Unready to let go

41 8 4
                                    

Aku terbelit pada perasaan sakit yang aku ciptakan sendiri. Bodohnya lagi aku tak bisa berkelit pada sekelumit perasaan yang jelas bukan untukku.

Notes: Sebelum baca, bisa sambil putar mulmed ya 🤭

Notes: Sebelum baca, bisa sambil putar mulmed ya 🤭

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seminggu berlalu. Seminggu itu pula aku memikirkan tentang ucapan Mahesa. Aku tau ada maksud dari ucapan laki-laki itu. Entah peringatan untukku agar tak menaruh harapan padanya atau untuk memberi batasan padaku jika kami memang tak bisa lebih dari sekedar teman.

Mahesa tak salah. Jika di posisinya mungkin aku juga akan melakukan hal yang sama, dan aku telah melakukan itu kepada Azan. Lelaki itu seminggu belakangan ini aku jauhi. Tiap pesan masuk darinya, baik itu hanya sekedar bertanya kabar atau mengirimi foto Mahesa, hanya aku balas sekedarnya. Bahkan tak jarang hanya ku baca.

Kalau seperti ini terus aku bisa dikategorikan kedalam tokoh egois yang jahat. Tapi tak apa, karena menurutku sakitnya hanya akan sebentar. Berbanding terbalik jika aku masih terus-terusan memberi lelaki itu harapan yang sebenarnya tak bisa kupertanggungjawabkan.

"Kamu mikirin apa sih Key?"

Aku tersentak. Melihat Tasya yang sudah duduk di sampingku. Ku lihat sekeliling, sepertinya sudah cukup lama aku melamun. Karena, kini sudah ada beberapa teman sekelasku, padahal aku orang pertama yang datang.

"Suka sama cowok yang gak pasti itu rasanya sengeselin ini ya Sya," keluhku.

Tasya yang sepertinya tak mengerti maksudku langsung menggeser kursinya untuk lebih dekat ke arahku. "Kamu lagi suka sama siapa?" tanyanya.

Aku menghela nafas kesal. Aku lupa kalau aku sama sekali belum cerita tentang Mahesa. Sebulan mengenal Tasya ternyata belum cukup membuatku terbuka dengannya.

"Kalo aku sebut namanya kayaknya kamu juga gak bakalan kenal Sya."

"Makanya, cerita Key. Perasaan udah sebulan kita kenal tapi cuma aku yang cerita semua ke kamu. Kamu gak anggap aku temanmu?"

"Bukannya gitu Sya. Aku takut cerita ke kamu. Nanti malah jadi beban, aku tau kamu udah terlalu banyak punya masalah."

"Kalau kamu gak mau ngebebanin aku, berarti kamu gak nganggap aku ini temanmu. Teman itu ada untuk saling berbagi beban Key."

Aku diam. Apa yang Tasya katakan sukses menamparku telak. Pada Lara, Amelia dan teman-temanku yang lain aku bisa terbuka sekali. Tapi sama Tasya berbeda, aku lebih tak ingin membebaninya.

"Yaudah, kalau kamu gak mau cerita aku pergi."

Tasya beranjak, setelah gadis itu selesai mengotak-atik ponselnya.

"Kamu mau bolos?"

"Sumpah Key, kalau kamu gak mau cerita sama aku. Cerita sama siapapun itu. Kamu benar-benar kehilangan fokus."

Tasya menenteng tas kecilnya. "Coba cek grup whatsapp, disitu ada info kalau dosennya gak masuk," tukas Tasya lalu berlalu pergi begitu saja.

Dismiss (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang