Pagi itu cuaca ibu kota sangatlah bersahabat. Langit yang semula hitam perlahan berubah menjadi warna biru muda yang cantik. Matahari pun senang menampakkan sinarnya. Desiran angin pagi membawa ketenangan bagi siapapun yang sedang sibuk setelah libur panjang berlangsung.
Tahun ajaran baru dimulai. Semua siswa dan siswi nampaknya sedang bersemangat memasuki atmosfer ini. Semua nya tidak terkecuali Aliesha Rembulan Abigail. Perempuan manis dengan tinggi 165 cm, dan rambut berwarna cokelat tua yang diikat satu itu nampak tidak ingin melunturkan senyumnya pagi ini.
Semua yang melihat Bulan seakan merasa terhipnotis oleh positive vibes yang Bulan pancarkan. Yaa, Bulan tidak ingin merusak hari pertamanya di kelas sebelas. Ia akan menggunakan hari ini sebaik mungkin. Tidak ada yang boleh merusaknya, sekalipun mood swing nya yang menyebalkan.
"Selamat pagi anak anak." Pak Reno, guru mata pelajaran kimia itu menyapa anak-anak kelasnya pada semester baru kali ini.
"Pagi pak!"
"Bapak ditugaskan dan diberi amanat untuk menemani dan membimbing kalian selama satu tahun kedepan. Bapak harapkan kerja sama kalian dalam keberlangsungan pembelajaran kali ini. Kita tidak usah berkenalan lagi karena bapak sudah sangat hafal sekali dengan tingkah kelas kalian ini," ujar Pak Reno.
Semua yang ada didalam kelas itu terkekeh mengingat ketika kelas sepuluh, kelas mereka memang tergolong kelas yang absurd. Karena setiap jenis murid mungkin ada disini.
"Bapak akan menunjuk satu orang untuk bapak jadikan jembatan antara bapak dengan kalian. Bulan?"
"Iya pak?" Bulan berseru tanpa melunturkan senyumnya sama sekali.
"Kamu bapak percaya untuk memimpin kelas ini. Ada yang keberatan?"
Bulan sama sekali tidak keberatan dengan keputusan yang diambil oleh wali kelas barunya itu. Bulan senang senang saja jika ia mendapatkan kepercayaan dari semua orang, yaa setidaknya hidup Bulan berguna untuk saat ini.
Tidak ada yang menjawab, sepertinya juga tidak ada yang keberatan. Meskipun Bulan tau, tidak ada yang mau direpotkan mengurus kelas pada satu tahun kedepan.
"Baiklah, jika tidak ada tambahan. Bapak cukupkan. Hari ini kalian bebas, karena pembelajaran masih akan optimal pada minggu depan. Tapi jangan berulah. Tolong ringankan sedikit beban ketua kelas kalian, dan..."
tok tok tok
Semua siswa dikelas itu menoleh kearah pintu, terdapat guru cantik bernama Rianna berdiri disana.
"Assalamualaikum, selamat pagi." Bu Rianna berjalan menghampiri Pak Reno yang berdiri didepan kelas.
"Waalaikumsallam, pagi bu," jawab satu kelas.
Bu Rianna tersenyum, "Maaf mengganggu waktunya, saya hanya ingin menyampaikan ada murid baru dan teman baru bagi kalian dikelas ini. Dia pindahan dari luar kota. Semoga bisa diterima dan berteman dengan baik ya. Pak, saya izin membawa masuk siswanya."
"Ahh iya, silakan."
Bu Rianna kembali berjalan kearah luar kelas, gerak geriknya seperti sedang memanggil orang. "Sini, nak."
Orang itu berjalan dengan tenang mengikuti langkah Bu Rianna. "Zion, ini wali kelas kamu. Dan mereka semua adalah teman teman kamu. Sekarang, silahkan kamu perkenalkan diri kamu," ujar Bu Rianna.
Orang yang disebut namanya Zion itu mengangguk satu kali kearah Bu Rianna, lalu menatap seisi kelas.
"Saya Zion, semoga bisa berteman dengan baik," ucapnya dengan nada datar.
Pak Reno yang melihat hal tersebut tersenyum hangat, "Baik Zion. Salam kenal dari saya berserta yang lain. Kamu boleh duduk disamping Gentala."
Pak Reno menunjuk salah satu bangku kosong ditengah tengah. Zion mengangguk satu kali lalu menghampiri bangku itu.
Bu Rianna pamit dan suasana kelas tetap hening. Entahlah, tidak ada yang tau apa yang akan terjadi setelahnya, kecuali murid kelas itu.
"Gentala, bapak titip Zion. Awas aja kamu usilin," ujar Pak Reno penuh penekanan.
"Bapak ini, kayak sama siapa aja. Saya pasti jagain Zion," tangan Gentala beralih merangkul bahu Zion. "Iya kan, fren?"
Zion yang diperlakukan seperti itu hanya diam, sambil melepaskan rangkulan itu dengan raut yang sulit diartikan.
Pak Reno menggeleng pelan, lalu menutup obrolan nya dan pamit keluar kelas.
Yaa, kelas tidak benar benar hening ketika Pak Reno keluar kelas.
Bulan menghela napasnya pelan, lalu menunduk sangat dalam. Sepertinya, satu tahun kedepan akan menjadi hari-hari yang sangat berat.
"Yang itu KM nya." Samar samar Bulan mendengar kalimat itu terlontar dari bibir seorang Gentala. Bulan menoleh, ternyata dia sedang ditatap datar oleh pemilik nama Zion itu.
Gentala hanya cengengesan karena ketauan ngomongin Bulan. Bulan masih sabar untuk saat ini. Catat, untuk saat ini.
"Hai, Bulan," sapa Gentala.
Bulan hanya menatap Gentala dengan tatapan permusuhan. Gentala itu baik, tapi tengil.
"Namanya Bulan?" Tanya Zion.
"Iya. Tiati galak," balas Gentala.
"Genta!" Bulan nampak nya jengah dengan ini semua.
"Apa sayang?" Gentala dengan wajah tengil nya itu berhasil membuat Bulan naik pitam.
"Gak usah ngomongin gue," ucap Bulan dengan penuh penekanan.
"Lah, suka suka gue dong. Mulut mulut gue, kok lo yang ribet?" Agaknya, Gentala senang membuat Bulan marah marah.
"Ishh!" Desis Bulan. Tangan nya meraih tempat pensil untuk ia lempar kearah Gentala.
Namun, sayang lemparan itu meleset dan salah alamat ketika malah Zion yang terkena amukan dadakan dari Bulan.
Bulan membulatkan matanya, menutup mulutnya dengan kedua tangan. Menatap Zion dengan tatapan penuh penyesalan.
"A,aaa sorry."
*****
Hai haii, salam kenal dari akuu. Panggil ajaa aku "raa" yakali gak nengok kan? Haha.
Aku mau coba ngutarain isi pikiran aku kalo lagi sendiri dan stress. Menurutku, menulis juga salah satu bentuk healing paling seru yang pernah ada.
Aku mau minta bantuan kalian, supaya temenin aku dari 'prolog' ini, sampai 'epilog' nanti.
Aku nggak naro expect apa apa, dengan adanya kalian baca tulisan ini ajaa udaah seneng banget, sksksk.
Jangan lupa klik bintang di pojok kiri bawah yaa, biar aku semangat nulisnya.
Papay!
Sampai ketemu lagi <33
August/02/21
Raa.
KAMU SEDANG MEMBACA
recountry
Teen Fiction" Pada kisah yang tidak pernah terjadi namun tetap akan berakhir. Pada semesta yang suka mempermainkan takdir ; aku berdiri disini tanpa aba. Pijakan yang membawaku pada tempat tenang namun indah nya tetap kosong. "