"Gue mau mata-matain Mang Somad. Siapa yang mau ikut gue?"
"Oh shit! Here we go again!"
Tekadnya sudah bulat. Di bawah rindangnya pohon trembesi, Echan mendeklarasikan niatnya untuk memata-matai Mang Somad. Bagai agen rahasia, Echan dengan wajah seriusnya bermaksud mencari pasukan untuk menjalankan misinya.
"Echan, lo kapan sadarnya sih?" Jihad tampak pasrah. Alih-alih mendapat dukungan, Echan justru mendapat cibiran.
"Chan, akhir-akhir ini gue jadi emosian gara-gara lo," ucap Junaidi.
"Kesabaran lo kan emang tipis, Jun," timpal Jeno.
"Oh iya bener."
"Jadi siapa yang mau ikut gue?" Echan bersuara.
"Echan, lo mulai lagi," Jamal melengos.
Bagi Junaidi, tidak ada ajakan yang lebih konyol daripada ajakan Echan barusan. Memata-matai Mang Somad, katanya. Yang benar saja. Entah film apa yang ditonton Echan semalam sampai tercetus ide konyol seperti itu.
"Dengerin, yeoreobun! Sekali ini aja lo pada bantuin gue. Gue nggak bisa tidur nyenyak mikirin ini. Asli, gue penasaran banget."
"Ya Rabb, berilah hamba kesabaran lebih untuk mengatasi hamba-Mu yang satu ini," Junaidi langsung berdoa, memohon agar diberi kesabaran lebih oleh Yang Kuasa, dan serentak diamini oleh Jamal dan Chandra.
"Al-Fatehah," sambung Jihad.
Bukannya merespon ajakan Echan, mereka justru menggelar doa bersama, memohon agar kawannya yang otaknya nampak tinggal setengah ini agar diberi kesadaran. Melihat teman-temannya berdoa bersama, Echan malah ikut-ikutan berdoa.
"Kok lo ikutan, Chan?" tanya Mark.
"Nggak tahu. Pengen aja," jawabnya.
"Besok gue minta tolong sama Kak Kun buat nge-ruqyah lo deh, Chan. Makin hari kelakuan lo makin tersesat," ujar Chandra. Wajahnya nampak cemas.
"Mohon maaf nih, gue masih berjalan di jalan yang benar," sahut Echan.
"Gue pernah lihat orang nge-ruqyah sih. Apa gue praktekin disini aja ya?" Jeno tiba-tiba berinisiatif. Lalu dengan cekatan, menarik kepala Echan hingga Echan hampir terjungkal.
"Bismillahirahmanirahim..." Jeno nampak khusyuk melafalkan ayat-ayat suci yang dipelajarinya hanya dengan modal mendengar.
"Lo belajar dimana?" tanya Jihad.
"Youtube."
Lalu secara tiba-tiba, Echan kejang-kejang. Dia berteriak, melompat-lompat, dan terjadilah kegaduhan di antara ketujuh bujang itu.
"LAH BENERAN KESURUPAN ANJIR!!!" Jamal panik.
"Eh buruan, siapapun, panggil emaknya!" -Jihad
"Panggil Pak Ustadz-lah anjir! Ngapain panggil emaknya?!" Jeno ikutan panik. Padahal tadi dia percaya diri sekali.
Mark maju. "Saha iye teh?" tanyanya.
"Aing maung..." jawab Echan.
Junaidi menepuk jidatnya. "Mampus Si Echan kesurupan harimau!"
"Eh, rekam-rekam! Buruan!" usul Mark.
"Saya bisa bahasa Indonesia," Echan masih kesurupan.
"Oh iya, Mbah. Maaf mengganggu," jawab Mark.
Sebenarnya mereka ingin lari, tapi gengsi lantaran istilah akhir-akhir ini yang berbunyi "harus lakikkk!"
Iya, harus laki! Laki-laki macam apa yang meninggalkan temannya yang kesurupan seorang diri? Kemana perginya harga diri dan solidaritas? Begitu pikir mereka. Jadi, tanpa berniat kabur, mereka tetap setia menemani Echan yang raganya sedang dipinjam maung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Negentropy || 23/1
FanficNegentropy itu kalian. Kalian itu apa? Ya nggak tahu. Kok tanya saya? -Nyai Somad