CHAPTER 3

1 1 0
                                    

Suasana kelas begitu heboh kala tak ada guru yang berada di dalamnya. Semua siswa terlihat sibuk dengan kegiatan masih-masing. Termasuk Karina, gadis yang baru menginjak usia remaja itu. Tidak seperti kebanyakan siswa perempuan lain yang menghabiskan jam kosongnya dengan saling berbagi cerita. Karina malah sibuk membalik setiap halaman novel yang sedang dibacanya.

Dia tidak seperti yang kalian bayangkan. Yang suka sendirian dipojok, membaca buku, dan tidak suka beradaptasi. Karina sosok yang baik, ramah dan pandai bersosialisasi. Hanya saja, jika sedang membaca buku ia akan berubah menjadi sosok yang berbeda. Ia tidak mudah terganggu jika ada buku di tanganya.

Kelas yang awalnya riuh berubah hening seketika. Bu Mitha, guru IPA masuk ke dalm kelas diikuti seorang laki-laki berparas tampan. Karina sama sekali tak menyadari kehadiran Bu Mitha hingga guru muda itu harus memanggilnya dengan suara yang cukup lantang. Karina hanya membalas panggilannya dengan senyum cengengesan.

“Baiklah anak-anak, kalian kedatangan teman baru. Dia pindahan dari SMP di Bogor. Silahkan perkenalkan dirimu!” ucap Mitha mempersilahkan laki-laki bertubuh tinggi itu untuk memperkenalkan dirinya.

Tanpa senyuman, atau perkataan manis dan penuh basa basi. Sungguh tipikal anak yang irit bicara. “Selamat pagi, perkenalkan saya Raka Geraldo. Cukup dipanggil Raka. Terima kasih.”

Karina bisa mendengar dengan jelas banyak bisikan-bisikan dari sekitarnya. “Wow, dia benar-benar handsome. Punya WA gak ya?” ucap salah seorang teman yang duduk di depan Karina.

“Apa dia sudah punya pacar? Tapi tak mungkin jika tidak punya. Dia adalah definisi nikmat Tuhan yang tidak boleh didustakan.”

“Terlalu biasa, masih gantengan aku.”
Dengan percaya diri dilengkapi senyuman manis. Karina mengangkat tangannya. Sontak, semua perhatian tertuju pada gadis berkaca mata itu. “Ibuk, Karin mau izin ke toilet.” Semua orang di kelas malah membalasnya dengan sorak sorai. Tentu saja, mereka pikir ada suatu hal yang ingin dikatakan Karin. Taunya malah minta izin ke toilet.

=======================================

Anak baru itu duduk bersebelahan denganku. Hanya terpisah ruang kecil yang berfungsi sebagai jalan. Sedari awal aku melihat laki-laki itu, maniknya berhasil membawaku jatuh dalam pesonanya. Matanya yang tajam namun lembut benar-benar membuat jantungku berdegup sangat kencang.
Tetap saja, apa yang diketahui seorang remaja SMP kelas dua. ‘Ahh, paling hanya karna baru bertemu. Kalau sudah dekat ini tidak akan terjadi.’ Lagi dan lagi aku selalu berusaha menghindari apa yang kurasakan.

Makin lama aku melihatnya, makin besar rasa tertarik dan terpesonaku padanya. Setiap hari kupastikan akan ada hal yang membuatku semakin mencandu menatapnya. Tapi, dia sangat sulit didekati. Dia bukan laki-laki dingin, pendiam dan kaku. Dia cukup baik, tapi tetap saja jika dengan orang yang tidak dikenal dia akan menjadi sosok yang kusebutkan tadi. Dan aku termasuk dalam kategori orang yang tidak dikenalnya.

Pernah ku coba berkomunikasi dengannya ketika ia baru pindah, sekitah dua hari setelah kedatangannya mungkin. Waktu itu aku berkata, “Salam kenal Raka, aku Karina. Kamu panggil Karin aja. Semoga kita bisa berteman ya.” Kurang ramah apa aku padanya. Dan kamu tahu balasannya apa? Dia menatapku sebentar lalu kembali fokus dengan kegiatannya mengeluarkan buku. Yaa, aku diabaikan.

Sejak itu aku tak pernah mengajaknya berbicara. Jika kalian berpikir aku orang yang mudah menyerah, kalian salah. Aku memang tidak mengajaknya berbicara, tapi aku mengikutinya kemanapun ia pergi di sekolah ini. Aku tidak segila itu sampai mengikutinya ke rumah. Bisa-bisa hancur image seorang Karina.

Aku sedang sibuk membaca novel dikelas. Hanya ada beberapa anak yang masih bertahan di kelas ketika jam istirahat. Selebihnya memilih berkumpul di kantin, lapangan, atau taman sekolah yang memang lebih sejuk. Pastinya, aku tidak akan terganggu apabila aku sudah bersama buku. Tak ada yang bisa mengacaukan hariku bersama buku.

Terlalu menikmati bacaan, aku bahkan tidak meyadari sebuah bola melayang ke arahku. Iyaa, aku memang di dalam kelas, namun berada tepat di hadapan pintu. Bahkan ketika bola itu mendekat aku tak bergeming dari tempatku sekarang. Lalu, yang kudengar hanya suara hantaman yang cukup keras. Kenapa aku menyadarinya? Karena meja yang ada di hadapanku bergeser beberapa sentimeter.

Mataku membulat sempurna. Tebak apa yang kutemukan? Raka yang sedang terbaring kesakitan dengan bola basket dipeluknya di perut. Sepertinya dia jatuh menghantam kaki meja itu. Banyak yang penasaran dan malah berkumpul di depan kelasku.

“Raka!” teriakku sekaras mungkin. Sambil menutup mulut karna terkejut—aneh bukan, kaget tapi malah nutup mulut gak ada korelasinya sama sekali—aku menunduk dan membantu Raka duduk. Beberapa anak sudah mulai bubar dari perkumpulan rakyat kepo di depan kelas.

Teman-teman setim basketnya membantuku mengangkat Raka menuju ruang kesehatan. Setiba disana, mereka semua langsung pergi, hanya tersisa aku dan Raka. Jangan tanya keadaan jantungku sekarang. Sudah seperi orang yang ikut lomba lari belasan kilometer. Ditempat ini sedang tidak ada perawat atau petugas kesehatan.

“Raka, perutmu harus dikompres dulu. Biar agak mendingan. Pulang sekolah aku temenin ke rumah sakit buat periksain lagi,” ucapku setelah menyiapkan alat kompres yang ada di tempat itu. Tak ada respon dari Raka. Tapi tangannya dipindahkan dari perut ke samping. Aku menatap Raka seakan meminta persetujuan untuk menyingkap jersey basketnya. Dia hanya mengangguk samar. Bagaimana mau menolak, toh hanya aku yang ada disini untuk membantunya.

Oh Tuhan, jangan biarkan Raka melihat rona wajahku yang sudah seperti kepiting rebus ini. Bohong jika aku berkata baik-baik saja. sedangkan tangan dan jantungku sudah tak terkontrol lagi getarannya. Jangan sampai dia tahu kegugupanku.

“Kau kenapa membantuku tadi?” ucapku memecah keheningan. Selain aku juga penasaran dengan jawabannya, aku juga tidak ingin berada dalam situasi canggung semacam ini. jika dalam novel yang kubaca setidaknya pemeran pria akan mengucapkan setidaknya sepatah kata agar tidak ada cenggungan. Tak apa kali ini aku yang menjadi pemeran pria dalam ceritaku, ehh maksudnya melakukan seperti yang pemeran pria itu lakukan.

Tak ada jawaban sama sekali. Anak ini memang tahu caranya mengabaikan orang. Jika saja bukan karna aku tertarik dengannya sudah kupastikan kepalanya sudah kupukul dengan baskom besi ini. sayangnya aku cukup waras untuk tidak melakukannya. Biar bagaimanapun, dia adalah calon jodohku. Ahhh gilaa, apa yang kupikirkan.

Aku sudah mengayunkan tanganku untuk menggetok kepalanya, namun suara khasnya membuat tanganku tetap menggantung di udara. “Entahlah, naluriku berkata aku harus membantumu.”

Sumpah, rasanya aku ingin tertawa mendengar ucapannya. Apa katanya? Naluri? Bahkan sekarang naluriku berkata aku harus menggetok kepalanya. Tenanglah, aku masih tetap perempuan baik, ramah dan cantik yang tak tersentuh ketika membaca kok. Yaa, meskipun terkadang aku sering emosi apalagi dengan sosok orang yang kukagumi ini. 

Kami kembali dilanda keheningan. Tak ada yang berniat membuka suara. Aku juga malas kalau balasannya butuh loading lama seperti tadi. Tak sampai setengah jam setelah itu, Raka duduk dari posisi berbaringnya dan menatapku datar. Jangan berharap ada senyum, alasannya entu saja karena kami belum dekat.

“Terima kasih,” ucapnya lalu turun dari ranjang dan berlalu begitu saja.

Dia sudah menghilang dibalik pintu ketika kesadaranku kembali. Aku tidak salah bukan, dia berterima kasih padaku. Ku pikir dia tidak akan tahu terima kasih setelah aku menolongnya. Aahhh, rasanya ada banyak sekali kupu-kupu yang berterbangan di perutku. Aku sangat bahagia, sungguh.

Untuk pertama kalinya aku berinteraksi dengan orang yang kukagumi dalam diam ini. Dia juga membalas perkataanku, tidak seperti sebelumnya yang mengabaikanku seakan tak terlihat. Perkembangan yang cukup bagus.

Aku ikut keluar dari ruang kesehatan dan kembali kekelas untuk bersiap mata pelajaran berikutnya.

=======================================

Sebelumnya author mau minta maaf buat readers RaKarin. Untuk bagian cast yang author upload diawal harus di unpublish. Soalnya ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan author

Disini readers sekalian bisa menggambarkan sendiri bagaimana tokoh sempurna menurut kalian yang bisa memerankan Raka dan Karina.

Author sangat amat berterima kasih buat readers yang sudah mau vote dan comment di cerita ini.

🐻🐻

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 31, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RaKarinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang