12. Girls Talk

10 2 0
                                    


Para pemburu jajanan malam tiba dikediaman dengan hening bahkan saat memasuki rumah dengan Jinar yang setengah sadar dibantu Dika berjalan sempoyongan menuju kamar. Menutup pintu kamar rapat tanpa ada tanda salah satunya keluar. Begitupun Aruna diikuti Rona menuju kamar dengan langkah damai.

Keduanya masih diam bahkan bingung dan canggung untuk bisa mengobrol seperti biasa. Terlebih Aruna dibuat mati kutu ketika foto yang Jinar bahas tadi siang mendapat atensi juga dari Rona begitu mengamati kamar dengan mulut masih rapat tanpa berucap. Bibirnya tertarik ringan saat melihat Aruna terburu-buru menghampiri meja belajar memblokir pandangan Rona dari foto yang sudah terlanjut Rona lihat dengan cermat.

Rona masih tersenyum bahkan setelah izin untuk menggunakan kamar mandi didalam kamar Aruna. Buru-buru Aruna membereskan segala benda yang sekiranya akan membuat Rona tidak nyaman, termasuk foto tadi. Entahlah, Aruna sendiri sebenarnya tidak ada niat untuk memamerkan foto itu hanya saja cukup disayangkan jika disimpan dilaci meja padahal tidak buruk juga untuk dilihat setiap hari.

Rona melangkah ringan keluar kamar mandi kemudian duduk ditepi tempat tidur berhadapan dengan Aruna yang hanya diam duduk menyilangkan kaki dan bersandar pada kepala ranjang.

"Avni" Akhirnya Rona membuka suara setelah meyakinkan diri di dalam kamar mandi untuk membicarakan semuanya. Semuanya, tanpa terkecuali. Aruna berhak untuk tahu, Rona tidak berkewajiban juga untuk menyimpan semuanya lebih lama.

Aruna berdeham ringan dengan pandangan yang kini menatap Rona tengah tersenyum teduh dihadapannya. Rona beranjak dari duduknya, berjalan menuju jendela kamar dan meminta izin untuk membukanya. Rembulan sedang bersinar sempurna, langit malam tampak cerah walau hanya sedikit bintang yang terlihat. Angin sepoi menerpa kain penutup dan menebas beberapa helai rambut rona yang dibiarkan terurai.

Aruna masih diam memperhatikan gerak Rona yang tidak lebih hanya berdiri depan jendela kamar yang terbuka membelakangi Aruna. Lampu kamar sudah dibuat redup, hanya cahaya dari lampu tidur dan beberapa cahaya dari arah jendela menampakkan bayangan indah Rona tampak belakang.

Tidak ada celah untuk Rona menerima perlakuan buruk bahkan dari Aruna sekalipun. Rona layaknya perempuan dari mimpi indah yang menjelma menjadi gadis berupa dan berhati cantik. Sekali lagi, tidak ada alasan untuk Rona menerima rasa selain bahagia.

"Maaf, kak"

Aruna bersuara menyerupai cicitan, Rona sontak menoleh melihat adik perempuan dari tunangannya tengah tertunduk dalam dengan kaki yang terjuntai kebawah tempat tidur. Kembali memposisikan diri duduk disamping Aruna dengan tangan terulur membelai lembut surai gadis yang sudah dianggapnya adik sendiri.

Perlahan pundak Aruna naik turun tidak beraturan, suara tangisan terdengar samar disusul celana yang dikenakannya basah terkena tetesan air tanpa permisi keluar. Rona dengan telaten mendekap dan menenangkan, tiap usapan diberikan pada punggung yang kian bergetar. Keduanya berbagi peluk melepas resah, saling mengerti bahkan tanpa kata, menerima dan memberi rasa yang hanya dimengerti keduanya.

"Kakak juga minta maaf karena nggak ngasih tau kamu lebih awal. Kami tidak pernah menjadi lebih bahkan untuk sekedar memberi peluangpun aku nggak pernah."

Sesaat isakan Aruna terhenti mendengar ucapan Rona. Aruna belum berbicara apapun selain kata maaf tadi, selintas ucapan Rona tadi mengarah pada rasa gelisah Aruna selama ini. Sungguh tanpa penjelasan, hanya dengan peluk Rona tahu apa masalahnya?

"Aku dan Randika tahu. Laki-laki di foto tadi mendekati gadis kesayangan kami." Pelukan melonggar, pundak Aruna terdorong pelan kepalayang tertunduk perlahan terangkat dengan bantuan tangan Rona. Senyum jahil Rona terlihat sebelum melanjutkan ucapannya. "Berani-beraninya Jefran membuat hati Aruna kesayangan kami terombang-ambing."

USAHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang