[Son Ye Jin POV]
-Di pesawat-
Tak ku pedulikan orang-orang dan keadaan di pesawat. Untungnya ku booking tempat duduk di tepi jendela pesawat sehingga embuatku mudah menangis sepuasnya. Melihat awan, langit, dan sayap pesawat membuatku mulai teringat tentang dia- sang pilot yang ku kagumi sekaligus ku benci.
Membayangkan bagaimana ia menghabiskan waktu-waktunya di awan memegang kendali pesawat dan nyawa ratusan penumpang. I just hope you are always be safe, my captain, Hyun Bin.
Terang saja, dalam kebencianku tetap aku teringat padanya dan mendoakannya. Hhhh...Dasar Ye Jin bodoh. Senyumku menyungging diantara tangisku mengingat semua hal tentang Hyun Bin yang bisa ku ingat.
Baru saja aku teringat dalam percakapan Hyun Bin dengan pacarnya tadi, Hyun Bin mengatakan bahwa ia akan flight kembali ke Seoul dan seingatku ia telah memakai seragamnya. Harusnya ia mengemudikan salah satu pesawat penerbangan ke Seoul.
Hhhh. Mungkinkah? Mungkinkah ia adalah pilot dari pesawat yang aku naiki ini? Ahh! Lupakan Yejin lupakan! Sekalipun dia adalah pilot pesawat ini, kau tidak boleh peduli lagi padanya. Jika benar ia adalah pilotnya, kau harus bisa mengacuhkannya.
Pura-pura tak melihatnya, pura-pura tak mendengar suaranya. Kau harus bisa tunjukkan rasa tidak pedulimu. Karena banyak orang bilang, tidak peduli itu jauh lebih menyakitkan daripada memarahi. Karena dengan memarahi, itu artinya kau masih peduli akan kehadirannya.
Ya, kau harus bisa apabila hal itu terjadi. Namun mataku rasanya sangat mengantuk karena lelah menangis. Ahh...lebih baik aku tidur agar ketika ku buka mataku kembali, aku telah menapakkan kembali kakiku di Seoul.
Pengumuman pengingat kedatangan telah membangunkanku dari tidurku. Ahh...tak kusadari telah ada selimut yang menutupi tubuhku. Ku tengok kanan-kiri, tapi penumpang lain tidak semuanya memakai selimut sepertiku.
Segera kucoba bertanya kepada orang di sampingku namun ia terlihat begitu sibuk mempersiapkan diri untuk landing. Ahhh...yasudahlah! Mungkin pramugari baik yang memberikan selimut ini.
Ku biarkan saja tanpa pikir panjang segera ingin landing. Aku sungguh ingin memeluk dan menangis pada Eommaku. Tapi aku tidak yakin akan bisa bercerita padanya.
YJ: Eomma...aku telah sampai. Eomma dimana?
Eomma: Eoh...tengoklah ke kanan, Eomma dan Appa berada di lounge favoritmu!
Segera ku tengokkan diri ke kanan dan berlari ke arah Eomma dan Appaku. Ya, mereka adalah segalaku. Aku yang anak tunggal, pun adalah segalanya bagi mereka. Hanya dengan melihat mata mereka saja bahagiaku sudah luar biasa.
"Eomma... Appa... kalian sudah lama di sini?" Teriakku yang langsung berubah perangainya seperti anak kecil.
"Eoh...ne! Ketika kau meminta untuk dijemput, cepat-cepat kami berangkatkan mobil menuju ke Bandara. Dasar anak nakal! Baru kemarin kau pamit mau bersenang-senang ke Jeju, kenapa kau langsung pulang, sayang? Apakah Jeju tidak mengasyikkan untukmu? Apakah kau bosan? Atau...apakah kau ada masalah?" Eommaku yg menganggapku anak nakal tapi tetap lembut kepadaku dan menodongku dengan berentetan pertanyaan.
"Anieyo...mmm...ada urusan kantor di Seoul yang harus segera aku selesaikan. Huh hidupku memang tidak akan pernah tenang sejak aku berhasil mencapai posisiku saat ini, Eomma! Hahaha." kataku pura-pura bahagia dengan kesombonganku yang telah menduduki posisi Ketua Tim di kantorku sebagai Arsitek Design Interior.
"Dasar anak nakal dan sombong Eomma dan Appa. Baiklah cepat-cepat kita pulang dan makan enak sebelum kau bekerja keras kembali." Peluk Eomma kepadaku dan Appaku yang mengacak-acak rambut anak kesayangan satu-satunya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Bitter Sweet Life With You
RomanceMenikahi seorang pria yang telah lama ku kagumi dan menjadi idaman semua wanita dan mertua nyatanya bukanlah suatu hal yang benar-benar bisa membuatmu bahagia. Bagaimana bisa bahagia? Dia menikahiku karena terpaksa. Cinta lamanya kandas sebab takdir...