2

242 31 11
                                    

~

"Maaf mengunggu lama" Jeno baru keluar dari dapur dengan masih mengenangkan apron dan nampan di tanganya.

"Kita sarapan dulu" Renjun hanya memandang tak selera ke arah dua roti dan susu untuknya serta kopi milik jeno.

"Kenapa? ayo dimakan"
Renjun menggeleng pelan.

"Ahh,,, apa karena bukan buatan kakek" Jeno memasang wajah serius menatap renjun sambil melipat tangan didada.

"Bukan begitu.. "

"Kalau bukan begitu ayo makan, tenang saja saya tidak akan meracun anak kecil sepertimu" Ujar jeno dengan nada bercanda.

Ya bagaimana lagi, mau tak mau Renjun harus makan walaupun memang nafsu makannya hilang sehabis dimarahi mamanya tadi.

....

"Ini pakai" Jeno menyerahkan helm hitam kepada bocah SMA itu.

"Naik motor? " Tanya Renjun pelan.

"Iya, ada yang salah? "

Renjun tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, "ini kali pertama aku naik motor, ummm... kak? Tak masalahkan jika ku panggil kakak? "

Jeno tersenyum hingga matanya membentuk garisan seperti bulan sabit yang menawan.
"Tentu, ayo naik lah, ngomong-ngomong kau membolos ya? "

Renjun terkekeh kecil dan menaiki kuda besi milik Jeno yang terlihat sangat keren itu.

"Tak masalah, aku bosan belajar sepanjang hari" Ujarnya.

Jeno mulai melajukan motornya dijalanan.

"Tapi belajar itu penting"

"Aku tau, cuma aku ingin bersantai sebentar saja, ternyata naik motor tidak buruk juga, aku suka"

Jeno terkekeh gemas.
"Pegangan, saya akan ngebut"

Renjun menggenggam erat jaket kulit Jeno

"Wooo!!!!..... Aku merasa 1000x lebih keren naik motor ini" teriak Renjun.

Jeno tertawa melihat tingkah bocah yang tengah ia bonceng itu, mungkin benar Renjun terlalu lelah, pikirnya.

....

Jeno dan Renjun kini telah berada di salah satu pemakaman kota, keduanya tampak sangat sedih duduk di pinggiran makam.
Suasana tenang dengan kicauan burung kecil serta angin pelan mendayu keduanya dalam nuansa sedih, seakan tak diberi hambatan langit dengan lancang ikut menunjukan sedihnya, mentari yang tadinya terang perlahan redup tergantikan gundukan awan hitam, isyarat waktu bagi keduanya untuk melepasakan air dari sangkar pelupuk .

"Kakek yang tenang ya disana, aku minta maaf tidak hadir di pemakaman kakek. " Renjun terisak menatap nanar ke batu nisan milik kakek Jeno, sedangkan Jeno hanya menunduk menggigit bibir bawah menahan tangisnya, selama ini semenjak hidup sendiri, Jeno menanamkan pola pikir, dimana laki-laki tak seharusnya menangis.

Hanya kakek yang Jeno punya semenjak ia lulus bangku SMA, Jeno kemudian hidup sebatang kara, ia awalnya di paksa sang kakek untuk tinggal bersama, tapi Jeno tak ingin menyusahkannya, Seminggu sekali Jeno datang ke toko kue milik kakeknya untuk membantu, banyak resep yang telah ia pelajari, hingga penghujung hayat sang kakek, Jeno mendapatkan kepercayaan untuk meneruskan toko kue tersebut.

"Sudah??, ini sudah hampir siang, perjalanan kita juga jauh".

Renjun mengangguk dan meletakan bunga mawar putih yang tadi sempat ia beli tadi di jalan.

....

Wajah Renjun masih terlihat murung, niatnya hari ini ingin menemui kakek tapi malah jadi begini, Renjun menyesal tidak datang minggu kemarin, itu karena ia sakit, padahal sudah sangat rindu dengan roti isi kacang merah buatan kakek.

Secret LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang