7. Pembunuh bayaran

34 5 14
                                    

Pagi ini sinar matahari masuk melewati celah-celah jendela aras, laki-laki itu membuka matanya saat alarm jam berbunyi, mengusik tidur nyenyaknya.

Namun ada yang aneh, tubuhnya kaku, sama sekali tidak bisa digerakkan, ia mati rasa. Hanya kedua matanya yang bisa mengerjap.

Laki-laki itu mulai panik saat penglihatannya memburam dan dadanya berdenyut sakit luar biasa. Aras ingin sekali meraih obat nya yang berada di atas nakas, namun tidak bisa.

"Sakit.."

Aras meronta di dalam hati, ia kesakitan setengah mati. Darah tiba-tiba mengalir dari mulutnya, merembes hingga ke leher dan membasahi kaos putih nya.

Dalam beberapa menit, laki-laki itu masih tidak bisa bergerak, beberapa gejala timbul dengan segala rasa sakit yang sangat menyiksa. Tetapi seperti biasa, semua rasa sakit dan ketidakberdayaannya menghilang dalam waktu lima belas menit.

Aras langsung bangkit, ia terbatuk-batuk hebat dan memuntahkan darah segar ke lantai. Kepalanya seperti menahan beban yang begitu berat, sedangkan jantungnya berdetak kencang, tidak beraturan.

"Sial! Kenapa harus pagi!"serunya mengambil obat dan langsung meneguknya tanpa air putih.

Dengan tertatih, laki-laki itu masuk ke dalam kamar mandi dan berniat untuk pergi ke sekolah.

Setelah beberapa menit, aras sudah siap dengan pakaian sekolahnya, ia memandang wajahnya yang pucat pasi di cermin.

"Lo mau gini terus?"tanyanya menunjuk bayangannya dicermin.

Aras tertawa miris, memukul-mukul dadanya dengan keras,"Gue gak pernah minta dilahirin, tapi kenapa gue yang salah!"

"Apa artinya gue di hidup mereka? Apa gue sebatas samsak dan eksperimen bagi mereka? Apa gue binatang?" Aras tertawa mendengar ucapan terakhirnya,"bahkan gue diperlakukan lebih buruk daripada binatang, gue mau mati.."lirihnya kemudian.

Air mata aras terjatuh namun dengan cepat ia menghapusnya.

"Gue gak pernah minta apapun, gue cuma minta, perlakukan gue sebagai manusia, apa sesusah itu?"

__☆__

Aseya menggigit bibir bawahnya cemas, gadis itu tidak berhenti mondar mandir sejak sepuluh menit yang lalu.

Dimana aras?

Kenapa laki-laki itu belum datang?

Berbagai pertanyaan mengusik pikirannya, membuat ia selalu berpikiran buruk, aseya ketakutan,sungguh.

Tidak ada pilihan lain, gadis itu bergegas menuju kantin, tepat seperti perkiraannya, ada keempat teman aras disana. Tanpa berpikir lagi, aseya berlari menghampiri mereka semua.

"Aras dimana?"

Keempat laki-laki itu terkejut saat aseya tiba-tiba berdiri di depan meja mereka, menatap dengan tatapan khawatir,"Aras telat kayanya, kenapa?"tanya elang menaikkan sebelah alisnya.

Baru saja mulut aseya terbuka, ingin mengatakan sesuatu tetapi aras tiba-tiba datang dan merangkul bahunya.

"A-aras.." gadis itu menghembuskan nafas lega, " lo baik-baik aja kan?"tanyanya sedikit gemetar.

Aras mengernyitkan dahinya, kemudian tertawa kecil, laki-laki itu melepaskan rangkulannya di bahu beralih ke pinggang ramping milik aseya."Baik, gue baik banget. Lo yang gak baik-baik aja,sey. Lo kenapa,hm?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 03, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ARAS / On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang