7 - Tetangga [1]

26 16 116
                                    

"Eh, anjir! Ngapain lo di sini, dodol?!" Banyu terlonjak kaget kala melihat Ann yang sedang berbaring di atas sofa hitam dalam pojok markas.

Malam-malam begini seorang Ann menyendiri? Gadis itu sepertinya sedang tak baik-baik saja.

Seperti yang ia baca dari tweet-an Ann beberapa jam yang lalu, mungkin gadis itu benar-benar sedang merindukan mamanya.

Gadis dengan tudung hoodie abu tua yang menutupi setengah wajahnya itu menggeliat ketika waktu sendirinya terganggu. "Kangen mama."

Suara lirih Ann itu membuat Banyu memundurkan tubuhnya perlahan. Ini adalah hal yang biasa terjadi. Ann akan pergi kemari sendiri, tanpa meminta ditemani siapapun ketika gadis itu sedang rindu mamanya.

Namun, jangan salah. Ke markas sendiri bukan berarti akan pulang sendiri juga. Perempuan itu akan menelpon Banyu ataupun Revo untuk mengantarkan pulang.

"Siapa?"

"Temen gue. Di sini aje, ye? Ngadem gitu." Banyu mengajak Daniel - sepupunya yang baru saja pindah ke perumahan ini - untuk duduk-duduk di markas sebentar.

Sebenarnya, laki-laki itu sekolah di pondok pesantren, karena sudah menyelesaikan studinya cowok itu pulang kemari.

Banyu tak menyangka jika akan bertemu Ann di sini. Padahal niatnya mengajak Daniel ke markas saat ini, untuk menghindari Ann, Hani, ataupun Ruri. Karena biasanya, mereka hanya akan berkumpul pada saat malam minggu ataupun waktu-waktu yang telah disepakati.

"Kamu kalau kumpul di sini?"

Cowok dengan kemeja berwarna abu muda yang lengannya dilipat hingga siku serta celana dasar hitam, dan tak lupa juga rambutnya yang sedikit bergelombang itu menolehkan kepalanya, memperhatikan sekitar markas yang disebutkan oleh Banyu.

"Yoi! Ada jadwalnya, sih. Malem minggu gitu, tapi kadang enggak juga. Lo bakal sering-sering gue ajak ke sini, soalnya gue kalau gabut selalu ke sini,"

"Ke sini atau ke rumah itu?" Netra Daniel seolah-olah menunjuk pada rumah Ruri.

"Kepo lu, mah! Eh, lo habis ini lanjut atau gimana?"

"Saya belum tahu, bunda sekarang sendiri, Cakra juga masih di pondok. Mungkin saya lanjut kuliah di sini aja." Mata Daniel menerawang ke masa lampau. Mengingat bagaimana bundanya meminta ia untuk tetap di pondok karena ayahnya.

"Kamu lanjut kuliah, kan? Mau lanjut kemana?"

"UNIB sih yang pasti,"

"Eh, Nyu kam---"

"Masya Allah, siapakah dia?"

Tiba-tiba saja terlihat batang hidung seorang Ann yang membuat Banyu menghela nafasnya malas.

Sungguh, ia kasihan dengan Daniel setelah ini. Karena yang pasti, cowok itu akan diganggu habis-habisan oleh Ann, Hani ataupun Ruri kedepannya.

"Ngapain keluar, bego?!"

Dengan tatapan tak percaya-nya, Ann tak berkedip memperhatikan seorang cowok yang duduk di sebelah Banyu. "Banyu, coba katakan pada Ann siapa dia?"

"Sepupu gue." Banyu beralih menatap Daniel, lalu mencoba mendekat. "Niel, ini salah satu cewek yang harus lo jauhin. Lo harus coba terbiasa kalau tuh or---"

"Namanya Niel? Niel siapa? Niela? Vaniel? Niniel? Runiel?" Ann berjalan untuk duduk di hadapan Daniel. Dengan matanya yang masih memperhatikan laki-laki itu.

"Gak usah lihatin begitu bego! Risih orangnya! Daniel namanya. Udah, sono balik. Bapak Varendra nyariin bocahnya entar."

"Belum ditelpon mah santuy!"

AndhiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang