingin jika bersikap sesukanya lalu akan menimbulkan masalah.

Aku suka hidup aman dan damai, entah suka atau karena  terbiasa apapun itu ku rasa akan lebih baik jika terus begitu, meminimalisir kemungkinan adanya masalah. Begitulah prinsip hidupnya jika bisa memilih hidup tenang lantas mengapa harus memilih hidup yang gaduh.

Rangga terus berjalan mengikuti Anna sambil menggerutu, entah apa yang dia katakan Anna sama sekali tidak bisa mendengarnya dengan jelas.
"Hey, ngomong apa sih?" Tanya Anna  padanya karena penasaran.
"Gak ada buk." Jawabannya dengan wajah sedikit kesal.
"Heh, jangan panggil buk ya, gue bukan ibu-ibu." Balas Anna dengan tegas dan wajah sedikit sebal mendengar perkataannya.

"Iya, maksud gue ibu dari anak-anak kita nanti."
Mendengar ucapan Rangga membuatnya salah tingkah tak tahu harus mengatakan apa, Rangga memang pandai membuatnya mati kutu. Melihat Anna yang hanya diam tak membalas kata-katanya dia sedikit mendekat kemudian menunduk dan berbisik kepada Anna "skakmat" ucapnya dengan penuh kebanggaan karena berhasil membuat Anna diam dan tak bisa membalas, kemudian ia berlari meninggalkan Anna yang sangat kesal.

"Woy jangan lari... Dasar gak bertanggungjawab, sini anterin gue ke kelas dulu." Ucap Anna sedikit berteriak sambil berlari mengejarnya tapi tentu saja dia tak mau berhenti.
"Ogah gue jalan sama lo, dasar pendek." Balasannya dengan wajah penuh kepuasan.
"Dosa lo menghina ciptaan Tuhan, dan asal lo tau bukan gue yang pendek, lo yang terlalu tinggi." Jawabnya dengan nafas yang terengah-engah karena berlari mengejar Rangga.

Rangga menghentikan langkahnya lalu  tiba-tiba berkata "Ya Allah hamba tidak bermaksud menghina ciptaan mu, tapi dia memang pendek."
Mendengar ucapan Rangga tentu saja ia kesal.
"Awas lo ya, kalau kita ketemu gue tonjok lo." 
"Bodo amat" Jawab Rangga sambil tertawa dan berlari meninggalkannya yang masih kesal.

Memang yang dikatakan Rangga tidak salah Anna memang tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan Rangga yang tingginya di atas rata-rata.

Setelah Rangga pergi ia kembali harus berjalan sendirian menyusuri koridor yang masih sepi.
Setibanya di kelas ia langsung mengeluarkan smartphone, earphone dan sebuah novel dari dalam tasnya, lalu ia memutar sebuah lagu berjudul Rumpang milik Nadin Amizah sambil membaca novel.

Dari kejauhan Sita dan Alia melihatnya sangat fokus pada novel yang ia baca dan sudah pasti mereka punya niat buruk untuk mengagetkan Anna dari belakang.
Mereka terus berjalan mengendap-endap, Anna yang fokus pada novelnya sama sekali tidak menyadari kedatangan Sita dan Alia. Ia sangat menikmati, sesekali ia terdengar menyanyikan lagu yang ia putar di smartphonenya "katanya mimpiku kan terwujud mereka lupa tentang mimpi buruk tentang kata maaf sayang aku harus pergi." Ia menyanyikannya dengan penuh penghayatan seolah ia bisa  merasakan isi lagu itu.

Hanya tinggal lima langgah tiba-tiba Anna menoleh dan melihat dua sahabatnya yang berjalan mengendap-endap itu, seketika menghentikan langkah mereka.
"Gagal total" Ucap Sita dan Alia bersamaan dan saling menatap. Anna yang melihat itu tentu saja langsung tertawa.

"Kalian mau apa, terciduk  ya?" Tanya Anna kepada mereka.
"Salut sama kamu Ann, feelingnya kuat banget, jadi curiga jangan-jangan kamu punya kekuatan supranatural." Balas Alia dengan senyum sinis dan tatapan penuh kekecewaan. Sita mengangguk membenarkan kata-kata Alia.

Anna hanya tertawa mendengarkan mereka dan ekspresi kecewa karena rencana yang gagal juga sangat menggemaskan, membuat Anna tak bisa menahan tawanya.

"Udah Ann entar nangis kalo kebanyakan ketawa." Ucap Sita yang sebal melihatnya tertawa puas.
"Iya... Iya maaf lain kali aku pura-pura gak tau aja, walaupun ada bisikan" Balas Anna dengan ekspresi merasa bersalah yang dibuat-buat.
"Nah kan Alia dengerin si Anna tu, kok lama-lama dia serem ya, emang aura anak yang pendiam itu beda." Sita mulai terbawa suasana, ia percaya dengan yang diucapkan Anna, padahal Anna hanya asal berbicara, ia sama sekali tak punya pengalaman mistis apapun.
"Ya ampun Sita lu percaya sama Anna?...dia itu cuma asal ngomong, yang tadi itu hanya kebetulan." Alia menjelaskan pada Sita bahwa kejadian itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan  hal-hal mistis, benar-benar hanya sebuah kebetulan.
Anna semakin tak bisa menahan tawanya, di satu sisi teman-temannya kesal tapi di sisi lain mereka bahagia melihatnya tertawa lepas.

***

Undefined (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang