Perempuan yang menyesal

10 0 0
                                    

Aku pernah menyukai seseorang sebelumnya, namun dia pergi bersama yang lain. Lalu beberapa tahun berlalu. Aku bertemu seseorang yang kini menjadi teman dekatku sekarang dan aku menyukai dirinya. Dia selalu baik kepada ku. Hingga aku tiba dimana aku harus meninggalkannya. Dulu memang aku yang selalu ditinggalkan, kini aku yang harus meninggalkan. Pertanyaan demi pertanyaan muncul dibenakku. "Apakah dia membenciku? Apakah aku jahat?" Sungguh jika dia berpikir demikian, tak mengapa.

***
Pada malam hari aku terbangun. Tepatnya pukul dua malam, sudah menjadi alarm tubuhku yang selalu terbangun, saat dimana orang-orang rumah masih tertidur. Karena memang biasanya aku begitu.

Aku pergi dari kamarku menuju toilet, untuk membasuh wajahku terlebih dahulu, lalu mengambil wudhu, untuk sholat malam. Inilah alasanku terbangun. Sholat malam.

Bapak pernah mengatakan sesuatu kepadaku "Jika ndhuk mau Bapak dan Mama selamat, do'akan lah Bapak dan Mama selalu, lalu jika ndhuk menginginkan sesuatu dan menginginkan ketenangan ambillah wudhu dan laksanakan sholat malam, itu akan membantumu ndhuk." Dan aku hanya mengangguk saat Bapak mengatakan hal itu. Tapi, aku sangat mengagumi Bapak. Aku pun berjanji satu hal pada Bapak.

Selesai berwudhu, aku kembali ke kamar. Lalu mengambil mukena dan sajadah. Aku bentangkan sajadah di lantai, lalu memakai mukena. Melaksanakan sholat malam.

***

Di keheningan malam. Usai sholat. Aku lantunkan do'a untuk Bapak dan Mama kepada Tuhan. Juga do'a pribadiku. Aku angkat kedua tanganku, berdo'a dengan sungguh-sungguh. Tetiba air mataku mengalir di pipi. Lambat laun air mataku semakin mengalir. Aku menangis di keheningan malam. Dimana saat yang lain masih tertidur. Aku menangis sendirian. Aku memang begini. Di malam-malam selanjutnya aku pun masih begini. Tak sadar ternyata Bapak mengetahuinya. Dimana saat aku duduk dengan mata sembap karena menangis.

Hingga tiba dimalam, saat aku usai sholat malam. Aku terduduk, berdiam diri.

Tok.. Tok.. terdengar suara pintu kamarku diketuk. Aku berdiri untuk membukanya

"Ehh, iyaaa sebentar." Aku tertegun, ternyata yang mengetuk pintu adalah Bapak. Bapak langsung masuk ke kamar dan duduk di kasurku.

"Sini ndhuk di sebelah Bapak. Bapak mau bicara sama kamu ndhuk." Kata Bapak liirih.
"Iya.. paa."
"Mata kamu selalu sembap dijam-jam segini ndhuk."
"Eh.." Aku kaget, kenapa Bapak bisa tahu. Padahal aku belum pernah bercerita apapun pada Bapak, dan hanya mendengarkan nasihat-nasihatnya saja.

"Bapak tau ndhuk. Bapak tau, Bapak juga selalu terbangun di tengah malam begini. Hendak sholat malam, sama seperti yang kamu lakukan ndhuk. Usai sholat malam dan berdzikir, Bapak selalu ke kamarmu melihat diri kamu sebentar ndhuk, dan Bapak perhatikan kamu yang tertidur di atas sajadah dan Bapak lihat matamu yang sembap ndhuk. Bapak hanya tau akan hal itu saja ndhuk, Bapak tidak tau selebihnya. Tapi ndhuk, biarlah jikalau ndhuk masih membutuhkan waktu untuk bercerita, Bapak akan bersabar menunggu."

"Bapak.." Kataku lirih. Mataku berkaca-kaca, menatap wajah ramah Bapak. Aku sangat ingin bercerita pada Bapak, tapi, aku takut Bapak akan marah. Aku takut. "Tuhan, berilah aku kekuatan untuk bercerita pada Bapak." Bisikku dalam hati.

"Apakah ndhuk mau bercerita pada Bapakmu ini?" Tanya Bapak kepadaku.

Aku mengangguk. Aku akan bercerita pada Bapak. Dan Bapak sudah antusias sekali, cepat-cepat ingin mendengarkan cerita anaknya yang selalu menangis pada malam hari.

Aku menghela nafas sejenak.

"Bapak.. Shasha melanggar Janji pada Bapak."

Bapak yang tadinya antusias sekali, sekarang berubah. Wajahnya yang tadinya ramah berubah menjadi serius. Seperti akan marah tapi tertahan. Karena aku belum usai bercerita.

"Itu kejadian setaun yang lalu paa, Shasha menjalani hubungan lagi dengan seseorang, tadinya kami hanya berteman biasa, lambat laun Shasha dekat dengan dirinya, dan lambat laun juga perasaan Shasha tumbuh subur. Shasha sudah berusaha menahan perasaan itu agar tidak tumbuh terlalu subur. Tapi, paa Shasha kalah, perasaan Shasha lebih kuat."

Aku mengambil nafas lagi, memperhatikan Bapak, sekarang Bapak terlihat tenang kembali. Mungkin karena melihat mata aku yang mulai berkaca-kaca.

"Paa.. dulu sebelum itu, aku kehilangan dua teman dekatku, mereka menghindari Shasha dan lalu Shasha punya teman lagi, lalu pertemanan Shasha semakin dekat, tapi, tak lama kemudian dia juga menjauhi Shasa paa. Shasha memberanikan diri untuk bertanya padanya, bertanya tentang alasan, mengapa dia seperti itu, dan paa Shasha bertanya karena Shasha tidak mau kehilangan lagi dan juga paa..." Aku memperhatikan wajah bapak lagi dan mulutku seperti kelu, tapi aku berusaha untuk terus memberanikan diri bercerita pada Bapak.

Aku mengambil nafas lagi.
'Sssshassha, menyukai dia paa, dulu memang teman Shasha dua-duanya perempuan, tapi yang ini seorang lelaki paa. Tapi itu sudah berlalu pa. Itu sudah berlalu, karena Shasha meninggalkan dia paa. Shasha berkata kepada dirinya untuk mengehentikan semuanya. Dan paa, Shasha tidak pernah berbuat macam-macam dengan dirinya. Dia mengerti akan diri Shasha yang bagaimana-bagaimananya, dia hanya sering membantu Shasha paa. Tapi, paa Shasha tidak mau berbohong pada Bapak, papa Shasha, alasan Shasha sering terbangun malam untuk melaksanakan sholat, Shasha memang selalu mendo'akan Bapak dan Mama tapi, Shasha juga tak absen mendo'akan dia paa. Karena Shasha tak membiarkan dia pergi paa, karena ego Shasha, karena Shasha tidak mengerti dia, saat dia menjaga jarak kepada Shasha, harusnya Shasha sadar, karena dia lelaki paa, Shasha malah membuatnya kebingungan dan berakhir begini pa, padahal dia selalu baik, meski ada jarak diantara Shasha dengannya tapi dia masih menimpali Shasha dan berusaha bersikap baik pada Shasha. Tapi pa, Shasha malah meninggalkannya paa, Shasha juga telah menjelaskan alasannya paa, tapi Shasha takut dia akan membenci Shasha, padahal dulu Shasha bertanya-tanya padanya, alih-alih karena Shasha tidak mau kehilangan teman lagi paa, Apakah Shasha jahat paa? Ini semua gara-gara Shasha paa. Seharusnya Shasha sadar dari awal, bahwa Shasha sedang berteman dengan seolah lelaki, yang Shasha pikir akan sama seperti pertemanan dengan teman Shasha sebelumnya. Shasha keliru paa, Shashaaa.." Air mataku mengalir di pipi. Tak terbendung lagi. Aku menangis.

Bapak merangkul aku, menepuk pundakku.
"Ndhuk. Maafkan Bapak. Bapak mungkin sudah membuat ndhuk berjanji pada satu hal. Tapi, mengertilah ndhuk, Bapak berkata begitu hanya untuk menjaga dirimu, kamu putri Bapak satu-satunya. Kamu sangat berharga bagi Bapak. Kamu lebih memilih untuk memalingkan perasaanmu sendiri. Dan memprioritaskan hal yang lain. Jangan pernah merasa bersalah ndhuk."

"Paa, bagaimana Shasha tidak merasa bersalah paa, bagaimana? Jika Shasha tidak mengatakan itu, mungkin kami masih berteman, tanpa perlu mengetahui perasaan kami berdua, mungkin kami akan berteman terus." Kataku pada Bapak dan masih dengan air mata yang mengalir di pipi.

"Lalu bagaiamana ndhuk? Apakah kamu mau terus menyesalinya ndhuk? Apakah kamu akan terus menangis sepanjang malam ndhuk?"

Aku hanya terdiam. Tidak menimpali Bapak yang bertanya.

"Ndhuk, nasi sudah menjadi bubur. Dan juga ndhuk, apakah akan selesai jika kita menyesalinya terus? dan apakah kamu mau terus menyalahkan dirimu? Bapak yakin dia juga tidak mau kamu sampai menyalahkan dirimu sendiri ndhuk, Bapak yakin dia juga paham akan dirinya, namun perasaannya lebih dalam darimu ndhuk, dan mungkin dia akan membencimu terlebih dahulu, sedangkan kamu ndhuk, rasa bersalah terus menghantuimu, sekarang Bapak mengerti kenapa kamu ndhuk, selalu menangis setiap malam. Dan kemudian tertidur diatas sajadah dengan mata sembapnya. Ndhuk, bukankah kamu selalu berdo'a pada Tuhan. Dan jika ndhuk percaya dan selalu berdo'a pada Tuhan, maka yakinlah ndhuk, ini adalah skenarionya. Sadarlah ndhuk. Dan jika kalian dipertemukan kembali, mungkin Tuhan akan melakukan sesuatu dan mungkin akan mempersatukan kembali, dan memperbaiki kesalahan-kesalahan bersama, kita tidak pernah tau akan skenario Tuhan ndhuk. Ndhuk, kamu sekarang sedang diberi pelajaran, tentang, bagaimana harus bersikap, tentang apa yang harus diputuskan, pun dia ndhuk, dia juga sedang diberi pelajaran, tentang apa yang harus ditahan agar tidak berlebihan. Ndhuk percayalah akan hal itu. Sekarang ndhuk, berjalanlah seperti biasanya, fokuslah pada tujuan sekarang ndhuk. Tak mengapa jika hari ini akan terasa berat ndhuk, mungkin, besok lusa akan normal kembali."

Bapak kemudian memelukku sebentar, lantas pergi meninggalkan kamar. Meninggalkan aku menangis sendirian, agar aku tegar di hari kemudian.

World Of WordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang