🌷Bagian 4

1 0 0
                                    

بسم اللّه الرّحمن الرّحيم
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

     Nah itulah, curcolan disela-sela Hilya makan dan chatan. Lumayan lah, ada teman chatan dan sedikit saling berbagi keluh kesah. Habis itu akan terkena pasal emak-emak kepada anaknya yaitu "Makan ya makan, hp-annya nanti lagi. Makan dari tadi perasaan lama bener."

🌻🌻🌻🌻🌻

    Hari berganti, tak terasa pengumuman hasil tes kemarin, besok sudah akan ia ketahui. Berbeda dengan kemarin, ada rasa penuh harap namun pasrah juga menyelimuti. Setidaknya keinginan dan harapan itu masih tumbuh subur dalam dirinya. Meski demikian ia masih menjalani rutinitas normalnya seperti biasa.

    Tak banyak yang tahu ia mengambil kesempatan terakhir di tahun setelah ia lulus di bangku SMA untuk melanjutkan di jenjang yang lebih tinggi lagi. Entahlah, ia merasa sangat takut rasanya, meski banyak dorongan dari luar yang memberikan nya semangat untuk mencoba dan berusaha. Ia selalu saja teringat akan apa yang di sampaikan oleh sang kakak kala itu.

Flashback on...

    Tiga orang itu nampak duduk dengan santai di depan tv yang mati. Bercengkrama dengan hangat perihal banyak hal. Hingga suatu topik memasuki dan merubah suasana seketika menjadi dingin dan seolah-olah mengintrogasi sang gadis remaja itu.

"Adikmu kemarin pengen melanjutkan sekolah, tapi dari ibuk bilang, kalau mau lanjut sekolah biaya nya apa ? Sekarang sudah nggak ada yang mencarikan uang lagi. Tapi dia bilang kalau mau memperjuangkan beasiswa, tapi dari ibuk masih saja ada rasa khawatirnya." Ucap wanita paruh baya itu.

"Buat apa to dek sekolah tinggi-tinggi ? Kamu tahu keluarga kita gimana dan tinggal siapa ? Kamu tahu kalau perempuan itu larinya kemana ?" Tanya sang kakak meski dengan nada santai namun mengintrogasi kearah jawaban yang dimaksud.

Bukan apa-apa, sang adik yang notabene nya merupakan sosok dengan hati yang mudah tersentuh menjawab pertanyaan sang kakak sesuai dengan maksud nya. "Larinya ke dapur dan jadi ibu rumah tangga." Dengan mata berkaca-kaca ia menjawabnya, namun hatinya menolak dengan argumen dan segala komitmennya "Tapi bukankah seorang istri juga lebih baik memiliki pendidikan yang tinggi, yang dapat mendidik anak-anak nya nanti. Bain tidak menjadi jaminan memang, namun berusaha menjadi baik adalah suatu keharusan."

Flashback off....

Saat itulah percakapan yang sedikit singkat namun sedikit terngiang di ingatannya. Bersyukur ada banyak orang di luar sana yang selalu mendukung untuk terus maju, berani mencoba dahulu. Beruntung juga ia adalah sosok yang sedikit bebal, makanya berani mencoba dan melangkah maju. Ini bukan perihal masa depan yang bisa diatur oleh orang lain, tapi bagaimana seseorang berani mengambil keputusan dan peluang yang ada.

Hilya menjalani rutinitasnya seperti biasa, berangkat pukul 06.30 kembali ke rumah pukul 15.00 atau terkadang pukul 16.00. Itulah hal yang sering ia jalanin di kehidupan kesehariannya. Jenuh, bosan, gelisah dan lainnya tak jarang ia juga merasakannya. Apalagi sore ini merupakan pengumuman hasil tes UM-PTKIN nya. Semakin campur aduk sudah rasanya.

"Heh, ngalamunin apasih? Ayok makan dulu, udah pada makan itu di kantor atas." Ucap seseorang yang tiba-tiba muncul dihadapannya.

"Astagfirullah, kaget mbak. Siap-siap mbak, bentar lagi aku nyusul buat makan." Jawab Hilya dengan segera sedikit membereskan meja kerjanya.

"Keburu lauknya abis itu buruan makanya." Titah beliau kembali.

"Iya mbak... Duluan aja ke atas, nanti saya menyusul." Sahutnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 24, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Romantika Rasa (Dunia yang Fana)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang