If I'm Never Letting You Go Bagian I

77 0 0
                                    

Dengan suasana pagi yang begitu tenang dan mentarinya yang perlahan mulai menyapa Lelaki itu yang sedang membaca sebuah artikel di handphone nya.

"You are the Apple of My Eye?" Ia mengucap pelan judul artikel itu. Raut wajahnya yang seketika berubah dan menyimpulkan sedikit senyum di bibirnya. Seolah-olah teringat sesuatu.

"Ini benar-benar mengingatkanku pada kejadian itu. Ah, rasanya aku seperti ingin bernostalgia. Seperti beberapa tahun sebelumnya, saat-saat aku masih bersamanya." Ucapnya pelan.

***

Siswa-siswi yang sedang bermain kesana-kemari dan bercanda satu sama lainnya. Aku yang sedang menatap keluar jendela, melihat ranting-ranting pohon, lalu tertuju pada seseorang, dari kejauhan ia sedang melambaikan tangan.

"Ah dia sedang mendekat kesini rupanya. Aku harus siap-siap." Ucapku dalam hati.

"Kamu sedang apa? Kenapa tidak keluar kelas sihh? Ayo temani aku, aku disuruh sama Ibu Guru tadi."
"Apaa? Tidak terdengar!" Aku pura-pura tidak mendengarnya, karena aku ingin melihat dia dengan wajah juteknya dan lalu dia akan menghampiriku lalu menyeret ku dengan paksa pastinya.

"Apa yang kamu katakan tadi?" Tanyaku padanya.
"Aku ingin jajan!"
"Hah? Seriusan?"
"Gak! Ikut aja pokoknya!"
"Harus ya marah-marah, wajahmu jelek jadinya."
"Bodo amat!"

Seperti yang aku duga dia menyeret aku. Tapi, aku tak pernah memberontaknya. Itu sesuatu yang lucu menurut ku dan aku selalu menikmatinya.

"Haruss ya dengan memegang tangan aku, lihat murid-murid lain sedang melihat ke arah kita."
"Ishhh.. kenapa aku pegang tangan kamu sih!?"
"Hah.. kamu memang selalu begitu kan?"
"Sudahlah, jangan menyebalkan! Untuk hari ini pokoknya!"
"Kenapa enggak boleh?"
"Sudah jangan banyak tanya!"
"Hahaa jutek ih."

Seseorang yang sedang bersama ku sekarang bernama Hana. Ia seorang teman dekatku dari SMP hingga kini di bangku kelas 12 SMA. Ia selalu melakukan hal yang begini terutama pada aku.

"Hanaaa."
"Apa!"
"Kenapa harus membentak aku sih."
"Karena kamu menyebalkan!"
"Tapi, kamu senang kan?"
"Kagak pernah!"
"Nggak mau mengakui!"
"Ssuttt!" Hana menempelkan jarinya pada bibirku dengan mata yang terbuka lebar, seperti seorang Ibu yang memandangi anaknya dengan perasaan ingin memarahinya.

"Kenapa harus melotot? Aku pun bisa melakukan itu nih lihat."
"Kamu!"
"Apa!"
"Zannn!"
"Apa?" Tanyaku sambil tersenyum lebar kepadanya.
"Benar-benar menyebalkan."

Hana selalu memanggilku Zan, katanya itu adalah nama panggilan khusus untuk dirinya. Padahal nama asli aku bukan Zan tapi, Zain. Ia memanggilku Zan karena Zain tidak cocok, menurutnya, "Zain terlalu bagus untuk orang yang menyebalkan." Begitulah katanya. Tapi, aku tidak pernah merasa keberatan dengan itu.

"Hanaa, kenapa aku harus ikut kamu ke ruang Guru? Padahal kan kamu bisa bersama yang lain, kenapa harus selalu aku?"
"Kenapa? Tidak mau?"
"Bukan begitu Hana, tadi aku sedang menulis."
"Menulis apaan? Aku lihat kamu dari kejauhan tadi, kamu hanya memandangi ranting-ranting saja!"
"Kamu memperhatikanku yaaa, cieee, kenapa memperhatikanku dari jauh? Padahal dari dekat aja akan aku izinin kok."
"Kamu benar-benar menyebalkan."
"Kalau aku tidak menyebalkan, aku bukan Zan seperti yang kamu kenal."
"Sudah diam."

Aku pun diam sejenak seperti yang dia bilang.

"Ngomong-ngomong."
"Apaa lagi?"
"Kenapa dipanggil ke ruang Guru?"
"Katanya ada yang mau Ibu sampaikan, mungkin karena sebentar lagi kita akan lulus."
"Oh begitu. Kamu akan sedih dong."
"Sedih kenapa? Aku akan senang karena bisa terhindar darimu yang menyebalkan."
"Cih."
"Wleee." Dia menjulurkan lidahnya dan memasuki ruang Guru dan aku disuruh untuk menunggunya diluar.

World Of WordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang