The more I know about you, the more I realize I know nothing about you.
🌼🌼🌼
Selagi Alyssa melenggang masuk ke dalam kamar Ashilla sambil membawa baki kayu berisi satu potong chicken potpie dan segelas jus jeruk, ia mendapati kakaknya tersebut sedang berbincang dengan seseorang di telepon.
"Mau... apa, ya?" Ashilla menyentuhkan ujung jari telunjuknya ke sudut bibir. "Nggak usah, deh. Hati-hati, ya!"
Alyssa meletakkan baki itu ke nakas dengan hati-hati lalu ia beringsut duduk di kursi yang ada di samping ranjang Ashilla, memerhatikan sorot mata kakaknya yang dipenuhi binar-binar antusiasme setelah sambungan telepon dimatikan.
Masih tersenyum, Ashilla menatap adiknya lalu berujar, "Itu tadi Rival."
Alyssa mendengus geli. "I know, siapa lagi?"
Sebelum bertemu dengan laki-laki itu dua tahun yang lalu, Rivaldi Leo Prayoga hanya berupa tokoh fiksi imajiner yang sering muncul dalam cerita Ashilla sehari-hari. Rival yang sering tidak makan tepat waktu, Rival yang hari liburnya diisi dengan menjadi guru privat beberapa murid SMP, ataupun Rival yang tidak pernah melewatkan salat lima waktu.
Terlepas digubris atau tidak, Ashilla tetap senang berceloteh. Rasanya Alyssa sudah khatam di luar kepala segala hal tentang Rival bahkan sebelum bertemu dengan sosok aslinya.
Alyssa lantas memfokuskan perhatiannya ke piyama biru muda yang dikenakan kakaknya. "Mau mandi dulu sebelum Kak Rival dateng?"
Yang berambut cokelat menyeringai malas. "Kelamaan... nggak, sih?"
Mendengar sanggahan itu, Alyssa pun terkekeh. "Ya udah, sekarang makan dulu, Kak," ia meletakkan piring makanan tadi ke pangkuan Ashilla dan melirik jam dinding sekilas. "Sebentar lagi jam minum obat soalnya."
Mendengar kata obat disebut, lekas Ashilla mendesah panjang.
Alyssa pun menyilangkan kedua lengannya di depan dada. "Cepet, aku tungguin. Harus habis pokoknya!"
Ashilla memicingkan mata, menatap adiknya dengan kepala dimiringkan. "I feel like sometimes I'm the little sister and you're the older one."
🌼🌼🌼
Sesuatu yang dingin yang ditempelkan ke pipi Alyssa sukses membuat gadis itu terlonjak kaget, mengalihkan pandangannya dari layar laptop ke sosok usil yang mengganggu keseruan jalan cerita serial yang sedang ditontonnya. Pemandangan Rival yang sedang tertawa langsung menyapanya dengan begitu semringah.
"Asyik banget kayaknya. Dari tadi gue panggilin, lo nggak nengok sama sekali," kata Rival sambil menarik kursi meja makan dan duduk mendekati Alyssa. Laki-laki itu mengangsurkan satu large cup minuman bubble tea kepada Alyssa yang sontak mem-pause tontonannya dan menatap Rival penuh tanda tanya.
"Hazelnut chocolate milk tea?"
Rival menyunggingkan senyum simpul. "With pudding."
Sebelah alis berjungkit naik, Alyssa menunjuk dirinya sendiri. "Buat gue?"
"Iya," Rival membenarkan. "Itu kesukaan lo, kan?"
Masih dalam kebingungan, Alyssa mengerjap pelan. Seingatnya, ia tidak pernah memberitahu Rival tentang hal itu. Belum lagi, Rival tidak terlihat membawa apa pun selain minuman kesukaannya tersebut. Meski begitu, Alyssa berusaha memutus asumsi-asumsi aneh yang berkelebat di kepala. Ia segera menancapkan sedotan warna ungu dan mulai menyesap minumannya.
"Thank you, ya," gumam Alyssa kemudian membuat Rival tersenyum lagi, kini refleks.
Mata Rival lantas menyorot ke arah kamar Ashilla. "Chia tidur?"
"Iya, habis minum obat," jawab Alyssa. Diam-diam, ia menghidu aroma manis yang sedikit mirip cengkeh menguar dari pakaian Rival. "Habis dari asrama, ya?"
Manik Rival membelalak. "Kok, tahu?"
Alyssa tersenyum. Dugaannya tepat. "Soalnya, tiap habis dari sana, lo wangi anyelir," sahutnya kemudian.
Panti asuhan, atau asrama sebagaimana para penghuninya biasa menyebutnya, tempat yang Rival tinggali selama belasan tahun itu memang memiliki kebun yang sangat luas. Sebagian besar ditanam bunga anyelir karena Ummi, sang pengurus, sangat menyukainya. Alyssa sendiri belum pernah melihatnya secara langsung sebab begitulah penggalan cerita yang ia dengar dari kakaknya.
"Oh, ya?" Rival spontan mengendus aroma lengan jaketnya sendiri. "Tadi memang habis bantuin Ummi nyiram bunga-bunganya, sih."
"Gimana keadaan asrama?" tanya Alyssa lagi. "Baik?"
Alih-alih sebuah jawaban, satu helaan napas berat meluncur dari bibir Rival. Sementara tangan kanan laki-laki itu bergerak untuk mencengkram lengan kiri. Alyssa menelan saliva, sepertinya ia akan mendengar sebuah kabar yang tak menyenangkan.
"Kemarin, ada bayi perempuan baru lahir ditemukan di depan teras asrama." Raut wajah Rival mengeras. "Disimpan di kardus, cuma terbungkus kain jarik dan plasentanya juga masih menempel."
Kepala Alyssa menggeleng berulang kali tak habis pikir. Tangannya terkepal. "Gila, ya... orang tua macam apa yang bisa setega itu?!"
"Manusia kayak gitu nggak pantes disebut orang tua, Al," tampik Rival, ada nada pedih dalam suaranya. "Mereka cuma meninggalkan kesengsaraan untuk anak yang bahkan nggak pernah minta dilahirkan."
Serta-merta Alyssa mengembuskan napas panjang. Hening sejenak selagi mereka berdua tenggelam dalam pikiran masing-masing. Ada sesuatu yang mengusik benak Alyssa. Namun, ia tak menyuarakan kegelisahannya.
🌼🌼🌼
"There is a void beside you, upon the gray road you look back..."
AKMU - How can I love the heartbreak, you're the one I love