0.5

273 84 75
                                    

Yeonjun terpental agak jauh dari tempatnya sebelumnya. Semuannya baik-baik saja kecuali Yeonjun. Tubuhnya lemas karena dipaksakan menembus ruang hampa.

Yeonjun mengerang memegangi luka di bagian lengannya, tidak terlalu lebar tapi cukup perih untuk dirasakan.

"Bang Yeonjun!!!" Soobin dengan cepat berlari ke arahnya, "Lo ngga apa-apa kan?" Imbuhnya seraya mengecek luka Yeonjun.

"Gue nggak apa-apa kok"

"Gue panggilin Taehyun ya?" Ucapnya tapi belum saja dijawab oleh Yeonjun soobin sudah mulai berteriak, "TAEHYUN!, SINI!"

Yeonjun menyenggol lengan Soobin pelan, "Ngga usah teriak juga kali"

Soobin cengegesan, "Ya maap, kelepasan"

Taehyun tersadar dari lamunannya, menoleh ke arah Yeonjun dan Soobin yang berada tak jauh darinya. Ia memiringkan kepalanya sejenak, sepertinya ia punya cara lain untuk mengirimkan jawabannya yang sempat tertunda tadi ke Kai. Ia menatap soobin dan Yeonjun bergantian.

Ia beranjak berdiri, berlari kecil ke arah Yeonjun, "Jun?" Ucapnya pelan setelah sampai di depan mereka.

"Apa?"

"Gue--"

"Bla bla bla, udah dulu ngomongnya ini bantuin Yeonjun" Ucap soobin memotong.

Taehyun menatap sinis soobin kemudian mengangguk , ia menempelkan telapak tangannya ke arah lengan Yeonjun, membuatnya mengerang kesakitan. Memang awalnya perih tapi lama-lama juga sembuh.

"Udah" Ucapnya lalu mulai menatap Yeonjun dengan tatapan kosong dan.... Sulit diartikan.

Perasaan gue kok nggak enak ya, batin Yeonjun.

Yeonjun mengangguk mantap, "I-Iya makasih"

Walaupun sudah bilang makasih tatap saja Taehyun menatap Yeonjun dengan tatapan aneh itu.

Taehyun berdehem sebentar, " Bang Jun, kekuatan lo... masih ada ngga?"

Yeonjun mengangguk lagi,

"Kenapa?"

"Dia mau manfaatin lo bang" Seru seseorang dari belakang.

Gyu bisa diem ngga!!! Batin Taehyun.

Beomgyu menggidikkan pundaknya acuh, tetap santai berjalan ke arah mereka.

"Apa lo--"

"Bang Bin sekarang!!"

Soobin mengangguk cepat, lalu mulai melancarkan aksinya.

Seketika pandangan Yeonjun memburam, dirinya seakan mengantuk dan sampai akhirnya ia menutup matanya sedikit demi sedikit.





















"Aish, bodonya...."

Anak laki-laki yang masih terkulai lemas di rerumputan tersebut berusaha mendongakkan kepalanya.

Sepi, tidak ada siapapun.

Ia kembali memeluk lututnya lagi, dingin itulah yang ia rasakan sekarang.

"Heh, kai bisa denger gue?"

Anak laki-laki yang dipanggil Kai itu mengangguk pelan,

"K-Kenapa? Mau apalagi lo!?" Ucapnya sedikit dikeraskan ia kesal sungguh, rasa sakitnya tak kunjung hilang dari tadi. Jika, ia menginginkan nyawanya ya ambil saja kenapa harus menyiksanya dahulu.

Bukannya menjawab suara misterius tersebut malah mengucapkan suatu hal aneh "Satu sama dengan empat, dua sama dengan tiga, tiga sama dengan empat, dan angka terakhir empat sama dengan lima, paham?"

Kai membuka matanya lebar-lebar, tunggu bukankah itu suara Taehyun.

Ia mengangguk, menggerakkan badannya perlahan agar bisa bangun, tapi ia malah terhuyung dan hampir saja terpeleset ke jurang di depannya.

Ia jatuh duduk bersimpuh, nalarnya menatap kosong langit di atasnya.

"E-eng--"

"Huh, sudahlah ku yakin kau tidak paham, begini coba hitung huruf-huruf angka satu, ada empat kata kan. Sedangkan huruf dua ada tiga katanya,kalau tiga ada empat kata,--"

"Baiklah aku pah--" Belum selesai berbicara omongan Kai terpotong oleh suara yang di yakini suara Taehyun tersebut.

Ia memiringkan kepalanya aneh, kenapa Taehyun nggak denger suara gue ya batinnya. Tapi sedetik kemudian ia melongo, ia baru ingat kalau ia tidak bisa menjawab telepati dari Taehyun. Kenapa? Ya karena dia tidak punya kekuatan.

Dengan segala kenjegkelan nya ia mendengarkan penjelasan panjang lebar tersebut. Hampir saja ia tidur karena bosan."Sudah?" Dengan bodohnya ia mulai bertanya.

"Dengar kau hanya perlu menghitung kata dari setiap angka tersebut so, Sekarang coba pejamkan matamu, ingat-ingat tempat pertama kali lo dapetin kertas itu, paham?"

Kai merotasi kan matanya susah payah, berfikir betapa bodohnya ia tadi yang malah bertanya. Sudah tahu tidak punya kekuatan masih saja menjawab. "Ya, aku--"

"Udah ya, gue pamit dulu. Jangan khawatir nanti pas lo udah bisa keluar dari pintu itu lo akan langsung ada di sini, so good luck Kai" Ucapnya finally lalu suara itupun tidak terdengar lagi.

"Sabar Kai, nanti kalo udah keluar, boleh kok" Kai tersenyum sendu lalu tiba-tiba matanya tertutup diikuti dengan ambruknya badannya.























Ruangan putih, pintu besi berkode, dengan lampu yang sudah redup.

Ya, disinilah Kai berada. Ditempat awal ia membukakan matanya sekaligus mendapatkan kertas tersebut.

Ia menerjap-terjap kan matanya sejenak, lalu mulai berlari ke arah pintu tersebut.

"Kertasnya sudah hilang, aish, benar-benar!!" Ia menenangkan dirinya dahulu. Kemudian mengingat ucapan Taehyun.

Perlahan tangannya memencet tombol-tombol kode di pintu tersebut, matanya masih sama yaitu terpejam. Ia hanya takut kalau ia membuka matanya ia akan kehilangan ucapan Taehyun, karena waktu mendengarkan tadi ia tidak fokus dan kemungkinan besar ingatannya akan hilang dalam beberapa waktu.

Ting.....

Lampu kamar tersebut berubah menjadi merah tak lupa kedap-kedip layaknya lampu disko.

"Apa? Salah?" Ia panik sendiri, tangannya mengedor-gedor pintu dengan keras "Jawaban gue bener kan? Iya kan? Kalo gitu bukaaa?" Ucapnya emosi.

Perlahan air mulai mencucur dari atas langit-langit kamar, di atas ada benda yang mengeluarkan air tersebut. Benda tersebut mengeluarkan air karena artinya ada api tapi kenapa tiba-tiba begini. Kan tidak ada api.

"Buka!!!!" Gedorannya semakin kuat kalau air tersebut sudah sepinganggnya, ya secepat itu.

"Seru?...."

"Ck, makanya jangan bermain-main denganku, kau menggunakan temanmu untuk keluar dari sini, ada aku akan menggunakan kekuatan ku untuk mengeluarkan mu dari sini"

"Benarkah? Kalau begitu CEPAT!!"

"Maaf, tapi bukan sepertinya kau tidak akan keluar ke mana tempat temanmu berada melainkan tempat di alam bawah sana" Ucap suara misterius tersebut.

Kai berjinjit, airnya sudah semakin banyak, bahkan sekarang sudah selehernya, tanpa sadar butiran-butiran air mulai membasahi pipinya. Ia menangis, seraya merutuki nasibnya "Tae, kayaknya bantuan lo ngga berguna" Ia meneteskan air mata, airnya kini sudah mulai meninggi bahkan bisa menjangkau dagunya.

































"M-maaf bantuan kalian g-gue, sia-siain, m-maaf" Air meninggi menutupi dirinya sepenuhnya yang bahkan sudah berjinjit sedari tadi.

[i] The Avangers | 𝐓𝐗𝐓 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang