Lelaki yang berlebihan

10 0 0
                                    

Sebutlah mereka sepasang, sepasang yang memulai hal yang telah mereka langgar.

***
Sungguh aku selalu berdo'a usai sholat malam. Tak pernah aku lewatkan, meski rasa kantuk lebih berat. Jika dibilang apakah itu melelahkan? Sungguh itu sangat melelahkan.

Hingga tiba di suatu malam. Aku harus mengambil keputusan. Pada malam itu aku terduduk usai sholat malam seperti yang biasa aku lakukan, aku berbisik didalam hati "Aku harus bisa memutuskan, jika itu yang baik buat diri aku, maka aku lebih memilih untuk menyakiti diriku sendiri." Itulah yang kubisikkan di dalam hati. Hei, apa aku menangis?
Ya jelas. Aku menangis tersedu-sedu.

Tiba-tiba. Ada suara yang menghampiri Aku.

"Ali, kenapa kamu menangis?"
"Bibi..?" Aku sontak terkejut melihat bibi yang sudah berada di dekatku dan bertanya-tanya.

"Kenapa kamu menangis? Ada apa? Apa mau bercerita, jangan ditutupi, bibi juga sama seperti ibumu, anggaplah demikian?" Tanya bibi dengan ramah.

"Baiklah bi aku akan bercerita, jika ditanya mengapa? Baiklah. Aku tidak mau menjalin hubungan dengan seseorang. Jika ditanya alasan? Baiklah. Aku trauma. Aku takut. Dan aku tidak mau untuk menjalin hubungan itu. Apakah karena agamaku? Itu juga termasuk dan karena, ujungnya, akulah yang akan jatuh. Kenapa? Karena aku tidak menjaga hati dengan baik seperti halnya orang-orang yang berada di sekitarku. Maka dengan itu aku lebih memilih untuk menyakiti diri aku dengan berusaha untuk menciptakan jarak dengan siapapun. Apakah aku salah bi?" Tanyaku pada bibi. Yang kemudian bibi hanya tersenyum, aku lanjut bercerita.

"Bi, aku pikir untuk bertindak demikian itu benar. Kenapa mereka selalu bertanya-tanya? dan kenapa Tuhan memberikan aku pola yang sama? Kenapa Tuhan berbuat demikian bi? Padahal aku setiap malam berdo'a untuk tidak didekatkan pada siapapun, untuk tidak menyukai siapapun dan untuk dijauhkan dulu dari hal-hal seperti itu! Kenapa Tuhan malah memberinya itu Bi?." Tangis ku mulai pecah. Dengan bibi yang kemudian memeluk aku.

"Kkkenapaa bi? Bbbiibi tau kan kkkenapa aaakkuu sssamppaii mmmennanngiss ssepperti ini?" Tanyaku dengan tersedu-sedu.

Bibi mengangguk. "Bibi tau, tapi, ini kan Ali bukan mereka, dan Ali, dengar, seberapa banyak Ali berdo'a? Apa Ali menangis seperti ini setiap malam hanya kali ini saja? Bibi tau, Ali sering sekali menangis, hei meski Ali memang seorang Lelaki, tapi hati Ali terlalu jujur, Hati Ali sangat peka, juga Ali kenapa dengan Tuhan? Kenapa Tuhan memberikan pola yang sama? Tapi orangnya berbeda? Itulah Ali yang namanya Ujian, Tuhan memberikannya kepada Ali agar Ali bisa belajar untuk tidak melakukan lagi hal yang sama. Juga Tuhan memberikan ujian yang sama karena Ali gagal dalam Ujian sebelumnya, maka Tuhan memberikan Ujian yang berikutnya. Dan apakah ini gagal? Belum Ali. Karena keputusannya ada di diri Ali, jika kemarin Ali berpikir untuk menghindarinya, cobalah Ali sekarang untuk menghadapinya. Dan Ali dengar nasihat bibi, tetaplah pada tujuan Ali yang tak mau mempunyai hubungan dengan apapun, jelaskan Ali kepada orang itu dan bibi yakin mungkin dia akan paham, juga Ali jangan kalah dengan perasaan itu, meski itu tumbuh subur di dalamnya, tahanlah, Ali yakinlah bahwa Tuhan pun ingin Ali berbuat demikian."

Aku mengangguk setelah mendengar nasihat bibi.

***

Dan pada malam dimana aku yang terduduk sehabis sholat malam. Aku kembali menangis namun tidak tersedu-sedu.

Ada suara lagi yang menghampiriku.

"Ali kenapa kamu menangis?" Tanya bibi.
"Bibi," Aku sudah tahu kalau ternyata bibi juga sering terbangun malam dan aku tidak terkejut lagi.

"Kalau sekarang bagaimana? Ada apa dengan sekarang, bukankah ini sudah setahun sejak dulu bibi menasihati Ali?"
"Bibi," Aku hanya memanggil bibi.

"Bibi tau Ali. Dari saat dimana kamu sering tersenyum, dari saat dimana kamu terkadang terlihat kesal, dari saat dimana kamu terlihat marah, dari saat dimana tawamu lebih berkesan. Bibi tau dari hal-hal seperti itu. Dan bibi juga tau, kau tak perlu meminta maaf dan memaksakan untuk berbicara begitu Ali. Tanpa dibilang bibi sudah tau..." Bibi mendekati Aku dan menghela nafas perlahan ' Ali, bibi tau kenapa Ali tidak menjalankan nasihat bibi, itu karena perasaan Ali juga telah tumbuh subur, dan tujuan Ali yang tadinya begitu, kalah, tumbang Ali, karena kali ini bukan nihil hasilnya ternyata seseorang itu juga sama halnya denganmu Ali, dan Ali tidak mau mempunyai hubungan? Ali memang mengambil keputusan untuk tidak mempunyai hubungan, tapi Ali apa harus dengan selalu tersenyum setiap harinya dengan ponselmu? Dan apakah bibi tidak tau? Ali apapun itu, jika berpikir itu tidak ada hubungan maka itu salah, juga Ali, Ali pernah bertanya kenapa Tuhan memberikan ini pada Ali? Inilah jawabannya Ali."

Aku masih menangis dan, hati aku merasa sesak. Mendengar bibi berbicara begitu, membuat aku sadar. Dan bibi sekarang terlihat ramah dengan senyum tipisnya.

"Ali, menurut Ali kenapa mereka juga begitu?"

Aku hanya terdiam tak bisa untuk berkata-kata.

"Itu karena mereka menuruti perasaannya Ali. Apakah Ali begitu? Sayangnya Ali juga berbuat demikian. Ali kita memang tak sempurna, wajar dan memang kita itu bisa salah Ali. Tapi, ingatlah buah tidak jatuh jauh dari pohonnya, Ali selama ini Ali juga sedang membangun hal itu, apa alasan Ali sekarang? Kenapa Ali tidak menjelaskan tujuan Ali kepada dirinya?" Bibi mulai bertanya.

"Bi, dia bertanya kepada aku, dia menyadari bahwa aku menciptakan jarak, dan dia pernah merasa ditinggalkan oleh teman dekatnya dan dia tidak mau yang ini berakhir begitu juga yang kemudian jadilah begini, aku sama seperti aku yang dulu, dengan jalan yang beda bi. Aku tidak menjelaskan tujuanku yang sebenarnya, karena aku takut dia akan langsung pergi setelah tau akan hal itu, aku takut dia hilang, dan aku lebih memilih perasaanku sendiri bi yang sekarang, aku berpikir bahwa ini juga adalah sudah skenario Tuhan untuk aku supaya tidak menjadi seperti mereka yang kemudian menyesal."

Bibi mengelus rambutku.

"Ali kamu tau? Kenapa bibi menyuruh untuk menahannya waktu itu? Dan sekarang meski sudah begini hati mu Ali, hatimu memang masih jujur dan sangat peka, tapi tertinggal di seseorang sama seperti waktu kamu dulu melakukannya, kenapa bibi menyuruh menahannya Ali? Karena bibi pernah merasakannya juga. Bibi juga pernah menjadi seperti mereka, saat perasaan bibi jatuh lebih dalam, itu membekas sampai sekarang. Dan Ali jangan berpikir bahwa mereka yang tau akan perasaan kita yang jatuh lebih dalam dan mereka meninggalkan kita, lalu berkata bahwa mereka itu jahat. Mungkin mereka juga merasakan hal yang sama tapi, mereka sadar terlebih dahulu."

Bibi tersenyum ke arahku. Aku memeluknya dan kemudian menangis kembali dengan tersedu-sedu.

World Of WordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang