Chapter One : Fresh Page

88 19 91
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Cornelia Street.

Sebuah blok kecil di New York, Amerika Serikat, yang terletak di Greenwich Village, Manhattan, diapit oleh Bleecker Street dan West Fourth Street.

Awalnya, blok ini merupakan bagian dari wilayah peternakan yang dimiliki oleh seorang pria asal Belanda bernama Robert Herring.

Pada tahun 1794, beliau menamakan jalanan itu serupa dengan nama cucunya, Cornelia Herring. Nama yang manis, bukan?

Tempat ini dikenal sebagai pusat restoran kecil terbaik di New York dimana susunan batu bata antik Prancis mendominasi tampilan depan bangunan-bangunan, menghadirkan nuansa kuno.

Meski pun Cornelia Street menyajikan beragam restoran kecil, ada juga butik dan layanan laundry yang buka di blok ini.

Aku dengar menetap di Cornelia Street adalah salah satu cara terbaik untuk menjauh dari peliknya kehidupan metropolitan mengingat suasana di sini jauh lebih tenteram daripada beberapa tempat lain di New York.

Seperti yang ingin aku lakukan sekarang. Menjauhi kehidupan kota untuk mencari sebuah ketenangan sembari meluruskan benang pikiran yang sudah sangat kusut.

Maka dari itu, dengan tekad penuh, aku memutuskan untuk pindah dari Brooklyn yang merupakan wilayah terpadat di New York, ke blok kecil yang terletak di Downtown Manhattan ini.

Perjalanannya membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit menggunakan mobil, melewati Manhattan Bridge yang membelah Sungai East.

"Terimakasih, Pak."

Aku turun dari taksi dan kini aku berada di depan apartemen nomor 22 yang telah kusewa di Cornelia Street lalu mengambil koper serta barang lain yang ada di bagasi.

Semilir angin menyingkap surai blonde-ku yang terurai seluruhnya. Dinginnya malam yang mencapai 10 derajat celcius membuat caraku berjalan hampir serupa dengan penguin.

Aku tidak bisa memeluk diriku sendiri karena kedua tanganku membawa koper yang lumayan berat. Untung saja aku sudah mengancing penuh mantel berwarna cokelat tua yang kupakai.

Ketika hendak melangkah menuju apartemen, boots high top hitam yang membalut setengah betisku menginjak genangan air tak terlalu dalam hingga menimbulkan bunyi percikan; memberi asumsi di kepala bahwa hujan telah datang lebih dulu.

Untuk sesaat, aku sempat bermain dengan genangan air hujan yang memantulkan hitamnya langit dengan menginjaknya berkali-kali hingga aku sadar, perbuatanku sangatlah kekanak-kanakan.

"Selamat malam, Nona."

Aku menoleh ke arah kanan lalu mendapati dua wanita lanjut usia sedang berjalan ke arahku. Mereka berdua tersenyum hangat, dan aku membalasnya sambil membungkuk sopan.

Cornelia Street || Jung JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang